Lisa tidak berhenti menatap pada Jisoo yang kembali terbaring di brankar rumah sakit. Kenyataan pahit yang kembali harus dia terima dalam pemberontakan hati yang sampai kapan pun akan tetap menolak. Rasanya baru kemaren Jisoo memeluknya penuh kehangatan, membuatnya tertawa saat tengah memasak bersama, penuh dengan energi positif yang bahkan tidak memperlihatkan kesakitannya sama sekali. Tapi lagi-lagi Jisoo memang terlalu pandai untuk menyembunyikan semua itu.
"Berapa kali harus aku katakan jika aku masih sangat membutuhkanmu, Unnie?"
Jisoo adalah separuh jiawanya, entah apa yang Lisa lakukan jika dia pergi nanti.
"Tidak ada satupun yang abadi di dunia ini, Lisa. Bahkan jika Unnie menginginkan untuk terus hidup, tidak mungkin Unnie akan tetap bersama dengan orang-orang yang Unnie sayang. Termasuk kau, Chaeyoung ataupun Jennie. Semua orang pasti akan tetap kehilangan tanpa mampu untuk menolaknya. Kau juga pasti tahu jika menetap di hati adalah sebuah kemungkinan, tapi untuk tetap berada di sisi itu semua adalah ketidak mungkinan."
Malam itu adalah waktu yang sangat Lisa ingat dalam memorinya. Terbaring dengan kepala yang dia letakkan pada paha Jisoo, merasakan usapan tangan hangat sang Kakak yang terus mengusap halus rambut coklatnya. Hal yang paling disukainya adalah saat Jisoo benar-benar memanjankannya seperti saat itu.
"Unnie, apa rasanya sangat berat jika tetap bertahan bersama kami? Aku terlalu takut untuk kehilanganmu." Lisa meraih tangan Jisoo untuk digenggamnya, menciuminya berulang kali hingga tetesan air mata Jisoo mendarat pada pipinya.
"Dulu saat kau dan Jennie masih memusuhi Unnie, rasanya terlalu berat untuk tetap bertahan. Tapi sekarang setelah Unnie kembali dalam pelukan hangat kalian, rasanya jauh lebih baik untuk tetap bertahan."
"Unnie bisa berbagi denganku, Chaeyoung ataupun Jennie Unnie, jika rasanya memang sangat berat."
Jisoo mengulas senyumnya. "Kalaupun Unnie bisa berbagi semua itu pada kalian bertiga, Unnie tetap akan memilih untuk merasakannya sendiri."
Lisa tahu jika jawaban itu yang akan Jisoo ucapkan. Sampai kapanpun dia tidak akan pernah mau untuk berbagi kesakitannya. Ketiga adiknya terlalu berharga, meskipun meninggalkan mereka adalah sebuah beban yang juga harus Jisoo tanggung. Namun jauh lebih baik untuk mengorbankan dirinya dari pada harus mengorbankan adik-adiknya.
"Aku sempat kehilangan arah saat Eomma dan Appa pergi untuk selamanya. Jika aku harus kembali kehilangan, terlebih itu adalah Kau— Jisoo Unnie... ke arah mana lagi aku akan berjalan?"
Lisa sampai tertidur dengan derai air mata yang mengalir di samping bangkar Jisoo. Bahkan sesenggukan dengan tangan yang tetap melingkar pada tubuh Jisoo yang masih tak sadarkan diri.
🥀•••🥀
Jennie mengerahkan semua tenaga dan pikirannya untuk segera menyelesaikan permasalahan Perusahaan. Dia sudah berjanji pada Jisoo untuk memperbaiki semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay, Please ✔ [ ▪︎E N D I N G ]
Fanfiction🥀°°° Waktu berjalan seolah hanya rasa sakit yang di dapat dari masing-masing mereka berempat. Ego, rasa bersalah, penyesalan, atau bahkan paling tersakiti dan dilupakan. "Aku seolah menunggu suatu hari nanti, tentang bahagia yang entah kenapa teras...