empat puluh dua

227 22 3
                                    

Sesuai dugaan Rachel, Vanesha Tirana memang ke Tempat Itu juga. Desi mengatakannya demikian. Desi bilang, ia diberi tahu seorang warga bahwa Vanesha juga datang ke rumah kuning itu, beberapa jam sebelum Rachel tiba. Rumah itu sekarang kosong karena Vanesha sedang diajak pergi oleh pemiliknya, Ratna, ke gereja di atas gunung itu.

Dan untuk itulah Rachel dan Jared menaiki gunung dengan mobil mereka masing-masing. Rachel memimpin di depan. Menyetir menyusuri jalanan penuh pepohonan di kanan-kiri, wanita itu mengambil belokan-belokan sesuai dengan arahan sederhana Desi. Jared mengikuti tepat di belakangnya.

Sekeliling mereka semakin gelap karena pepohonan semakin lebat. Jalanan benar-benar kosong. Hanya ada dua mobil itu di sana, hitam dan putih. Dua mobil itu melesat cepat di tengah jalan yang lowong itu, sampai mereka tiba di area permukiman penduduk. Di sana, rumah-rumah berpencar, tetapi semuanya bermodel mirip. Mudah bagi Rachel untuk segera mengenali sebuah gereja di sana, serta sebuah bangunan lain tepat di samping gereja itu.

Kecepatan mobil Rachel berangsur turun, begitu juga mobil Jared. Tatapan wanita itu tertuju pada gereja itu sementara mobilnya kian melambat dan akhirnya berhenti. Tanpa melihat foto pemberian Peter, Rachel tahu itu adalah gereja itu. Ia tahu karena di samping gereja itu terdapat sebuah bangunan yang sama terawatnya. Ia tahu bangunan apa itu.

Sambil ia turun dari mobilnya, Rachel menoleh ke belakang. Jared masih di belakangnya. Pria itu sudah lebih dulu turun dari mobilnya dan menunggunya, tampak sigap untuk membersamainya ke mana saja. Rachel kemudian menutup pintu mobilnya dan mulai melangkah mendekati gereja itu. Dengan langkahnya yang tetap, ia masuk ke pekarangan kosong gereja tua itu dan membelahnya dengan fokus yang tidak tertandingi.

Namun, Jared Assad menandinginya. Mata tajam pria itu lekat mengawasi istrinya dan tidak yang lain. Tidak bisa yang lain.

Pria itu benar-benar membenci hal ini. Wajah istrinya pucat dan tubuhnya lemas sekali di dekapannya tadi.

Bahkan Peter membahas hal yang sama. Tadi siang, Jared keluar dari sebuah pertemuan demi menerima telepon dari ayahnya. Pria itu mengatakan bahwa Rachel berkunjung dan meminta alamat Tempat Itu. Peter tidak menyuruh putranya untuk membersamai Rachel—Jared mengambil inisiatif sendiri dan meninggalkan semuanya untuk istrinya. Peter hanya menyampaikan bahwa ia terganggu dengan tampilan Rachel yang sangat menyedihkan.

"Kamu sakit saat ini, Rachel?" tanya Jared tanpa mengurangi intensitas tatapannya.

"Tidak."

"Perut kamu?"

"Tidak."

"Sudah makan?"

Pertanyaan itu tidak terjawab karena sudah muncul dari ruangan di belakang mimbar seorang wanita berpakaian rapi, dengan jubah kependetaan tersampir di lengan bawah kirinya. Langkah Rachel berhenti sementara ia berpikir apakah ini yang Peter maksud dengan Pendeta Ester, seseorang yang mengambil bagian di dalam sejarah mereka juga.

"Pendeta Ester?" uji Rachel.

Pembawaan wanita paruh baya itu tegang. "Ya?" jawabnya serak. Ia susah payah mengulas sebuah senyum. Wanita itu memandangi dua orang itu bergantian dengan sorot matanya yang letih—benar-benar letih, sehingga ia terlihat ingin segera pulang. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya mencari Vanesha," kata Rachel datar. "Apa ia mendatangi gereja ini?"

Senyuman itu sirna. Ketegangan pada Ester meningkat. Pupilnya membesar sesaat, dan ia menatap Rachel lebih dalam lagi. "Maaf, sebelumnya, siapa Anda berdua ini?"

Melihat reaksi itu, Rachel tahu Vanesha memang mendatangi tempat itu.

Tanpa menunggu konfirmasi apa pun lagi, Rachel membalikkan tubuhnya. "Kita harus segera turun," katanya pada suaminya, melintasi pria itu demi bergegas ke luar gereja.

She who Keeps both Heaven and Hell OccupiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang