"Hei, apa kabar?"
Sebuket mawar putih yang tampak begitu cantik laki-laki itu letakkan pelan pada sandaran batu nisan yang kini diusapnya pelan. Seulas senyum terlihat begitu jelas menghias wajah tampannya, namun terlihat juga getaran senyum yang tengah menahan rasa kesedihan. Bahkan kedua mata sabitnya terlihat jelas menahan butiran air mata yang tampak ingin meluruh.
"Tiga bulan. Em- rasanya baru kemaren aku memiliki pasien yang sangat keras kepala sepertimu. Tapi sekarang, kau bahkan sudah tertidur dalam damai."
Sehun teramat mengenang Jisoo. Segala tingkah, sifat, dan kepribadian gadis itu sangat melekat dalam jiwanya. Mengenalnya terlalu baik membuat Sehun ikut merasakan sulit yang teramat menyiksa saat harus merelakannya pergi. Gadis keras kepala itu memang sangat pandai membuat siapapun jatuh hati hingga patah tak tersisa seperti apa yang tengah Sehun rasakan setelah kepergiannya.
"Kau bahkan tidak memberikanku kesempatan untuk mengatakan hal penting yang selama ini aku simpan untukmu.
Air mata Sehun pada akhirnya luruh. Pecah sempurna diatas batu nisan bertuliskan sebaris nama terindah yang selalu melekat dalam pikiran dan hatinya. Kelu rasanya untuk berucap, Jisoo benar-benar mematahkan hatinya hingga serapuh itu, bahkan di balik gagahnya jas putih yang senantiasa melekat pada tubuh Sehun.
"Apa yang ingin kau katakan?"
Sehun mengulum senyum. Sulit untuk berucap jika sudah berhadapan dengan Jisoo, sosok cerewet yang dominan dengan keras kepalanya
"Kau hanya membuang waktuku jika hanya diam membisu seperti itu."
Sehun kembali tersenyum. Wajah pucat Jisoo bahkan tetap menampakkan seraut lucunya jika tengah memasang wajah jutek seperti yang tengah dilihatnya sekarang.
"Apa sedikit saja kau tidak bisa bersikap lembut padaku?"
Jisoo terdiam setelah mendengar kalimat itu. Menatap lama pada Sehun yang tersenyum bahkan sangat hangat tepat di hadapannya. Laki-laki itu mulai duduk pada bangku taman rumah sakit tepat di samping dirinya yang tengah duduk pada kursi roda.
"Em- aku tahu jika kau bahkan masih sangat marah dengan keputusanku lima tahun yang lalu."
Sehun memilih melanjutkan kuliahnya di Paris untuk gelar Dokter. Mengingat dengan jelas bagaimana beratnya saat berpamitan pada Jisoo yang jelas saat itu tengah bertengkar kecil dengannya. Ingin rasanya memeluk gadis itu dan berpamitan dengan baik-baik, namun kemarahn Jisoo siapa yang akan bisa mengendalikannya jika bukan gadis itu sendiri. Sehun bahkan tidak memiliki keberanian untuk berucap.
"Bukan salahku... kau sendiri yang bahkan tidak sedikitpun pamit padaku."
Jisoo jadi mengingat bagaimana galaunya gadis itu saat Irene mengatakan jika Sehun telah melakukan penerbangan ke Paris untuk melanjutkan kuliah di sana. Bahkan menangis semalaman yang jika mengingatnya menjadikan dirinya gadis yang sangat bodoh karena melakukan hal itu untuk sosok laki-laki seperti Sehun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay, Please ✔ [ ▪︎E N D I N G ]
Fanfiction🥀°°° Waktu berjalan seolah hanya rasa sakit yang di dapat dari masing-masing mereka berempat. Ego, rasa bersalah, penyesalan, atau bahkan paling tersakiti dan dilupakan. "Aku seolah menunggu suatu hari nanti, tentang bahagia yang entah kenapa teras...