10.

111 46 40
                                    

Arwah



Rumah megah ini menjadi terasa seperti neraka.
Pertengkaran kuat antara ayah dan anaknya tak terhindarkan.
Keduanya memiliki sifat keras kepala.

Semenjak sore Hera sudah menemui ayahnya dan sejak itu pula pertengkaran hebat terjadi dan berlanjut hingga malam ini.

"memang nya kau tahu apa tentang mengurus anak?!! Aku ayah nya! Kamu hanya orang luar! Sama sekali tidak punya hak untuk melarangku bertemu dengan hyejin!!" suara sang ayah semakin meninggi.

"kau sendiri bagaimana? Apa yang kau lakukan padaku? Kau membesarkan ku dengan cara seperti itu!!! Apa kau pikir aku begitu bodoh?!!" Hera tak mau kalah.

Aku tak seberapa paham dengan permasalahan di keluarga ini. Baru kali ini aku melihat ayah Hera, dan baru kali ini juga aku benar benar melihat Hera ditelan amarah.

" dengar, keparat bangka. Jangan pernah sekali kali menyentuh hyejin. Bukan kah ini adalah kesepakatan sejak awal? Jangan memulai, atau aku benar benar akan membongkar nya"

"kau hanya bocah tengik berusia 18 tahun. Bisa apa?! Tahu apa tentang hal semacam itu?! Tidakkah itu sama saja membuka kebusukan mu juga?!! Ingat!!! Kau beruntung karena aku tidak langsung membunuhmu detik ini juga"

"jika bukan karena ibu mu, aku tak akan sudi membiarkan mu hidup" lanjut si ayah.

Ini sungguh mengerikan.
Pertengkaran yang benar benar mengerikan. Ini menyakitkan.
Aku pernah seperti ini...

Arghhh... Sakit.
Hera, kepala ku sakit.
Tolong....

"cih, kalau pun bukan karena hyejin. Sudah sejak dulu aku dengan rela hati mengakhiri hidup ku. Jadi tolong jangan merasa berjasa."



Hera, please help me.....










----------×××××--------

Son Hera

Tidak ada yang bisa dikatakan baik baik saja. Karena nyata nya aku tidak baik.

Bahkan aku membiarkan arwah itu tergeletak di depan pintu kerja si keparat.
Tolong...
Kali ini saja biarkan aku menghirup nafas paling menyesakkan dalam hidupku.

Aku bingung.
Saat aku memejamkan mata, seluruh hal buruk yang terjadi dalam hidup ku seperti kembali mengalir deras melewati sela sela memori ku.

Ketika membuka mata, semua yang terlihat olehku hanya fakta fakta yang menuntut ku agar segera diselesaikan.

Siapa aku?
Son Hera?
Itu bahkan bukan nama lahir ku.
Apa aku punya nama? Darimana aku berasal?

Panti asuhan tempat aku dibesarkan selama satu tahun itu pun bahkan tak mampu menjawab segudang pertanyaan yang sempat ku ajukan setahun terakhir.

"kami sungguh tidak tahu, yang kami tahu sore itu petugas negara dari perlindungan anak menyerahkan mu pada kami. Kamu adalah bayi murni yang sangat cantik. Begitu pun sekarang. Tuhan menitipkan mu pada kami selama setahun, sebelum akhirnya ada sepasang manusia berhati malaikat yang mengadopsi mu.  Son Hera juga nama pemberkatan dari mereka. Bersyukurlah, Hera."

"benar, jadi jangan permasalahkan apapun lagi, kamu hanya perlu menjalani hidup baru mu bersama mereka, orang tua yang menyayangimu"

Menyayangi katanya.
Pfffftt... Bolehkah aku mentertawakan semua itu?
Kenapa semua ini terasa sangat menggelikan dan memilukan disaat yang bersamaan?


Mencabuli ketika aku berusia 6 tahun, memaksaku 'melayani' mereka di usia 7 tahun, merekamnya dan mulai menyuruhku 'belajar' di usia 8 tahun, dan menjual 'hasil kerja' kami pada para petinggi bangsat.

Memuaskan 'pesanan' para pecandu pedofil melalui audiovisual. Menumpuk pundi pundi emas yang katanya akan menaikkan martabat kami?

Menanamkan pemahaman bahwa semua yang dilakukan adalah usaha demi meraih martabat? Demi menjaga kehormatan.
Menyisakan rongsokan jiwa yang menganga.

Pundi pundi itu kemudian mereka sulap menjadi gedung gedung resort mewah di berbagai negara di belahan dunia, tidak terkecuali dengan butik mewah langganan para wanita bangsawan di negara ini.

Oh tentu aku juga mendapat bagi hasil, sebagai 'tokoh utama' dalam kerja busuk mereka, sejumlah restoran fancy atas namaku telah tersebar di berbagai penjuru negeri ginseng ini.
Seperti inikah yang mereka sebut martabat?

Dan heran nya, kenapa justru semesta memilih pasangan bangsat itu sebagai orang tua kandung dari hyejin?
Apa sebenarnya kesalahan hyejin? Sampai semesta memilihkan orang tua seburuk itu?
Apa satu itu semesta sedang error?

Lalu kenapa juga semesta tak segera menjawab doaku? Tiap tiap malam yang kulalui, selalu terselip harapan bahwa malam ini malam yang terakhir.

Tapi nyatanya, aku tetap terbangun di waktu yang berbeda namun masih dalam neraka yang sama.
Seperti itu, selama belasan tahun ini.
Mungkin terlalu banyak yang mengharapkan hal serupa, hingga semesta lupa mendengar harapku.

Hahahaha....
Semesta memang sedang sibuk. Jadi aku harus menyelesaikan semua sendiri.
Mulai dari hyejin.
Dua keparat.
Terakhir, arwah sialan itu.

Mungkin setelah itu, aku bisa damai.

"Hera? Kau baik baik saja?" suara itu lagi.

"menurut mu?"

"aku bisa mendengarkan"

"aku tidak butuh pendengar."

"tapi.."

"Diamlah. Aku yang manusia saja tak mampu, apa setan seperti mu mampu?"

Keheningan tercipta, dan aku langsung duduk tegak setelah menyadari sesuatu.

"kamu pingsan?"

"mungkin."

"apa yang dirasakan?"

"sakit, sakit sekali. Kepala ku sakit."

"kamu ingat sesuatu?"
Jawabannya hanya gelengan lemah.

"pertengkaran tadi terlalu mengerikan buatku. Mungkin itu sebab nya"

"aku tidak menyuruhmu menguping. Salah sendiri"

"aku khawatir"

"tidak perlu. Aku bisa sendiri."

"tapi..."

"kamu saja masih menggantungkan hidupmu padaku, jadi jangan berpikir bahwa aku akan berbagi beban dengan mu, bodoh"

Entah sejak kapan arwah ini jadi begitu percaya diri, memang apa yang bisa dia lakukan? Mencapai kehidupannya sendiri ia tidak bisa, mau mencoba meringankan beban ku? Huhh... Yang ada justru menambah segalanya.

Aku kembali merbahkan diri di kasur, mencoba setenang mungkin memejamkan mata.

Aku masih hidup, artinya aku masih punya kekuatan untuk mengendalikan semua.
Sekuat mungkin aku menepis semua memori masa kelam ku yang selalu nya muncul ketika aku terpejam.


Grepp

Dia duduk disamping tempat tidurku dan menggenggam erat tanganku.
"Tidur lah. Kamu pasti sangat lelah. Besok ada hari yang baru, pasti ada jalan baru. Aku tahu, kamu kuat. Makanya kamu hanya perlu istirahat, bukan menyerah."

"inilah kenapa, semesta menitipkan aku padamu. Pilihan semesta tak pernah salah. Hera, selamat malam."

Bersamaan dengan semakin erat jemari nya menyatu di tangan ku. Gelap yang tampak nya tak lagi menyeramkan menjemput ku.

--------×××××-------








Ini cincin ku, dan ini anakku.
Aku hanya mengambil kembali apa yang menjadi milikku.

Suara tangisan bayi mulai terdengar,

"ssstttt.. Ssstttt.. Anakku yang tampan. Siapa nama nya?
Yap.... Choi Beomgyu. Pendekar nya ibu, tenang yaa, sebentar lagi kita sampai"


OUR STORY- Choi Beomgyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang