POV Leo:
Saya Paul Leo William
Memikirkan kai menjadi rutinitas saya 3 Minggu belakangan ini
.
.
.Kai mulai rileks saat berkomunikasi dengan saya. Good boy.
Sorry langkah saya terlalu cepat mendekati kamu.
Mobilnya masih mengikuti laju mobil saya. Dia sudah banyak tawa ketika dinner.
Setelah kegagalan rumah tangga 9 tahun silam, saya memutuskan untuk tidak jatuh cinta. Tidak kepada perempuan bahkan laki laki.
Keputusan saya mutlak, hanya having fun satu malam. Hingga saya bertemu,
Kai.
Anak remaja simple yang sedikit bicara. Paras dan fisik nya jauh dari imajinasi liarku dan partner sex yang lalu lalu. But.....
Aura introvertnya cukup menggoda penglihatan saya. Dia lihai berpartner kerja dengan tim yang sudah berpengalaman. Seperti sudah terbiasa berhadapan dengan banyak orang di dunia kerja.
Dari awal niatku hanya mencari bonus.
“Siapa tau dia gampangan juga hahaa”
Berbeda. Pemikiran nya rumit meski sikapnya sangat simple.
Tidak malu malu tapi tegas menolak saya.
Sexi!! Setiap tindakan nya sexi!! I like it!!
.
.
“Mba, laundry atas nama Leo sudah jadi?” Tanya saya ke receptionis hotel, Kai anteng di sebelah saya“Tunggu sebentar pak,”
Kai ngalamun lagi, entah otak kecilnya sedang overthinking apa lagi.
“Ini pak, mau bill sekarang atau check out?”
“Sekarang aja, sekalian saya masukin laundry lagi, ini besok jam 10 dipakai mba” masukin semua belanjaan kai tadi karena kotor masih baru
“Pak, lah kog smua, saya tidur pake ini?” Sambil nunjuk kaos yang dia kenakan.
Saya kasi tunjuk laundryan yang baru selesai ke Kai, saya sudah siapkan 2 set baju ganti dan siap pakai. sudah dicuci, saya beli di Jakarta, karena saya liat brand baju nya beberapa kali yang dia pakai hanya ada di jakarta: gucci, Prada dan sepatu dr.marteens. Saya tebak dia orang mampu.
Lumayan gak pede saat belikan dia Uniqlo. But...
Why?
Di Solo dia kerja yang hasilnya tidak seberapa.Kai, are you okey?
Pertanyaan saya banyak tentang anak remaja ini.
Semua yang dia gunakan tidak masuk di akal pikiran saya.
Memang tidak semua yang dia kenakan adalah barang mahal, tapi 60% branded.
.
.
.Kai mengubah pendiriannya, dia memilih untuk tidur satu kamar dengan saya.
Biar saja dia berperang dengan pikirannya sendiri haha. I like it!
Sungguh, tidak ada dibenak saya untuk melakukan hal tidak pantas ke anak kecil baru lulus SMA ini. Meski kalaupun dia tergoda ya saya ladeni.
Selama pertemuan di Solo, saya lebih tertarik memahami pemikiran dan sifat Kai.
Kai mandi, saya sibuk ngecharge hape dan laptop miliknya, besok dia pakai Jadi harus full.
“Pak, saya tidur dimana?”
Kenapa lagi dia ini...
“Kasur lah, apa yang kamu pikirkan? Saya ga beli kondom dan lubricant oke!” Harus di frontal kan memang biar ga overthinking terus.
“Ishhh!! Takut ganggu maksudnya kalo sekasur” alibi Kai
“Kamu kalau tidur bawa sesajen? Ada sesembahan dulu atau apa?”
“Enggak ishhhh!”
Dia lucu, menggemaskan. Seperti biasanya.
“Pak. Saya nyalain tivi boleh?”
“Iya sana”
giliranku untuk mandi. Kai anteng nonton tivi rebahan di kasur.
Sebenarnya ini bukan moment yang bagus, bukan situasi yang saya mau. Niat saya memang mau booking 1 kamar buat kai, tapi entah pikiran apa yang buat Kai menolak kamar sendiri.
Selesai mandi berendam saya berniat untuk duduk di balkon sembari cek pekerjaan.
Tapi Kai sedang melakukan itu. Hal yang sama seperti yang saya rencanakan.
Punggung kecilnya terlihat tenang dan fokus. Saya ambil 2 botol teh sosro dan buah potong dari kulkas, saya bawa ke meja balkon sekalian laptop dan hape.
Kita melanjutkan pekerjaan masing-masing dalam diam.
Pastinya dengan beberapa kali saya curi pandang ke arah Kai.
Dia indah.
Wajar serius nya sexi.
🤒🤒🤒🤒🤒
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tak Sempurna (End)
RandomHanya tentang aku dan abang. Yang setiap hari belajar cara memahami satu sama lain. Berusaha menurunkan ego masing masing. Dan bersikap sedikit lebih baik dari hari kemarin untuk satu sama lain. Bukan cerita yang indah setiap harinya. Kisah yang jau...