Setelah merasa segar di tubuhnya dengan rambut yang masih sedikit basah, Viera meraih bantalnya untuk menemukan buku yang selalu ia sembunyikan di bawahnya. Kembali ia melanjutkan membaca cerita itu dengan cermat sambil duduk di samping jendela.
Ia menghela nafas panjang. Raut wajahnya berubah kesal. Kedua bola matanya memutar sembari berdecak. Sudah ia duga, ia tak pandai dalam mengarang cerita. Jika mengenai materi dan pelajaran apapun mungkin masih bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Namun dalam mengarang cerita?, Mungkin tak ada bakat itu di dalam dirinya. Pasti dengan segala kelebihannya tak mungkin ia tak mempunyai kekurangan. Ia bukan manusia sempurna yang bisa melakukan segala sesuatu.
oO0Oo
Hening dan sepi. Terlihat jarum jam menunjukkan tepat tengah malam. Seorang gadis dengan memakai celana pendek dan kaos putih tengah meringkuk di balik selimut lembut. Sesekali gadis itu bergerak merubah posisi tidurnya. Dengan hanya cahaya dari lampu tidur di atas lemari laci di samping tempat tidur membuat kamar ini terlihat remang-remang.
Tanpa gadis itu sadari, pintu jendela perlahan-lahan terbuka. Masih setengah terbuka, terlihat siluet seseorang tengah berusaha masuk melewati jendela lalu sedikit menyibak gorden yang menghalanginya. Ia menutup kembali gorden itu agar lampu penerang jalan tak menyorot masuk. Sebisa mungkin sosok itu berjalan tanpa membuat suara agar tak membuat gadis yang masih tertidur pulas itu terusik.
Dengan gerakan cepat ia menekan saklar lampu tidur itu dan membuat kamar gelap gulita. Sedikit gemetar tangan kanan sosok itu menyentuh pipi Viera dengan lembut. Walaupun di keadaan gelap gulita, sosok itu masih bisa mengetahui sekitarnya seolah ia masih bisa melihat semua. Masih terlelap, Viera sama sekali tak terusik merasakan sesuatu mengelus lembut pipinya.
Perlahan-lahan sosok itu menaiki tempat tidur dan duduk berlutut di ujung kaki Viera. Ia menyelip masuk ke dalam selimut. Dengan hati-hati ia menyentuh kedua kaki itu dan membukanya lebar hingga sedikit mengangkang. Ia menelusup masuk di kedua kaki itu hingga membuat pinggangnya diampit oleh kedua paha Viera. Dengan nafas berat sosok itu kembali bergerak sedikit menindih tubuh gadis di itu.
Merasakan sesak di atas tubuhnya, Viera bergerak tak nyaman karena posisi tidurnya. Namun ia sulit menggerakkan tubuhnya karena kungkungan sosok di atasnya. Hal itu berhasil membuatnya terusik. Sayup-sayup ia membuka mata dan mengedarkan pandangannya. Gelap, tentu karena lampu tidurnya mati.
Baru saja ingin menyalakan lampu tidur, sebuah tangan menahan pergelangan tangannya. Seketika itu napas Viera tercekat. Ia baru menyadari ada orang lain di kamarnya. Dan orang lain itu berada di antara kedua pahanya dan setengah menindih tubuhnya. Dalam keadaan setengah sadar karena mengantuk membuatnya sempat tak menyadari sesuatu yang menindihnya dan membuat tubuhnya sesak.
"Siapa?." Lirih Viera sambil melihat ke segala arah karena tak tahu di mana wajah sosok yang berada di atas tubuhnya.
Tak ada jawaban. Detak jantung Viera semakin berdetak kencang dan membuat rasa kantuk hilang begitu saja. Tangannya bergerak melepas cekalan sosok itu. Karena hanya cekalan biasa membuatnya lepas dengan mudah. Dalam keadaan gelap gulita kedua tangannya bergerak meraba-raba tubuh sosok itu. Mulai dari dada hingga naik ke wajah.
"Penyusup?." Tanya Viera kembali sembari terus meraba rahang sosok itu.
Tubuh Viera sempat tersentak ketika merasakan kedua tangannya di genggam. Jari-jari panjang menelusup di sela-sela jarinya. Tangan itu menggenggam tangannya dan mengangkatnya hingga berada di kedua sisi kepalanya. Sosok itu mengunci pergerakannya. Dengan posisi mereka sekarang membuat Viera sedikit panik.
"Astaga, aku ingin berteriak. Tapi ayah dan ibu nanti kebangun." Celetuk Viera sedikit frustasi.
Ingin sekali ia berteriak, namun jika ia berteriak di tengah malam ini pasti akan membuat tidur kedua orang tuanya terusik. Ia tak tega mengganggu kedua orang tuanya hanya karena dirinya saja. Sebisa mungkin ia harus mandiri tanpa merepotkan kedua orang tuanya, mengingat baru sebentar mereka akur. Ia tak ingin masalah kembali datang dan membuat keluarganya ricuh lalu kembali seperti sebelumnya.
Suara kekehan terdengar begitu berat dari sosok itu. Sudah di pastikan bahwa sosok itu adalah seorang pria. Deru nafas Viera semakin tak normal mengetahuinya. Walaupun begitu, ia sama sekali tak memberontak dengan posisi mereka. Ia masih terdiam kaku sambil berusaha untuk melihat wajah pria itu di tengah kegelapan.
Viera merasakan kedua tangan besar itu semakin menggenggam erat tangannya. Tanpa sadar ia membalas genggaman itu juga dengan erat. Entah mengapa ia merasa tak begitu dalam bahaya dan ketakutan dengan keberadaan pria itu. Justru sebaliknya, ia merasa nyaman dan begitu hangat walaupun di posisi mereka yang seperti ini. Hal itu juga yang membuatnya diam tak berkutik.
"Kakak?." Tanya Viera ketika pria itu kembali mendekat dengan semakin menindih tubuhnya.
Ia menduga pria itu adalah pria yang memeluknya agar tak jatuh saat tertusuk paku tadi siang. Kemudian dengan tega pria itu juga yang mendorongnya hingga tersungkur. Dari aroma mint yang masih membekas di ingatannya membuatnya menduga kedua pria itu sama.
"Berhenti memanggilku kakak." Bisik pria itu tepat di telinganya membuat Viera langsung meremang.
Suara yang berat dan sedikit serak itu terdengar lirih menggelitik gendang telinganya. Sontak Viera memiringkan kepalanya dan tanpa sengaja membuatnya mencium telinga pria yang masih berada di sisi wajahnya. Detik selanjutnya pria itu kembali bergerak semakin menelusup di kedua pahanya dan membuat Viera menjadi panik.
Sebelumnya dengan sopan ia masih memanggilnya dengan sebutan kakak karena ia tahu pria itu lebih tua beberapa tahun darinya. Namun karena tindakan pria itu yang sudah kelewatan membuat darahnya mendidih. Ingin sekali ia berteriak marah dan menendang wajah pria itu seperti di film-film yang pernah ia tonton, tetapi tak bisa. Seperti yang dikatakan tadi, pria itu membuatnya tak berkutik.
"Minggir." Bisik Viera dengan sedikit penekanan.
Walaupun sebenarnya ia sedikit nyaman dengan keberadaannya saat ini. Namun hal ini tak boleh terjadi. Ia masih remaja dan belum lulus sekolah. Tak bisa ia melakukan hal ini bersama seorang pria di tengah malam. Walaupun sebenarnya di negaranya, hal ini adalah hal yang wajar karena pergaulan bebas. Bahkan Mina saja sudah tak perawan. Tetapi ia masih menganggap dirinya masih kecil dan belum waktunya melakukan hal seperti ini apalagi dengan pria asing.
"Menjijikkan. Astaga aku tak bisa bernafas." Keluh Viera lalu membenturkan kepalanya pada kepala pria itu.
Karena benturan keras itu membuat kedua tangan Viera terbebas. Mungkin saat ini pria itu sedang memegangi hidungnya yang ngilu. Dengan kuat Viera mendorong dada pria itu hingga merebahkan diri dan kini Viera yang berada di atas. Cepat-cepat tangannya terulur menyalakan lampu tidur. Dengan cahaya yang remang-remang ia tak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas.
"Pelecehan, kekerasan, penyusup dan percobaan pemerkosaan. Banyak sekali tuduhan yang bisa ku buat untuk laporan di kantor polisi besok. Kakak mau menambah tuduhan apa lagi?." Jelas Viera lalu melirik gorden yang sedikit tersibak karena angin.
Suara decakan terdengar. Pria itu masih diam tak bergeming di posisi mereka. Baru saja ingin melontarkan beberapa kalimat-kalimat sarkas pada pria itu tiba-tiba saja Viera pingsan. Pria itu dengan enteng memukul leher jenjang gadis di atas tubuhnya dan membuatnya seketika pingsan.
Tubuh Viera ambruk menindih tubuh pria itu sepenuhnya. Sedikit berhati-hati pria itu merebahkan tubuh Viera kembali ke posisi semula. Ia beranjak dan berjalan menuju jendela. Sebelum benar-benar keluar melewati jendela ia menyempatkan diri untuk kembali menatap gadis yang masih memejamkan matanya. Lalu dengan cepat ia keluar dan melompat turun dari lantai dua.
Tak terluka atau patah tulang. Pria itu baik-baik saja dan berjalan santai lalu memanjat pagar dan kembali melompat. Sudah dipastikan tubuh pria itu sangat kuat dan terlihat handal saat memanjat ataupun melompat dari jendela kamar Viera yang berada di lantai dua.
"Kakak?." Lirih pria itu sambil menyeringai lalu melirik jendela kamar di atas masih terbuka lebar.
Tak mungkin ia bisa menutup jendela itu, karena saat keluar ia langsung melompat dan langsung menginjak tanah. Tak ada kesempatan baginya untuk menyempatkan diri menutup jendela itu dengan rapat.
Memanjat dinding dengan mengandalkan beberapa cekungan permukaan dinding yang tak rata sebagai pijakan lalu membuka jendela yang masih terkunci dari dalam saja susah, apalagi menutup jendela itu kembali saat ia melompat. Hal itu mustahil ia lakukan. Tak mungkin ia memanjat kembali dinding itu dengan susah payah hanya untuk menutupnya.
Masih dalam keadaan pingsan, tentu Viera tak akan bangun dalam beberapa menit. Mengingat betapa nyenyaknya gadis itu tertidur tadi hingga tak menyadari seseorang telah memasuki kamar bahkan menindih tubuhnya, kemungkinan besar ia akan bangun nanti pagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝑺𝔱𝒂𝒚 𝒘𝔦𝔱𝔥 𝒎𝔢.
غموض / إثارةMemiliki seseorang yang selalu bersama mu tanpa mengetahui bentuk dan rupanya memang sedikit aneh. Hanya keberadaannya saja yang di rasakan namun tidak dengan wujudnya. Aku hanya seorang gadis remaja dengan sosok rahasia yang selalu mengikuti dan m...