Bab 28.

123 13 0
                                    

Langit terlihat menggelap. Tebalnya awan gelap menyelimuti langit sepenuhnya. Hingga tak menyisakan celah untuk menampakkan matahari. Membuat pencahayaan di dalam kamar remang-remang. Sesekali cahaya dari kilatan petir yang menggurat di langit membuat kamar yang sebelumnya remang-remang sedikit terang beberapa detik.

Sama seperti hari-hari sebelumnya. Seperti hari dengan cuaca buruk yang di sukainya saat ini. Juga Davis yang entah pergi kemana tanpa dirinya lagi. Viera menghabiskan waktunya dengan duduk di samping jendela. Menatap cipratan air hujan yang membasahi kaca jendela. Menikmati suara gemercik air yang terdengar samar-samar.

Hawa dingin tentu terasa menusuk pori-pori kulit. Membuat tubuh sedikit menggigil. Alhasil, untuk menghangatkan tubuhnya, ia mengenakan pakaian yang lebih tebal dari pada biasanya. Selimut tebal dari tempat tidur ia bentangkan lebar-lebar dan menanggalkannya ke sandaran kursi kayu yang di duduki. Membuat punggungnya hangat ketika ia menyandarkan punggungnya.

Dengan mengandalkan pencahayaan dari jendela, sembari menikmati cuaca buruk hari ini, ia membaca buku yang Davis beli untuknya sepulang dari pusat kota pekan lalu. Pria itu membelikan enam buku untuknya hanya karena ia mengeluh ingin membaca buku baru. Dalam satu pekan ini, sudah ada dua buku yang ia baca. Dan buku yang ia baca saat ini adalah yang ketiga.

Tak fokus membaca buku yang masih terbuka di pangkuannya. Menatap dengan tatapan kosong pada buku itu. Pikirannya berkecamuk memikirkan hal lain. Dengan kedipan mata yang lemah, pandangannya beralih melihat jendela. Menatap bulir-bulir air hujan meluruh di balik kaca jendela.

Kembali ia menatap dengan tatapan kosong ketika kedua netra menangkap sesuatu yang aneh. Terlihat jelas seekor burung terbang di langit yang gelap. Namun, bukan itu yang membuatnya aneh. Tetapi, sebuah guratan aneh di gumpalan awan setelah petir bersusulan menyambar. Guratan itu sangat aneh, membuat retakan di langit hingga berlubang.

Jika saja bukan hanya dirinya yang melihat itu. Mungkin, beberapa detik kemudian fenomena aneh itu menjadi berita panas di televisi. Tatapan kosong beralih menjadi ekspresi wajah datar. Menatap lama guratan itu. Kemudian beralih menatap empat burung yang terbang melewatinya. Seperti dugaannya, tak terjadi apapun pada burung-burung itu setelah terbang melewatinya.

Menghela napas panjang. Ekspresi datarnya menunjukkan ia sudah terbiasa dengan hal-hal aneh yang ia lihat seperti saat ini. Akhir-akhir ini, hal-hal aneh terus terjadi padanya. Entah mata atau kejiwaannya yang salah. Hingga membuat dirinya ketika melihat sesuatu menjadi aneh. Seperti saat ini, ia melihat langit retak karena petir yang menyambar. Ia yakin hanya berhalusinasi.

Merunduk, pandangannya kembali jatuh pada buku di pangkuannya. Membaca kembali halaman sebelumnya. Tak menghiraukan keanehan yang terus datang menyapa. Mempermasalahkan dan panik adalah hal yang percuma jika orang lain tak melihat apa yang ia lihat. Mungkin, ia akan di anggap gila jika melakukan hal yang sia-sia itu.

Sssrakhh..

Membalik lembar halaman. Kali ini, suara lembaran di balik berasal dari dirinya. Suara gemercik air hujan tak membuat suara itu teredam. Gerak netra hazel miliknya yang menyusuri deretan kata terhenti. Kegiatan membaca buku kembali teralih. Bukan karena guratan di langit. Melainkan suara lain yang tertangkap indra pendengarannya.

"Bagaimana?." Suara seorang wanita terdengar samar-samar.

Sontak, Viera mengedarkan pandangannya. Menoleh ke segala arah mencari asal suara wanita itu yang terdengar begitu dekat. Di tengah hujan deras dan suara petir yang menyambar. Sangat mustahil jika suara wanita yang terdengar berbisik itu terdengar begitu dekat. Sangat dekat, seperti tengah berbincang dengan jarak beberapa meter saja. Hingga membuatnya sempat tersentak mendengarnya.

𝑺𝔱𝒂𝒚 𝒘𝔦𝔱𝔥 𝒎𝔢.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang