Rachel tidak tahu apa yang salah.
Ia sudah memberi makan anak ayam itu dengan baik. Ia memberikannya rumah yang lebih layak dan membersihkan kandang itu setiap hari. Ia juga menjemurnya di rerumputan di bawah sinar matahari setiap pagi.
Namun, tiba-tiba saja, pagi ini ayamnya mati. Padahal, semalam hewan itu masih mencicit di kandangnya. Ini lagi-lagi tanpa pertanda.
Bagaimana pun juga, ini hanya hewan. Ini bukan Susan. Jadi seharusnya mudah. Seharusnya Rachel segera memungutnya dari kandangnya dan menguburnya di tanah di luar kamar kosnya dan bukannya berdiri begitu saja di depan jeruji mungil itu.
Dengan perlahan, Rachel mendekati kandang ayam itu dan duduk di lantai di depannya. Matanya terpaku kepada hewan yang sudah kaku itu. Terlalu banyak waktu yang ia ambil untuk memandangi bangkai hewan itu. Pada kenyataannya, pemandangan itu sungguh nyata. Seorang anak kecil akan langsung hancur dalam tangis dan seorang apa pun dalam keprihatinan. Memang hanya seekor ayam, tetapi kematian adalah kematian. Natur dari kematian itu selalu bertentangan dengan orientasi spiritual manusia yang berpusat pada kehidupan. Namun, sulit sekali untuk Rachel memasukkan pemandangan itu ke dalam pikirannya.
Wanita itu hanya ingin berpikir bahwa ayam itu mati. Ia tidak mau berpikir bahwa ayam itu mati dan Tuhan mengizinkan ini terjadi lagi setelah hanya tiga bulan sebelumnya Susan meninggal, dan sama seperti kali sebelum-sebelumnya, Rachel harus mengubur sendirian lagi. Rachel berusaha keras agar yang mendominasi pikirannya hanya kenyataan bahwa ayam ini sudah mati saja.
Kenapa? Karena tidak boleh, dan tidak bisa, ada ruangan di dalam pikirannya untuk keduanya: duka karena kematian dan kebencian akan Tuhan.
Pada akhirnya, Rachel dirundung oleh keduanya.
Ketika kedua perasaan itu mulai pecah dalam peperangan sengit untuk mendominasinya, Rachel mengambil sebotol anggur dan menenggaknya sampai hampir habis. Pahitnya rasa anggur itu menciptakan pening yang membuat wanita itu menyandar pada kayu tempat tidurnya. Beberapa botol berselang, ia sudah teler. Dan beberapa jam setelahnya, Rachel sudah berada di lahan di samping mobilnya.
Langit sudah sangat gelap. Dengan penerangan minim, wanita itu mengeruk tanah menggunakan sendok plastik bekas makannya. Ketika dirasanya lubangnya sudah cukup besar, Rachel meletakkan ayamnya di dalam dan menutupnya dengan tanah.
Sesuatu soal alkohol itu, soal bangkai si ayam, dan juga soal apa yang terjadi kepada kehidupannya, moralitasnya, dan spiritualitasnya membuat Rachel muntah-muntah. Wanita itu berpegangan pada mobilnya dan mengeluarkan seluruh isi perutnya di tanah di belakang kendaraan itu.
"Hamil juga?"
Suara itu menyambut Rachel ketika wanita itu berbalik dari posisinya. Rachel mengelap sisa muntahan yang tersisa di bibirnya dengan punggung tangannya yang sudah kotor. Di titik itu, tidak ada apa pun dari Rachel yang bisa dideklarasikan bersih, baik pada tingkatan fisik, jiwa, maupun roh.
"Tidak," jawab Rachel kepada seorang wanita yang kelihatan lebih muda darinya itu.
"Oh." Wanita itu meninggalkan Rachel sambil menenteng seplastik belanjaan di tangan kanannya. Sekotak susu ibu hamil menyembul dari sana. Wanita akhir dua puluhan itu kemudian melangkah ke kamar di seberang kamar Rachel dan memasukinya.
Rachel sudah tiga bulan di sana. Ia bukan tetangga yang baik, tapi ia hafal dengan siapa, atau apa, ia mengelilingi dirinya. Jadi Rachel yakin bahwa wanita yang mengenakan rok semata kaki serta kaus lusuh itu adalah orang baru. Tidak ada yang spesial darinya kecuali bahwa kedua matanya marah dan kemarahan itu terlihat tidak pernah bisa dipuaskan.
Sebetulnya, Rachel dan wanita itu bisa menjadi teman baik dalam hal marah kepada Tuhan. Namun, yang Rachel lakukan adalah membersihkan dirinya di kamarnya, mengepak barang-barangnya, dan memasukkannya ke dalam mobil. Ia masuk ke dalam kursi pengemudi dan menyalakan mesin mobilnya. Sialnya, mesin itu tidak mau menyala. Rachel sudah mencobanya berulang-ulang sampai ia tahu bahwa setelah ini tetangganya akan keluar dan memakinya untuk semua bising yang mesin mobilnya ciptakan.
Saat itu juga, wanita muda itu keluar dari kamarnya. Tidak seperti dugaan Rachel, wanita hamil itu melangkah ke dapur. Ia meletakkan kotak susu yang dibawanya di konter dapur dan memasak air.
Rachel keluar dari dalam mobilnya. Ia meraih sebuah botol air mineral kosong dan membawanya ke dapur.
Itu bukan pertama kalinya mobil usang itu bermasalah. Beberapa waktu lalu, mobil itu sempat seperti ini juga. Kata montir, mesinnya terlalu panas karena, pada dasarnya, mobil itu sudah terlampau tua. Montir itu mengatakan bahwa mobil ini berada dalam kondisi terbaiknya, tidak bisa ditingkatkan lagi untuk seusianya. Rachel menolak membeli yang baru, jadi montir itu mengajarinya cara menghidupkan mesinnya saat sukar menyala, yaitu dengan mengisi sebuah tabung di bawah jok penumpang dengan air panas. Jadi itu yang akan Rachel lakukan.
Berdiri di samping wanita hamil itu, Rachel memanaskan air menggunakan panci di atas kompor.
"Mau pulang?" tanya wanita hamil itu.
"Ya," jawab Rachel sekenanya sambil menatapi airnya, menunggu gelembung-gelembung bermunculan.
"Ke mana?"
Rachel menoleh. "Ada yang mau Anda titip?" tanyanya asal kepada wanita yang begitu ingin tahu itu.
"Ya," ujar wanita itu, menganggap serius sarkasme Rachel. "Saya membutuhkan seseorang untuk menyampaikan kepada ayah dari bayi sialan ini untuk menyetor beberapa ratus ribu sebagai uang susu."
Wanita hamil itu tidak tahu apa yang salah dari kalimatnya tetapi tatapan wanita di depannya menggelap. Ia nyaris mengambil satu langkah mundur ketika tatapan datar wanita itu diselimuti amarah yang lebih kental dan lebih fatal dari amarahnya.
"Apa Anda mendapatkan bayi itu dari hubungan seks yang Anda setujui?" tanya Rachel lugas.
"Ya," jawab wanita itu pelan.
"Maka Anda berdua yang sialan," koreksi Rachel, final dan tanpa sensor apa-apa. "Saya tahu sebuah tempat yang baik dan bisa menjadi tempat bernaung Anda tanpa pungutan biaya."
"Tempat apa?" tanya wanita hamil itu tanpa peduli bahwa wanita asing ini baru saja mencederai harga dirinya tanpa segores penyesalan terlukis di wajahnya.
"Sebuah panti." Rachel mematikan airnya dan menuangkannya ke botol dengan hati-hati. "Di sana banyak anak yang dibuang dan ditinggalkan, dari bayi hingga remaja. Terakhir kali saya dengar, mereka juga menampung para ibu yang seperti Anda. Saya membutuhkan karton susu itu untuk menulis alamat dan nomor teleponnya."
Setelah selesai dengan botolnya, Rachel mengeluarkan pena dari saku celananya, merobek sebagian kecil bagian penutup karton susu itu, dan menuliskan alamat serta nomor telepon Panti di sana.
"Katakan Anda mendapat ini dari Rachel, dan jangan pernah mengatakan posisi saya kepada mereka," kata Rachel dan mendorong alamat itu di meja dapur ke arah wanita di depannya.
Rachel sudah berjalan cukup jauh ketika suara wanita hamil itu terdengar.
"Bagaimana saya tahu Anda bukan orang jahat?" tanya wanita hamil itu, menggenggam alamat itu dan menatap Rachel sangsi.
Rachel berhenti berjalan dan berbalik."Bagaimana saya tahu Anda bukan orang jahat?"
Keesokan harinya, tidak ada dari kedua wanita itu yang berada di area kos itu lagi.
OOO
09/01/22
KAMU SEDANG MEMBACA
She who Keeps both Heaven and Hell Occupied
Storie d'amoreRachel Helena memiliki misi untuk menjadi kekecewaan terbesar bagi ayahnya. Karena perselingkuhan ayahnya dengan pembantu mereka, ibu dari Rachel meninggal bunuh diri. Di hari yang sama, selingkuhan pria itu juga mati. Alhasil, Rachel mengubur ibuny...