tiga puluh dua

296 30 1
                                    

Kedatangan ibu hamil itu disambut Panti seperti sesuatu yang wah.

Berita kedatangannya menyebar secepat berita kedatangan bayi Yesus. Ketika nama Rachel disebut, berita itu merambat dari Ishak sang penjaga kepada Nina sang kepala, kemudian Reagan, dan akhirnya Jared Assad.

Sejak tiga bulan lalu, semua pihak di Panti sudah diwanti-wanti agar menyampaikan apa pun yang berhubungan dengan Rachel Helena kepada ayahnya. Jika mereka tahu bahwa mantan penguasa di panti itu sudah menikah, maka mereka akan diwajibkan untuk langsung mengabari suaminya. Namun, mereka tidak tahu dan tidak diperbolehkan untuk tahu.

Rachel belum kelihatan berminat mengumbar status pernikahan mereka selain kepada Pemerintah. Jared tidak keberatan soal itu. Ia tenang terlepas dari apakah seluruh dunia tahu atau tidak bahwa wanita itu adalah istrinya. Hanya satu tujuannya sejak awal, menjadikan wanita itu istrinya di hadapan Tuhan. Dan pria itu sudah berhasil meraih validasi paling tinggi itu. Sejak awal, manusia tidak pernah masuk ke dalam hitungannya.

Saat itu malam hari ketika Jared diberi notifikasi tanda-tanda keberadaan istrinya oleh ayah mertuanya. Seolah berita itu adalah Kristus itu sendiri, pria itu meninggalkan semua yang tengah ia kerjakan dan membawa mobilnya ke Panti.

Ini adalah pertama kalinya Jared memasuki Panti. Saat malam pertama Rachel menghilang, Jared memang dibawa Reagan ke sana ketika semua penghuni sudah terlelap dan suasana komplek begitu sepi. Namun, saat itu, mereka hanya di luar pagar dan segera melanjutan pencarian tanpa turun atau apa-apa karena tidak ada mobil wanita itu di sana. Selanjut-selanjutnya juga Jared hanya menyetir melalui panti itu. Ia tidak mau terlihat kentara atau menampakkan batang hidungnya karena ia menghormati istrinya yang tampaknya tidak mau mengumumkan pernikahan mereka kepada mereka yang bisa dikatakan keluarganya.

Ishak segera keluar dari posnya begitu sebuah mobil putih asing berhenti dalam posisi condong ke arah Panti. Suara derak roda pagar yang menggiling besi di tanah terdengar pelan. "Selamat malam. Dari mana?" tanyanya dengan senyum ramah.

Sebelumnya, Reagan, sang pemilik panti, sudah mengabari Ishak bahwa akan ada seorang pria bernama Jared yang akan datang, dan pria itu adalah orang yang akan menangani persoalan Rachel ini ganti dirinya.

Jared mengembalikan senyum pria itu. "Selamat malam. Saya Jared, dari Pak Reagan," jawabnya seperti yang telah dipesankan mertuanya melalui telepon.

"Selamat datang, Pak Jared. Silakan masuk."

Ishak pikir, selepas Jared memarkir mobilnya, pria itu akan masuk ke dalam area Panti. Namun, pria yang tidak pernah sebelumnya datang itu hanya berdiri di teras yang lampunya sudah dimatikan.

"Saya diberi tahu bahwa seseorang sudah menunggu saya di sini. Bisakah Bapak panggilkan orang tersebut dan katakan kepadanya bahwa saya sudah di sini?" pinta Jared sopan kepada Ishak.

"Oh, baik, Pak. Mohon ditunggu sebentar."

Nyatanya betulan sebentar. Ishak kembali kurang dari lima menit kemudian dengan seorang wanita muda yang mengekorinya.

"Pak Jared, ini Ibu Aretha," buka Ishak, dan mengatakan yang sebaliknya juga sebagai perkenalan di antara keduanya.

Wanita bernama Aretha itu melirik pria bertubuh jangkung di depannya sambil mengeratkan jaket tipisnya yang sletingnya sudah jebol. Sesuatu soal bahan jaket itu adalah bahwa ia terlihat kasar dan gatal.

"Mencari saya?" tanya wanita itu setelah Ishak memohon diri. Ia memicing dengan sinis kepada Jared karena hari sudah malam dan ia ingin tidur, juga karena ini pasti soal Rachel lagi.

"Selamat malam," hatur Jared. Kemudian, tanpa membuang-buang waktu, "Mohon maaf sudah mengganggu Anda, tapi telah diberitahukan kepada saya bahwa Anda melihat Rachel. Tolong beri tahu saya bagaimana kondisinya dan di mana Anda melihatnya."

Kemarin malam, Aretha tidak mendapat jawaban apakah wanita yang kepadanya mengaku bernama Rachel itu berbahaya atau tidak. Wanita itu hanya membalikkan pertanyaannya dengan sedemikian cerdas, sehingga Aretha merasa bodoh jadi ia bungkam. Namun, mengetahui bahwa nomor telepon dan alamat pemberiannya membawanya kepada tempat yang sungguh sangat baik, Aretha jadi percaya bahwa Rachel adalah orang baik.

