Brakkh..
Suara gaduh dari lantai bawah semakin terdengar. Tak hanya itu, suara teriakan juga terdengar samar-samar. Beberapa saat kemudian tiba-tiba saja hening. Suara teriakan tadi perlahan-lahan berubah menjadi senandung lagu.
Di dalam kamar, Viera terus menatap langit malam sambil melamun. Kali ini ia tak bersenandung ria seperti biasanya. Itu karena di bawah sana ibunya sedang bernyanyi keras. Tentu bukan sebuah nyanyian lagu yang menyenangkan. Hanya kalimat serapah dan umpatan yang di ucapkan dengan nada yang di merdukan.
Sebuah kebiasaan di saat Morgan tak ada di rumah dari sore. Malamnya, Karin akan meminum banyak minuman beralkohol dan melantur membicarakan Morgan. Pria itu hanya pulang untuk makan saja. Setelah itu ia kembali pergi begitu saja membawa uang yang Karin peroleh dari pria lain.
Karena tak ingin bekerja di manapun yang membuatnya sulit, wanita itu memanfaatkan tubuh molek dan wajah cantiknya. Ia akan pergi bersama pria lain yang sudah membayarnya sampai esok hari. Terkadang hingga dua hari lamanya jika Morgan tak kunjung pulang. Dan di malam hari selalu ada sebuah mobil yang berhenti di depan rumah untuk menjemput Karin.
Dalam keadaan setengah mabuk, Karin menggedor pintu kamar dengan keras. Suara gedoran itu membuat lamunan Viera buyar. Sedikit ia tersentak kaget. Dengan cepat ia berlari kecil membuka pintu. Tak hanya menggedor pintu, karin juga berteriak dengan asal memanggil Viera.
Pintu terbuka memperlihatkan Karin yang menatapnya jengah. Wanita itu sudah berdandan rapi dengan tas selempang kulitnya. Tentu hari ini ia akan pergi keluar untuk pekerjaannya itu. Namun kali ini sebelum berangkat, Karin membuat dirinya sedikit mabuk. Hal itu ia lakukan untuk menghilangkan rasa stres karena Morgan yang terus membawa kabur uangnya.
"Kenapa tak memasak lagi huh?." Tanya Karin kesal.
Kepala Viera tersentak ketika Karin menjambak rambut dan menariknya kuat hingga terjerembab. Tak sampai disitu, wanita itu kembali mencengkram rambut yang sudah kusut dan menyeretnya menuruni tangga. Sedikit tertatih-tatih Viera berjalan guna mengurangi rasa sakit di kulit kepalanya. Tanpa rasa iba sedikitpun, Karin mendorong gadis itu hingga menubruk ujung meja dapur.
"Kau habiskan semua?, Tak ada makanan yang tersisa." Bentak Karin sambil menunjuk lemari pendingin yang hanya di isi botol-botol minuman.
"Ayah tak membeli telur lagi hari ini." Jawab Viera kemudian membuka lemari kayu di sebelahnya.
Kosong, tak ada satupun yang bisa ia masak untuk makan malam. Ia sudah memakai telur tadi untuk makan siang bersama spaghetti. Ia kira ayahnya akan membeli lagi telur sebelum pergi. Namun tidak, pria itu pergi begitu saja tanpa memikirkan mereka. Sambil tetap tersenyum, Viera menutup pintu lemari kayu itu dan menatap ibunya.
"Aku akan membuatkan teh hangat." Ucapnya.
Merasa risih dengan Viera yang masih tenang dan biasa-biasa saja membuat darahnya semakin mendidih. Reaksi itu sama sekali membuatnya tak puas. Selain ingin mempermasalahkan hal ini, ia juga melampiaskan amarahnya. Namun bahan pelampiasannya itu sama sekali tak menunjukkan rasa tersiksa sedikitpun.
"Cukup dengan teh bodohmu itu!. Carilah uang yang banyak. Tidak berguna!, Dengan tubuh sekecil ini mana laku." Maki Karin.
Tak puas hanya menjambak saja, ia menarik lengan Viera dan mendorongnya kembali hingga pelipis gadis itu terbentur ujung meja. Cairan merah mulai meluruh keluar dari lukanya. Darahnya terus mengalir deras hingga menetes di ujung dagu. Seperti sebelumya, tak ada ringisan atau ekspresi kesakitan. Ia tersenyum tipis kembali menyalakan kompor untuk merebus air.
Merasa sedikit iba melihatnya, Karin merogoh tasnya. Ia mengeluarkan sekaleng sup jagung membuat Viera sontak menatapnya. Ia tahu gadis itu tengah kelaparan saat ini. Begitupula dengan dirinya, namun ia masih bisa menahannya karena nanti sebelum bekerja, ia melakukan acara makan malam bersama sebagai pembuka. Tentu menu-menu yang di hidangkan sangat mewah dan berbeda jauh dengan omelet biasa yang selalu Viera buatkan untuknya setiap saat. Itu sebabnya ia ingin perutnya tetap kosong untuk sementara. Dengan begitu ia bisa makan sepuasnya nanti.
Dengan kuku panjang berwarna merah darah, wanita itu membuka kaleng sup jagung di tangannya. Senyum Viera semakin merekah ketika ia menyodorkan kaleng itu pada gadis di depannya. Viera mengambil mangkuk di rak piring dan meletakkannya di meja. Tangannya terangkat ingin meraih kaleng sup yang sudah terbuka itu dari tangan Karin.
Na'as, Karin memiringkan cekalannya dan membuat sup jagung itu tumpah dan berceceran di lantai. Senyum mengejek tercetak di wajahnya. Ia menatap Viera dengan tatapan jijik karena terus menebarkan senyum cerahnya. Ia tahu gadis itu tak pandai berekspresi. Walaupun sedih atau senang, ekspresi wajahnya hanya itu-itu saja.
"Bersihkan ini semua. Besok, mungkin dirimu akan berguna." Sinis Karin lalu melenggang pergi meninggalkannya.
Sambil berjalan Karin merapikan penampilannya. Ia menyempatkan diri untuk mengaca dari televisi yang mati. Sekejap ekspresi wajah itu berubah. Ia berjalan keluar sambil tersenyum lebar menyapa seseorang yang berada di mobil putih depan rumahnya. Kedua matanya melirik Viera yang sudah berada di ambang pintu sambil melambaikan tangan padanya.
"Hati-hati di jalan ibu." Teriak Viera lalu berjalan kembali memasuki dapur.
Ia berjongkok di depan tumpahan sup jagung tadi yang belum dibersihkan. Sayang sekali sup ini berceceran di lantai. Perlahan-lahan ia mengulurkan tangannya mengambil potongan sayur di lantai. Ia menyuapkan sayur itu ke dalam mulutnya. Kedua alisnya terangkat merasakan rasa manis di lidahnya. Ia kembali mengambil jagung dan sayur yang berceceran itu dan memakannya hingga menyisakan supnya saja.
"Ibu akan menyesal membuangnya. Sup ini enak sekali." Gerutu Viera dengan kesal sambil mengepel lantai.
Karena terlanjur merebus air, Viera memutuskan untuk tetap membuat teh. Teh itu untuk dirinya sendiri. Di cuaca yang dingin ini akan terasa nikmat jika meminum sesuatu yang hangat. Tak sengaja kedua matanya melirik melihat botol minuman yang Karin minum tadi tergeletak di atas meja. Masih tersisa setengah. Viera meraih botol itu dan memasukkannya di lemari pendingin.
Di kamar, ia membersihkan darah yang membasahi sisi wajahnya. Setelah membasuh mukanya ia menatap luka di kening melalui pantulan dirinya di cermin. Tak terlalu parah hingga butuh jahitan. Hanya luka gores yang cukup dalam. Ia membuka laci lemari di samping kasur. Akhirnya plester luka dengan gambar kucing itu berguna baginya. Ia menempelkan plester itu di kening agar luka itu tak terlihat menyakitkan untuk di tonton besok di sekolah.
Sambil menikmati keheningan malam, ia duduk di dekat jendela kamar. Sesekali ia menyeruput teh hangat yang dibuatnya. Gelap, itu lah yang ia lihat dari pohon yang tumbuh di halaman rumah. Tentu itu karena lampu yang hanya menerangi jalanan saja. Dan lampu penerangan di halaman tak terlalu terang. Di temani bunyi jangkrik yang bersusulan, ia memejamkan mata menikmati suara itu.
Kedua matanya sontak terbuka saat sebuah mobil abu-abu berhenti di depan rumah. Mobil itu bukan mobil yang menjemput ibunya tadi. Itu juga bukan ayahnya karena mobil Morgan tak sebagus itu. Seorang pria paruh baya dengan tubuh berisi keluar dan berjalan ke arah pintu. Tangan pria itu mengetuk pintu kayu beberapa kali.
Dengan cepat Viera berlari menuruni anak tangga dan membukakan pintu. Jarang sekali ada tamu di rumahnya. Jika pun ada, mungkin itu adalah salah satu pelanggan ibunya. Dan pria paruh baya ini sangat asing baginya. Bukan kerabat, tetangga ataupun teman ayahnya. Pria paruh baya itu menatap Viera dengan tatapan menilai lalu menyatukan kedua alisnya.
"Paman mencari siapa?." Tanya Viera sambil menatap lekat pria di depannya.
"Dimana ibumu?." Tanya pria itu sambil melirik ke dalam.
"Tak ada, ayah dan ibu sedang bekerja." Jawab Viera dengan antusias. Ia menduga pria di hadapannya adalah salah satu pelanggan ibunya.
"Hem." Gumam pria itu lalu berjalan memasuki mobilnya dan pergi begitu saja.
Viera mengangkat kedua bahunya sekilas. Ia tak tahu maksud kedatangan pria tadi. Tak mungkin ibunya di sewa oleh dua pria sekaligus. Setahunya pria yang selalu menjemput sebelumnya sudah ada perjanjian terlebih dahulu. Mungkin saja Karin lupa kalau ia ada janji dengan pria tadi dan malah membuat janji lagi dengan pria lain.
![](https://img.wattpad.com/cover/314697054-288-k708345.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑺𝔱𝒂𝒚 𝒘𝔦𝔱𝔥 𝒎𝔢.
Bí ẩn / Giật gânMemiliki seseorang yang selalu bersama mu tanpa mengetahui bentuk dan rupanya memang sedikit aneh. Hanya keberadaannya saja yang di rasakan namun tidak dengan wujudnya. Aku hanya seorang gadis remaja dengan sosok rahasia yang selalu mengikuti dan m...