"Aku tidak tahu harus bagaimana? Bahkan berharap pada seandainya pun semua sudah terjadi, kenapa terlalu menyakitkan hanya untuk bertahan bersama orang-orang yang begitu berharga untukku?"
🥀•••🥀
Hujan masih setia mengguyur kota Seoul, menjadikan malam semakin terasa dingin.
"Jisoo Unnie," Sosok gadis berambut blonde itu melangkah pelan, menghampiri sang kakak yang masih setia di depan laptop dengan secangkir Latte panas yang menemaninya. "Ayo kita makan bersama. Aku sudah memasak makanan kesukaanmu."
"Unnie, masih banyak pekerjaan. Kalian saja yang makan lebih dulu, Unnie akan menyusul nanti." Senyum itu masih terlihat sama. Begitu menenangkan namun di sisi lain juga begitu terlihat kerapuhan yang menyala di kedua matanya.
"Tidak. Kita akan makan bersama, jadi tolong tutup laptop Unnie untuk sementara. Aku yakin pekerjaan Unnie tetap akan selesai nanti, kita hanya makan sebentar saja. Ayo!"
"Chaeng..."
"Unnie,"
Chaeyoung menutup laptop Jisoo tanpa menerima penolakannya kembali. Dia tahu jika sang Kakak hanya berasalan untuk menghindari adik-adiknya. Ah, lebih tepatnya menghindar dari Jennie dan Lisa.
Dua adik kandungnya yang sampai sekarang begitu membencinya. Tidak pernah berhenti untuk menyalahkannya, bahkan yang lebih menyakitkan mereka berdua seolah menganggap jika Jisoo tak pernah ada. Tinggal bersama di atap rumah yang sama, nyatanya Jisoo takkan pernah terlihat di mata mereka.
Ck! Menyakitkan bukan jika kalian berada di posisi Jisoo?
"Gwenchana, Unnie. Ada aku, ayo." Beruntung, Jisoo masih memiliki Chaeyoung yang tetap menyayanginya.
Tidak peduli seberapa banyak dan seberapa besar orang-orang di luar sana membenci Kakaknya. Begitu juga pada Jennie dan Lisa yang begitu membenci Unnie-nya. Chaeyoung tidak akan sejengkalpun meninggalkan Jisoo, karena bagaimanapun Jisoo adalah kakaknya. Dia adalah pengganti Eomma dan Appa-nya yang sudah meninggal satu tahun yang lalu.
Lagi pula semua yang terjadi adalah takdir dari Tuhan, bukan kesalahan Jisoo seperti apa yang selama ini orang-orang pikirkan.
🥀•••🥀
"Unnie... kau mau ke mana?"
Jennie beranjak dari duduknya tepat saat Jisoo dan Chaeyong baru saja duduk di depan meja makan.
"Aku sudah selesai makan. Jadi aku akan pergi ke kamar untuk istirahat."
Chaeyoung menggeleng pelan menatap punggung Jennie yang semakin menjauh dan hilang di balik pintu kamar tidurnya yang mulai tertutup. Itu semua jelas kesengajaan yang dibuat oleh Jennie, dia tidak mau makan bersama Jisoo. Sekalipun mereka bisa makan bersama di satu meja itu, semua hanya keterpaksaan.
"Kau juga sudah selesai makan, Lisa-yaa?" Chaeyoung menatap pada adik kembarnya yang juga terlihat menyudahi makan malamnya.
"Hm. Aku sudah kenyang. Lagi pula aku begitu banyak tugas kuliah, jadi untuk apa harus berlama-lama di sini?" Lisa membalas tatapan Chaeyoung hingga melirik pelan pada Jisoo yang hanya diam sedari tadi.
Untuk kesekian kalinya hati Jisoo kembali terasa begitu sakit. Walaupun hanya untuk beberapa detik, Jisoo tidak bisa memungkiri jika tatapan si bungsu terlihat begitu menyakitkan di matanya.
Tangan Chaeyoung perlahan mengusap punggung Jisoo. Berusaha memberi kekuatan dan menenangkan hati Unnie-nya yang ia pikir pasti sedang tidak baik-baik saja.
"Unnie... ayo makan. Tenanglah, masih ada aku yang akan menemanimu makan di sini."
Kedua mata Jisoo memanas, menahan buliran air matanya yang siap terjatuh di hadapan Chaeyoung. Namun secepat itu pula Jisoo mengalihkan perhatiannya. Berpura-pula mengambil Sup yang ada di paling ujung yang begitu jauh dari jangkauannya.
"Sudah lama Unnie tidak makan Sup buatanmu, Chaeyoung-ah. Pasti rasanya sangat enak."
Chaeyoung tersenyum dengan anggukannya mengiyakan ucapan Jisoo. Entah kekuatan apa yang yang dimiliki olehnya hingga kakak tertuanya itu selalu mampu menyembunyikan kesedihannya.
Tapi bagi Chaeyoung itu semua justru begitu mengkhawatirkan. Bagaimana jika suatu saat nanti Jisoo tak lagi mampu menahan kesakitan dan kesedihannya selama ini? Apa yang akan terjadi jika kapasitas yang selama ini berusaha Jisoo tampung tak lagi bisa memuatnya?
"Chaeyoung-ah... kenapa kau tidak makan? Kau sedari tadi menatap Unnie terus? Apa ada yang salah?"
"Aniya, aku hanya senang saja melihat Unnie begitu menikmati masakanku."
Jisoo kembali tersenyum lembut. "Jelas saja Unnie sangat menikmatinya, rasanya sudah sangat lama Unnie tidak makan masakanmu."
"Itu karena Unnie jarang di rumah. Unnie selalu saja sibuk di Kantor, pasti selama ini Unnie makan makanan luar yang belum tentu sehat untuk tubuh Unnie." Chaeyoung begitu fasih menasehati Unnie-nya yang hanya tertawa pelan di hadapannya.
"Unnie, tolong jaga kesehatanmu. Jangan bekerja terlalu keras, dan juga... kau harus mengutamakan kebahagianmu." Chaeyoung menggenggam erat tangan Jisoo, membuat Unnie-nya kembali tersenyum ke arahnya untuk kesekian kali.
"Selama kau selalu ada untuk Unnie. Aku akan selalu baik-baik saja, Chaeyoung-ah." Jisoo mengusap hangat pipi Chaeyoung.
"Aku janji, aku akan selalu ada untuk Unnie. Aku akan selalu mendukung Unnie-ku yang terbaik ini."
"Terimakasih,"
Chaeyoung mengangguk dalam pelukan Jisoo. Saling menyalurkan kekuatan satu sama lain, diam-diam juga mereka memiliki harapan yang sama. Berharap waktu segera menyatukan mereka kembali tanpa ada rasa benci, bersalah, ataupun saling merasa kehilangan satu sama lain.
Seperti sekarang yang tengah mereka rasakan. Semua itu terasa begitu menyakitkan.
To be Continued!
°Revisi
▪︎ 6 Feb 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay, Please ✔ [ ▪︎E N D I N G ]
Fanfiction🥀°°° Waktu berjalan seolah hanya rasa sakit yang di dapat dari masing-masing mereka berempat. Ego, rasa bersalah, penyesalan, atau bahkan paling tersakiti dan dilupakan. "Aku seolah menunggu suatu hari nanti, tentang bahagia yang entah kenapa teras...