Bab 08.

433 36 0
                                    

Di perjalanan pulang dari sekolah, kali ini Viera berinisiatif untuk mengajak Mina ke kafe yang baru buka sejak seminggu lalu. Ajakan itu membuat Mina antusias dan sedikit merasa janggal. Seingatnya Viera tak pernah sekalipun mengajaknya keluar dan bertemu di tempat lain selain sekolah saja. Biasanya Viera selalu ada saja kesibukan saat di ajak ke manapun.

Dalam hati Viera bersorak senang. Untuk pertama kalinya tiba-tiba saja Morgan menyuruhnya untuk keluar dan menikmati waktunya. Tak hanya ayahnya, Karin juga menyarankan beberapa tempat, seperti taman hiburan bahkan luar kota. Entah mengapa sejak kejadian kemarin kedua orang tuanya itu menjadi aneh. Tiba-tiba saja sifat mereka berubah drastis. Hanya saja cara bicara mereka tetap sedikit kasar.

Apa mungkin itu karena uang yang pria kemarin berikan untuk membelinya?. Ia tak tahu pasti berapa jumlah uang yang di berikan hingga membuat keadaan keuangan keluarganya tiba-tiba saja berbalik. Tak ada lagi lemari pendingin yang kosong dan harus menahan lapar. Tak perlu lagi melewatkan waktu makan karena tak ada makanan.

Sebelumnya, diwaktu dirinya pernah di bawa dan di jadikan sebagai pembantu selama dua bulan dengan bayaran yang sedikit tak membuat Morgan dan Karin seperti ini. Mereka hanya sedikit tak keras padanya dan tak lama kemudian kembali seperti semula.

Tak seperti kedua orang tuanya yang langsung menghamburkan uang dengan menyetok minuman beralkohol dan rokok. Viera berusaha untuk tak menghabiskan uang pemberian kemarin dengan sembrono. Rencananya ia akan menyimpan sebagian, walaupun uang itu tak terlalu banyak jumlahnya namun mungkin saja di masa depan ia bisa menambahkan uang itu dengan uang simpanannya kelak.

Dengan sedikit ragu Viera meminta ijin untuk pergi ke sebuah kafe baru setelah pulang sekolah bersama temannya. Dan dengan mudahnya Karin mengiyakannya. Merasakan perubahan tersebut membuatnya merasa aneh. Ia tak tahu sampai kapan mereka akan terus seperti itu mengingat secara cepat atau lambat uang itu akan habis. Dan tentu mereka akan berubah kembali seperti sebelumnya karena frustasi.

Baru saja berjalan beberapa langkah tiba-tiba saja Mina dijemput oleh kakaknya karena harus menghadiri acara kerabatnya secara mendadak. Sedikit kecewa Viera mendengar Mina berpamitan dan melambaikan tangan dari dalam mobil berwarna putih. Ingin sekali ia pergi bersama orang lain ke kafe namun dengan siapa?. Selama ini ia hanya mengakrabkan diri dengan Mina saja.

Terpaksa ia membatalkan rencana pergi bersama ke kafe baru hari ini. Mungkin besok Mina masih memiliki waktu luang bersamanya sepulang sekolah. Semoga saja kedua orang tuanya masih mengijinkannya besok. Ia khawatir tiba-tiba saja besok sifat mereka kembali berubah seperti sebelumnya. Dan tentu ia harus menunggu entah sampai kapan mereka akan berbaik hati dengannya lagi.

Tak ingin membuang uangnya untuk membayar bus, ia memutuskan untuk tetap pulang berjalan kaki seperti biasa. Sedikit ia menengadah menatap langit yang mulai gelap. Mungkin tak lama lagi hujan akan turun membasahinya. Beruntung hari ini ia tak jadi pergi bersama Mina ke kafe. Sekarang adalah waktu yang memang belum tepat.

Karena ingin cepat sampai ke rumah, Viera berjalan memasuki gang sempit yang sering ia lewati. Tak seperti biasanya yang masih terdapat beberapa orang yang lewat bersamanya, kali ini benar-benar sepi. Hanya ada dirinya saja yang melewati gang ini. Hal itu membuat suasana menjadi sedikit aneh di tambah langit mendung. Hembusan angin semakin kencang menerpa rambut yang lepas dari ikatannya.

Perasaan aneh mulai menghinggapinya. Sontak kedua matanya mengedar melihat sekelilingnya. Ia tahu di sini tak ada seorang pun selain dirinya namun ia merasa diawasi. Nihil, di belakangnya pun tak ada orang. Dengan perasaan yang mulai campur aduk ia berjalan dengan tenang. Sebisa mungkin ia menetralkan perasaannya.

Masih dengan langkah kaki yang tenang ia kembali memikirkan sesuatu yang menyenangkan. Ia teringat Karin yang menawarkannya untuk pergi ke taman hiburan. Walaupun di umur remaja dan akan lulus sekolah, memangnya siapa yang tak berminat pergi ke tempat menyenangkan itu?. Seumur hidup ia tak pernah sekalipun menginjakkan kaki di sana. Hanya pernah menontonnya saja dari film di televisi.

"Eh?." Pekiknya tanpa sadar.

Di tengah lamunannya, tak sengaja ia menginjak paku kecil dan menembus sepatunya. Sontak ia terlonjak dan membuat tubuhnya limbung. Hampir saja ia terjatuh namun sebuah tangan melingkar di pinggangnya dan menahan tubuhnya. Masih belum mencerna kejadian barusan, ia terdiam beberapa detik sambil mengedipkan mata merasakan perih di telapak kaki.

Setelah menyadari sebuah tangan masih melingkar di pinggangnya ia kembali menegakkan tubuhnya dan berusaha untuk melepaskan tangan itu. Namun sulit sekali karena rengkuhan itu semakin mengerat dan membuatnya merasa sesak. Sambil menahan sakit di kakinya ia berusaha untuk menoleh ke samping melihat siapa yang tengah memeluknya dari belakang.

Angin hangat langsung menerpa sisi wajahnya ketika setengah menoleh. Detik selanjutnya sebuah dagu bertengger di pundaknya. Sedikit kaku Viera melirik wajah orang yang tengah bersandar di pundaknya. Seorang pria dengan topi hitam dan di cincin perak yang melingkar di daun telinganya tengah asik memeluknya erat sambil memejamkan mata. Terlihat jelas pria itu merasa nyaman dengan posisi mereka saat ini.

"Maaf, bisa lepaskan aku?." Ucap Viera dengan gugup.

Selain kakinya yang terpaku, ia juga terpaku dengan sisi wajah pria rupawan itu. Tak ada jawaban. Pria itu tak sedikit pun terganggu dengan ucapannya. Ia masih diam tak bergeming dengan posisi mereka.Tidak mungkin kan pria itu tertidur sambil memeluknya seperti ini. Beruntung gang ini sangat sepi. Tak ada yang perlu di khawatirkan jika saja ada orang lain yang melihatnya dengan tatapan aneh karena berpelukan lama di tempat umum seperti ini.

"Aduh kakak, kau mendengarku bukan?. Kakiku tertusuk paku, kakak malah membuatku sesak." Celetuk Viera sembari berusaha melepaskan pelukannya.

Sontak pria itu membuka matanya dengan cepat. Ia menatap balik Viera dengan tajam. Detik selanjutnya ia melepaskan pelukannya namun bukannya ingin menolong malah anehnya ia mendorong Viera hingga tersungkur di jalan. Pria itu berlari cepat keluar gang sebelum Viera melihatnya.

"Astaga!." Pekik Viera tanpa sadar saat ia tersungkur dan jatuh.

Ia menunduk melihat telapak tangan yang sedikit panas dan memerah karena bergesekan dengan bebatuan kecil. Ia menepuk kedua tangannya yang sedikit kotor lalu menoleh kebelakang dengan cepat. Nihil, pria itu sudah menghilang. Kedua alis Viera menyatu. Ia tak mengira pria itu hilang begitu saja. Apa pria itu kabur saat dirinya sibuk menatapi telapak tangannya tadi?.

Baru saja ia ingin protes sekaligus berterima kasih karena sempat menahan tubuhnya tadi agar tak jatuh, walaupun sekarang ia benar-benar mencium bumi dibuatnya. Pria itu berlari cepat sekali hingga keluar gang dalam beberapa detik saja. Pria yang aneh. Sempat ia melihat sisi wajah itu. Sangat familiar. Ia pernah melihat pria itu di kerumunan yang mengantri menaiki bus setiap ia pulang sekolah.

Masih di posisi duduk ia melihat sepatunya. Terlihat sebuah paku kecil sedikit berkarat setengah menancap di bawah. Tangan kanannya terulur meraih ujung paku itu dan mencabutnya. Setelah itu ia menghela nafas lega. Paku itu tak menancap dalam dan mungkin hanya membuat telapak kakinya sedikit tergores.

"Siapa yang membuang paku di tengah jalan gang sempit?. Kalau ada anak kecil bersepeda kan kasihan." Gerutunya dengan kesal.

Sebelum kembali berjalan, ia menyempatkan diri untuk kembali menoleh kebelakang memastikan pria itu tak terlihat lagi. Tak ada siapa pun, ia kembali berjalan santai sambil memperhatikan langkah kakinya. Ia tak ingin kembali menginjak paku di tengah pikiran yang berkecamuk. Paku itu, tak hanya membuatnya terkejut namun juga membuatnya terluka. Ia akan lebih berhati-hati dan tak melamun sembarangan.

Tak terlalu sakit dan tak membuatnya berjalan pincang seperti kecelakaan kemarin. Rasa sakit di lengan dan dahinya mengalahkan rasa sakit di jari-jari tangan dan luka baru di telapak kaki. Belum sembuh sepenuhnya, tubuhnya kembali mendapatkan luka. Dalam hati ia menggerutu kesal. Kenapa sedari kemarin ia selalu membuat tubuhnya terluka?. Hanya menggosok sepatu saja sudah membuat banyak goresan di jari-jari tangannya.

"Astaga pria tadi aneh sekali. Lain kali aku tak akan melewati gang ini ketika sepi." Ucap Viera sambil bergidik ngeri mengingat kejadian tadi.

Seumur hidup baru kali ini ia di peluk oleh pria asing. Bahkan pria itu menghilang begitu saja setelahnya. Pantas saja saat memasuki gang tadi ia merasa seperti tengah diawasi. Ia menduga pria itu adalah pria cabul yang mengawasinya dari balik tiang yang tak jauh di belakang sana. Mungkin saja karena sepi dan tak ada anak kecil yang bersepeda, ia menjadi sasaran empuk pria itu.

𝑺𝔱𝒂𝒚 𝒘𝔦𝔱𝔥 𝒎𝔢.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang