"Kau masih ingat pulang juga?"
Jisoo baru saja sampai. Setelah membuka pintu depan Jennie langsung menyambutnya. Tidak seperti biasanya, larut malam seperti ini Jennie masih terjaga.
"Kau belum tidur, Jennie-ya?"
"Tidak penting kau bertanya soal itu kepadaku. Jawab saja pertanyaanku tadi, kau masih ingat untuk pulang?"
Jennie sebenarnya malas untuk berdebat dengan Jisoo. Tapi dia benar-benar sudah membuatnya menahan rasa marah, khawatir dan sebal menjadi satu. Apa sekali saja dia tidak bisa membuatnya tenang?
"Maaf jika aku membuat kalian khawatir, atau kesusahan untuk menghubungiku. Ada pertemuan penting di luar kota yang harus aku hadiri."
Sebisa mungkin Jisoo berusaha untuk menahan kondisinya yang memang masih belum seutuhnya pulih. Bahkan untuk bersuara saja dadanya masih terasa begitu sesak. Benar-benar sangat menyiksanya.
"Setidaknya kau bisa kan mengangkat telpon dari Chaeyoung. Dia sangat mengkhawatirkanmu, apa susahnya meninggalkan pekerjaanmu sebentar saja untuk memberi kabar padanya? Kau selalu saja bersikap seolah pekerjaanmu itu lebih penting daripada adik-adikmu sendiri."
Jisoo tersenyum miris mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Jennie. Terasa menyakitkan namun sebisa mungkin ia harus tetap menahannya. Lagi pula ini semua memang salahnya, dia selalu tidak bisa mengendalikan apapun. Sebaliknya hanya membuat orang lain kesusahan karenanya.
"Aku benar-benar minta maaf, handphone-ku tertinggal di dalam mobil saat Chaeyoung meneleponku. Bateraiku—"
"Bateraimu habis saat kau berusaha untuk balik menghubungi Chaeyoung. Ck!"
Jennie hanya tertawa miris pada Jisoo. Alasan itu sangat mudah untuk di tebaknya, apa Jisoo tidak memiliki alasan lain yang bisa untuk diterimanya. Semua itu semakin membuat Jennie tidak percaya dengannya.
"Lain kali kau harus membuat alasan yang lebih bagus untuk bisa diterima." Jennie menggeleng pelan di hadapan Jisoo. "Kau masih tidak berubahah, selalu mementingkan orang lain, bahkan pekerjaan kantormu daripada adik-adikmu sendiri."
Jemari Jisoo menggenggam erat tas kantornya saat menatap pada punggung Jennie yang kini berlalu meninggalkannya. Bahkan dia tidak mempedulikan rasa sakit di punggung tangannya yang terluka karena infus rumah sakit.
Jisoo menjatuhkan tubuhnya pada sofa ruang tengah. Menyembunyikan wajahnya dalam tangkupan kedua tangannya sediri. Meredam tangis yang ternyata tak mampu untuk di tahannya agar tidak keluar. Dia kembali menangis sesenggukan dalam kesendirian. Benar-benar tidak ada yang memeluknya untuk meredakan sakit yang dia rasakan selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay, Please ✔ [ ▪︎E N D I N G ]
Fanfiction🥀°°° Waktu berjalan seolah hanya rasa sakit yang di dapat dari masing-masing mereka berempat. Ego, rasa bersalah, penyesalan, atau bahkan paling tersakiti dan dilupakan. "Aku seolah menunggu suatu hari nanti, tentang bahagia yang entah kenapa teras...