Bab 11.

384 33 0
                                    

Langit masih gelap. Namun udara pagi sudah menusuk-nusuk memasuki pori-pori kulit. Tubuh Viera masih terbaring meringkuk kedinginan. Udara pagi ini terasa lebih dingin dari biasanya begitupula dengan suara kicauan burung terdengar lebih keras.

Merasa terusik dengan dinginnya pagi buta, Viera membuka matanya. Mata yang masih sayu itu mengedarkan pandangannya mencari keberadaan benda yang selalu menutupi tubuhnya. Nihil, selimut tebal itu tak berada lagi di tempat tidur. Terpaksa ia bangun dari posisi tidurnya lalu kembali mengedarkan pandangannya mencari keberadaan kain itu.

Ketemu, selimut berwarna abu-abu itu tergeletak di lantai. Sekilas ia melirik jam di dinding bercat putih. Tak ada waktu untuknya kembali tidur. Biasanya di jam segini ia akan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah lalu menyiapkan sarapan dan tentu tak lupa dengan teh pagi Morgan.
Seketika itu rasa ngantuk dan berat di matanya hilang begitu saja. Ia beranjak dari tempat tidur lalu bergerak melipat selimut dan merapikan tempat tidur. Ia meraih buku yang masih berada dibawah bantal dan meletakkannya di atas meja laci.

Setelah membereskan semua, sebelum memasuki kamar mandi ia duduk di bibir tempat tidur lalu membuka bukunya kembali. Ia masih ingin membaca sedikit ceritanya. Hanya satu halaman saja tak perlu banyak-banyak agar waktunya tak terbuang lama. Tangannya bergerak membalik halaman itu mencari tanda di mana terakhir ia membacanya.

Tanpa sengaja ia melihat gorden yang sedikit tersibak. Sontak keningnya mengerut ketika mengetahui jendelanya terbuka lebar. Seingatnya saat hujan kemarin sore ia sudah menutupnya. Tiba-tiba saja ingatan semalam mulai memenuhi pikirannya. Dengan cepat ia berjalan menuju jendela lalu menyembulkan kepalanya keluar.

Celingak-celinguk ia melihat halaman samping rumahnya mencari keberadaan pria yang semalam menyelinap masuk ke dalam kamarnya. Tentu pria itu sudah tak ada lagi. Viera menggosok wajah gusar. Ia tak tahu apa maksud kedatangan pria itu semalam. Apa pria itu adalah pria yang selama ini menyelinap masuk di rumah dan sekolahnya?. Jika itu benar, itu berarti akan memudahkannya untuk menemukan pria itu karena ia sudah tahu betul sisi wajahnya saat melihatnya di gang sempit kemarin.

Mulai saat ini ia akan lebih waspada dan berhati-hati. Sebelum melakukan apapun ia harus memastikan sekitar terlebih dahulu. Kembali ia melihat halaman samping rumah dan jalanan. Sorot matanya menajam melihat setiap sudut ataupun benda yang bisa saja di jadikan tempat persembunyian.

Sepi, tentu karena ini masih di pagi buta. Langit masih belum terjamah sinar matahari. Bahkan bintik-bintik bintang kecil juga masih bersinar terang. Masih di remang-remang kegelapan, Viera berjalan dan menyalakan saklar lampu lalu mematikan lampu tidur. Ia langsung memasuki kamar mandi setelah memastikan tak ada tanda-tanda mencurigakan atau perasaan aneh seperti saat di awasi kemarin.

Tak butuh waktu lama, ia keluar dengan mengenakan pakaian biasanya. Puas dengan penampilan diri di cermin ia berjalan keluar kamar. Ingin melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, tiba-tiba indra pendengarannya menangkap suara dari dalam dapur. Sontak ia bergegas memasuki dapur, curiga bahwa suara itu di buat oleh pria semalam.

Bukan pria asing yang ia temukan. Malahan Karin yang sedang membungkuk meraih sendok di lantai. Wanita itu lantas tersenyum ketika menyadari Viera berdiri di ambang pintu sambil menatapnya kaget. Ia kembali melanjutkan kegiatannya dengan mengaduk adonan di mangkuk.

Mata Viera beralih melihat panci dengan air mendidih di atas kompor. Sedikit ragu ia kembali berjalan masuk mendekati ibunya. Karin menghentikan gerakan tangannya, ia membuka lemari pendingin dan mengambil beberapa jenis sayuran dan meletakkannya di meja dapur.

"Ibu buat apa? Sup sayur." Tanya Viera dengan antusias lalu memeluk ibunya dari belakang.

"Hem, bantu ibu memotong sayuran itu." Jawab Karin lalu mencolek pipi Viera dengan jari yang sudah terkena adonan.

𝑺𝔱𝒂𝒚 𝒘𝔦𝔱𝔥 𝒎𝔢.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang