Duduk meringkuk di atas tempat tidur. Memeluk kedua lututnya sembari menenggelamkan wajahnya. Kedua mata terpejam dengan tarikan napas panjang. Sesekali kedua kelopak mata itu terbuka sesaat. Kemudian kembali tertutup dengan cepat.
Tirai jendela sedikit tersibak. Menyisakan celah dari sisinya, membuat cahaya matahari menyorot masuk melalui celah itu. Garis cahaya terlihat membelah gelapnya dinding, tepat di sebelah meja rias. Viera duduk meringkuk. Penampakan diri terlihat begitu samar karena pencahayaan yang remang-remang.
Dua hari berlalu, keadaan Viera semakin memburuk. Di perparah dengan pikirannya yang terus berkecamuk dan halusinasi yang hampir setiap saat menyapa. Karena itu, ia memutuskan untuk mengurung diri di kamar. Mengabaikan ketukan di balik pintu yang terus berbunyi setiap jam dan suara Davis yang terus menanyakan keadaannya.
Beralasan tengah sakit dan tak ingin di ganggu untuk sementara waktu. Viera menghabiskan waktunya selama dua hari ini dengan hanya tidur dan melamun. Membuat sugesti-sugesti di otaknya agar tak tenggelam dalam gangguan halusinasi sembari menenangkan diri. Alih-alih dirinya tenang, melihat buku dengan sampul berwarna merah yang masih tergeletak di atas meja membuatnya termenung.
Thokkhh ....tokh .....
Suara ketukan dari pintu terdengar lebih pelan dari pada biasanya. Di susul dengan suara handle pintu yang terbuka membuat Viera mengangkat kepala, melihat pintu yang perlahan-lahan terbuka. Sosok Davis sudah berdiri di ambang pintu sembari menatap Viera dengan datar.
Melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Viera. Hingga langkah itu berhenti tepat di samping tempat tidur. Masih beradu tatap. Viera meluruskan kakinya. Kemudian menarik selimut di bawah kaki, hingga menutupi setengah tubuhnya. Membuat Davis terus mengira dirinya tengah sakit.
"Ada apa?." Tanya Viera merasa canggung.
"Bodoh." Lirih Davis.
Sembari menjitak kening gadis di depannya, Davis berdecak kesal. Membuat Viera sedikit meringis karenanya. Duduk di samping Viera, Ia menatap lekat wajah gadis itu. Berbeda dengan tatapan datar seperti biasa, tatapan teduh dan senyum tipis ia tunjukkan. Karena tak sanggup menatap balik, Viera membuang muka. Menatap jari-jari tangannya yang sedang memilin ujung selimut.
"Kau tidak lihat aku sedang lemas seperti ini?." Lirih Viera menggerutu.
"Sudah sangat lama aku mengenalmu. Ini pertama kalinya kau pura-pura sakit." Jawab Davis dengan nada mengejek.
"Aku sakit. Lihat!, Wajahku pucat." Sahut Viera mengelak.
"Bodoh." Lirih Davis kembali menjitak kening gadis itu.
"Cukup!, ini sakit." Sahut Viera sembari mengelus keningnya.
Menghela napas panjang. Davis beralih melihat meja rias. Terlihat buku dengan sampul merah masih ada di atas sana bersama sobekan kertas dari buku lainnya. Mengetahui apa saja yang Viera lakukan selama dua hari ini, ia hanya bisa menghela napas panjang. Selama dua hari itu, Viera hanya diam di kamarnya. Sesekali gadis itu beranjak dari tempat tidur hanya untuk ke kamar mandi.
"Kau tidak membuat sarapan?." Tanya Viera mengalihkan topik pembicaraan ketika menyadari Davis melihat sobekan buku di sana.
"Nanti." Jawab Davis membuat Viera mengerutkan keningnya.
"Kenapa?, biasanya langit masih gelap, kau sudah membuat sarapan." Ucap Viera merasa heran.
"Nanti." Jawab Davis dengan acuh membuat Viera memutar bola matanya jengah.
"Aku sakit." Lanjut Davis.
Sontak, Viera menatap wajah pria di sampingnya. Menatapnya dengan tatapan tak percaya. Jika benar Davis sakit, ia tak akan bisa memendam rasa bersalah karena sudah merepotkan pria itu. Sedari kemarin, Davis selalu datang dan membuatkannya sarapan. Alih-alih ia merawat pria itu, dirinya malah berpura-pura sakit selama dua hari dan terus membuat Davis khawatir.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝑺𝔱𝒂𝒚 𝒘𝔦𝔱𝔥 𝒎𝔢.
Mystery / ThrillerMemiliki seseorang yang selalu bersama mu tanpa mengetahui bentuk dan rupanya memang sedikit aneh. Hanya keberadaannya saja yang di rasakan namun tidak dengan wujudnya. Aku hanya seorang gadis remaja dengan sosok rahasia yang selalu mengikuti dan m...