Bab 09

384 40 0
                                    

"ayah, ibu aku pulang!." Teriak Viera dengan keras.

Sebelum berjalan masuk ia memutuskan untuk duduk di depan rak sepatu. Kedua matanya menatap fokus sepatu yang sempat tertancap paku tadi. Terdapat lubang kecil namun tak kentara. Beruntung lubang itu tak terlalu besar. Dengan begitu ia bisa menutup lubang itu dengan lem. Setelah memastikan, ia meletakkan sepatunya di samping sepatu heels Karin.

Ia berjalan memasuki rumah dan mencari keberadaan kedua orang tuanya. Sepi, mungkin mereka sedang tidur di kamar. Sedikit ia merasa menyesal karena sudah berteriak tadi. Karena teriakannya tadi mungkin saja mereka yang sedang tertidur merasa terganggu.

Sedikit mengendap-endap ia berjalan menaiki anak tangga. Baru di depan tempat tidur ia langsung menghempaskan tubuhnya dan berbaring sambil menatap langit-langit kamar. Nyaman dengan posisinya ia beralih menatap jendela yang masih terbuka. Rintik-rintik air hujan perlahan-lahan mulai menciprat masuk sedikit membasahi gorden yang terombang-ambing terhembus angin.

Karena tak ingin membuat gorden dan lantai basah, ia bangkit dari tempat tidur lalu berjalan dan menutup jendela. Angin sejuk sempat berhembus menerpa wajahnya. Ingin sekali ia tetap membuka jendela dan membiarkan udara khas hujan memenuhi kamarnya namun tak bisa. Gorden dan lantainya akan basah jika ia terus membiarkannya terbuka.

Kembali ia merebahkan diri di tempat tidur lalu membuka buku yang selalu ia letakkan di bawah bantal. Kedua bola matanya menatap kosong ke arah dinding sambil mengetuk-ngetuk dagunya menggunakan ujung bolpoin. Ia memikirkan kelanjutan cerita yang ia buat sedari minggu lalu. Kebiasaan selama seminggu ini membuatnya menjadi sebuah hobi. Ia mulai menyenangi hal ini bukan hanya sekedar menghabiskan waktu saja.

Sambil mengernyit ia ingin menulis setiap kata dengan cepat. Namun gerakan tangannya terhenti ketika tinta bolpoinnya habis. Ia menghela nafas panjang karena lupa sepulang sekolah tadi tak sempat pergi ke toko perlengkapan untuk membeli bolpoin. Akhirnya ia menunda kelanjutan ceritanya. Tinggal satu halaman lagi buku itu penuh. Mungkin besok ia tak hanya membeli bolpoin saja tetapi selusin buku catatan yang lebih bagus.

Karena tak ada yang bisa ia lakukan, ia kembali membuka buku itu lalu membacanya dari awal. Seminggu ini ia terus menulis tanpa membaca ulang atau mengecek benar dan salahnya penulisan. Ia hanya suka menulis saja. Itu sebabnya ia tak membacanya. Namun sekarang ia ingin membaca ceritanya sendiri. Beberapa kali ia terkekeh geli membaca beberapa kalimat yang tak nyambung dan kata yang tak baku di setiap paragraf.

"Kenapa banyak sekali penggunaan kata yang salah?." Keluhnya kesal lalu kembali fokus membacanya lagi.

Kegiatannya itu terhenti ketika mendengar suara ketukan pelan dari pintu kamar. Dengan terburu-buru Viera berlari membuka pintu. Terlihat Karin tengah berdiri di depan pintu sambil memakai celemek. Melihat itu sontak Viera menyatukan kedua alisnya bingung. Aneh sekali melihat ibunya memakai celemek yang tak pernah di pakai sebelumnya. Ia menduga celemek itu baru saja di beli. Entah apa alasannya tiba-tiba Karin memakai celemek.

Kedua sudut bibir Karin terangkat sambil memandangi Viera yang masih mati kutu di tempat. Wanita paruh baya itu mengangkat kedua tangannya menunjukkan pisau dan spatula yang ia bawa dari dapur. Hal itu membuat Viera merasa aneh. Aneh sekali ibunya itu tersenyum padanya sambil bertingkah seperti ini.

"Bantu ibu membuat sup ayam." Ucap Karin dengan lembut sambil tersenyum hangat.

"Tumben sekali ibu mau masak?. Apa kita hanya membuat sup ayam saja?." Tanya Viera dengan senang sambil berjalan mengekori Karin menuju dapur.

"Apa maksudmu? Dasar anak nakal, setiap hari ibu memasak makanan kesukaanmu dan ayahmu." Protes Karin tak terima.

"Eh?." Sontak Viera tertegun.

𝑺𝔱𝒂𝒚 𝒘𝔦𝔱𝔥 𝒎𝔢.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang