"Siapkan dirimu seminggu lagi kita akan menikah!" Ucapan Januar bukan merupakan ajakan namun perintah. Di dalam hati Karin ia merasa begitu senang karena akan menikah dengan orang yang dia cintai tapi di sisi lain juga Karin takut dengan apa yang akan ia dapatkan ketika menjadi istri seorang Januar.
"Kamu memang licik Karin, saya tau kamu sengaja membiarkan diri kamu hamil"
Mendengar penuturan Januar membuat Karin menggeleng keras, dia benar-benar tidak seperti yang dipikirkan Januar, dia bahkan rutin mengkonsumsi obat yang di berikan untuknya.
"Istirahat yang cukup karena bagaimana pun kamu sedang mengandung darah daging saya, kalau sampai dia kenapa-napa karena kecerobohan kamu, kamu tau akibatnya" setelah mengucapkan ancamannya Januar pun keluar dari ruangan Karin dengan sedikit tertatih akibat pukulan ayahnya. Sementara Karin hanya bisa menunduk dan kembali terisak.
Diluar Januar bertemu dengan Ibu juga teman-temannya yang menunggu dengan wajah cemas.
"Gimana? Kapan kalian nikah?"
Pertanyaan ibunya membuatnya memutar bola mata sebal dan mengehmbuskan napas lelah.
"Minggu depan, aku akan persiapkan semua ibu fokus jagain Yuna aja" jawabnya lalu berjalan menjauh meninggalkan semua orang yang ada di sana.
*****
Jinan saat ini sendirian di ruangan Yuna karena semua orang sudah pulang. Lelaki itu duduk dengan kepalanya menempel ke Ranjang. Rasa kantuk menyerangnya sehingga membuatnya tertidur di sisi ranjang Yuna dan membuatnya tidak menyadari bahwa istrinya telah sadar.Yuna yang sudah bangun sepenuhnya pun langsung memegangi perut ratanya dan menatap sekeliling mencari apakah ada box namun nihil ruangan itu hanya berisi dirinya juga suaminya.
"Aku gagal lagi yaa?" Tanya entah pada siapa sambil memegangi perut ratanya. Yuna juga menatap wajah lelah Jinan yang tertidur lelap. Tangannya terulur untuk mengusap lembut rambut Jinan membuat lelaki itu terganggu dan terbangun.
"Sayang, akhirnya kamu bangun aku panggilin dokter dulu yaa" ucapnya lalu berlalu keluar dan tak lama dokter juga perawat masuk ke dalam. Dokter memeriksakan keadaan Yuna dan memberikan beberapa suntikan.
"Jika ada keluhan bisa langsung panggil saya yaa" ucap dokter itu lalu bersiap keluar.
"Dokter..." panggil Yuna
"Kenapa sayang ada yang sakit?" Tanya Jinan khawatir dan Yuan pun menggeleng."Saya masih bisa hamil kan?" Pertanyaan itu membuat Jinan diam mematung.
"Untuk itu nanti bisa kita bicarakan, untuk saat ini ibu fokus untuk penyembuhan dulu" jawab dokter lalu pamit keluar. Setelah mengantarkan dokter Jinan langsung masuk dan melihat Yuna menatap kosong ke atap.
"Maafin aku mas" ucapnya lalu air mata mengalir dari sudut matanya. "Dua kali aku gagal jagain anak kita" Jinan menggeleng lalu menghapus air mata istrinya.
"Bukan salah kamu, ini udah takdir Yun. Aku yakin Tuhan lagi nyiapin hal Indah buat kita"
"Tapi Mas.." Ucapan Yuna berhenti saat Jinan langsung mendekapnya erat. Isakan mulai terdengar dari bibir mungilnya membuat dada Jinan sesak. Lelaki itu sangat mengerti bagaimana perasaan istrinya sekarang.
"Nangis aja, gak papa" ucapnya masih mendekap Yuna yang posisinya memang masih berbaring.
*****
Beberapa hari kemuadian"Rin lo udah siap buat fitting baju?" Tanya Yuna saat masuk ke kamar Karin yang sedang merapikan rambutnya. Setelah keluar dari rumah sakit, Karin dan adiknya kini tinggal di rumah Jinan dan Yuna selain agar Januar tidak bisa macam-macam pada Karin juga agar gadis itu bisa menemani Yuna yang memang masih dalam proses penyembuhan.
"Iya bentar lagi"
"Lena gimana? Masih di rumah sakit yaa?" Tanya Yuna "gak, dia lagi ke rumah temennya di Bandung sekalian ngunjungin makan mama papa"
"Gak papa dia sendiri?"
"Gak sendiri kok ada Bara yang temenin dia""Bara itu pacar nya Lena ya?"
"Bukan mereka temenan udah dari SD, dari dulu emang udah bareng-bareng"Mendengar jawaban Karin Yuna hanya mengangguk-angguk mengerti. Setelah selesai menata rambutnya Karin pun berdiri membuat Yuna yang duduk di pinggir ranjang pun ikut berdiri.
"Udah nih yuk"
Keduanya berjalan keluar dan mendapati Jinan yang duduk di depan TV dengan setelan santainya. Lelaki itu melihat ke arah Yuna dan Karin yang sudah terlihat rapih.
"Udah mau berangkat?"
"Iyaa, mas kalo mau makan panasin lauk di kulkas aja yaa, kayaknya bakal lama soalnya mau jalan juga bareng Ninda" ucap Yuna"Kamu gak papa nyetir sendiri?"
"Iyaa, yang nyetir juga nanti Karin sama Ninda kok"
"Yaudah hati-hati yaa" ucap Jinan lalu mengecup singkat kening Yuna sebelum istrinya keluar bersama Karin.Ninda sudah menunggu di butik milik mertuanya bersama dengan Reksa, perempuan itu pun sudah memilih beberapa baju yang nantinya akan di pilih Karin bersamaan dengan Januar.
Pintu butik berbunyi menampilkan Januar juga Charliee disana. Kedua lelaki itu berjalan mendekati tempat Ninda membuat perempuan itu melemparkan senyum hangat pada keduanya.
"Karin belum dateng?" Tanya Charliee
"Katanya udah deket sih" jawabnya "Oh iya kak Jaja cobain deh itu beberapa setelan yang udah aku pilih" ucap Ninda dan tanpa menjawab Januar pun mengambil beberapa setelan tadi lalu masuk ke kamar ganti."Jadi jalan bareng Yuna sama Karin?" Ninda mengangguk sebagai jawaban.
"Yaudah nanti Reksa biar sama aku aja" ucap Charliee namun Ninda menggeleng "Yuna minta Reksa di bawa, lagian kita jalan ke mall aja kok jadi gak masalah kalo Reksa ikut" Balas Ninda
Lalu suara pintu kembali terdengar membuat pasangan itu berbalik dan melihat Yuna dan Karin yang berjalan mendekat. Yuna dengan senyum cerahnya pun langsung menghampiri Ninda dan mengambil alih Reksa ke dalam gendongannya.
"Hallo baby, kabarnya gimana?" Tanya Yuna sambil memeluk gemas Reksa dalam gendongannya membuat bayi tersebut bergerak tidak tenang.
"Ya Tuhan, Yun remuk nanti anak gue" ucap Charliee namun Yuna hanya memamerkan giginya dan kembali mendekap Reksa gemas.
"Rin lo cobain aja itu baju-baju nya, gue udah pilihin yang paling bagus" ucap Ninda lalu mengarahkan Karin menuju ruang ganti. Setelah perempuan itu menghilang di balik tirai ketiga orang itu pun kembali bermain dengan bayi Reksa sambil menunggu kedua calon mempelai selesai mencoba baju pengantin mereka.
*****
Lunalim_