Kini, ia jadi ragu lagi. Hari ini belum usai, dan sudah ada lima orang yang menanyakan lokasi Rachel. Bahkan Nina sampai mengabaikan telepon demi membahas Rachel, meskipun kepala panti itu segera menyerah menghadapi kegigihan Aretha yang menolak mengungkap informasi apa-apa.

"Ya, benar," aku Aretha. "Saya bertemu Rachel. Saya tidak tahu ia di mana sekarang."

Jika ada Nina di sana, kepala panti itu akan protes, bukan dengan nada itu kamu berbicara dengan saya tadi siang!

Nada Aretha saat berbicara kepada Nina atau siapa saja sungguh berbeda dengan nadanya sekarang. Memang tidak adil dan tidak hormat kepada sang otoritas panti. Namun, bukan salahnya juga bahwa ia gentar di hadapan pria ini. Jared begitu intimidatif bahkan tanpa mencoba, dan ukuran tubuhnya seolah mampu membantingnya hingga remuk.

Dalam hatinya, Aretha mengasihani Rachel karena harus berurusan dengan pria ini.

"Saya tidak bertanya di mana dia sekarang," koreksi Jared rendah. Ia letih sekali dan ingin ini semua berakhir demi segera bertemu dengan istri tersayangnya. "Saya bertanya di mana Anda melihatnya."

Sial bagi Aretha karena ia terpojok. Ia tidak bisa berdalih apa-apa lagi karena sumber daya intelektualnya tidak sebesar itu dan karena nada itu menguras keberaniannya.

Namun, ia harus melindungi wanita yang mungkin jahat kepada orang lain tetapi baik kepadanya itu. Mungkin Rachel terlilit utang atau telah membunuh sebuah keluarga, tetapi ia telah mengirimnya ke perhentian terbaik bagi seorang ibu hamil di luar nikah. Jadi, ia berkata, "Bagaimana saya tahu Anda bukan orang jahat?"

Jared tidak memiliki waktu untuk ini. Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Saya orang jahat, Aretha."

Deklarasi itu tidak seharusnya dilontarkan di tengah malam yang sunyi, dengan rendah dan dingin, kepada seorang wanita yang sedang hamil, oleh seorang pria yang tubuhnya tiga kali lebih besar, di dalam forum satu lawan satu.

Di sana, wanita hamil itu sudah tidak mau tahu soal apa-apa lagi. Terserahlah, menurutnya. Di malam hari yang sunyi itu, keselamatannya terasa serentan gelembung sabun.

"Saya melihatnya di sebuah kos di Kabupaten A," aku Aretha, pelan karena ia merasa bersalah, dan begitu spesifik karena ia takut.

Jared mengepalkan tangannya. Istrinya yang berduka lari begitu jauh. Pecah di dalam hatinya sebuah pertentangan internal terhadap teori cinta sejati.

"Pertama kali saya melihatnya, ia muntah-muntah. Saya bertanya apakah ia hamil juga, dia bilang tidak. Ia pucat meskipun kelihatannya sehat. Kemudian dia pergi setelah melakukan sesuatu dengan mobilnya yang berisik dan sulit dinyalakan."

"Ke mana dia pergi?"

"Dia tidak bilang," ujar wanita itu jujur dan begitu kooperatif tanpa sadar. "Tapi saya melihat mobilnya berjalan ke arah Timur setelah akhirnya mobilnya menyala sekitar pukul dua pagi."

Rachel telah berlari kian jauh. Jared akan mendapatkannya. Yang ia tahu adalah bahwa pria besar memperjuangkan istri mereka.

"Terima kasih," ujar Jared, fokus di matanya sudah tidak seruncing itu.

Aretha tidak menjawabnya. Kepalanya penuh dengan nasib Rachel, dan betapa ia adalah orang yang buruk kepada orang yang telah membantunya tanpa pamrih.

Aretha nyaris memohon diri ketika Jared menanggalkan jaketnya dan menyerahkannya kepadanya.

"Anda bisa mengenakan ini sebagai ganti jaket Anda. Saya mohon maaf sudah mengganggu Anda malam-malam begini. Semoga kehamilan Anda lancar," ujar Jared. Ia menghela napas pendek dan berat, kemudian melanjutkan, "Sekali lagi, terima kasih. Ketahuilah bahwa Anda sudah berbuat yang benar."

Karena kalimat terakhir pria yang ternyata baik itu, kecemasan Aretha perlahan-lahan luruh. Ia masuk ke Panti dengan hati yang lega karena ia tahu bahwa ia sudah melakukan yang benar.

Tidak seperti Rut, Aretha tahu.

OOO

10/01/23

She who Keeps both Heaven and Hell OccupiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang