52. Haru Biru

2.6K 263 65
                                    

Baru membuka pintu, Mentari langsung terkejut dengan keberadaan Danu.

"Lho? Kok ke sini nggak bilang-bilang dulu?" tanya Mentari penasaran sekali dengan kedatangan Danu.

"Emang kenapa? Nggak boleh?"

Mendapat balasan ketus seperti itu, Mentari langsung mendengus sebal sekali pada Danu.

"Ya bukan nggak boleh."

"Terus?"

"Kalau bilang dulu, aku kan jadi bisa siap-siap."

"Siap-siap buat apa? Emang kamu mau ngapain kalau aku datang?"

Mentari lekas menutup kedua matanya, mencoba menahan sekuat tenaga setiap dengusan sengit yang sebenarnya sudah ingin sekali Mentari lontarkan pada calon suaminya.

"Udah lah. Pagi-pagi nggak usah ngajak ribut. Mau apa Kakak ke sini pagi-pagi? Tumben banget."

Danu diam saja. Dan akhirnya menyingkirkan tubuh tegapnya, supaya dua orang perempuan berbeda usia yang sejak tadi sedang bersembunyi di belakang Danu, lekas menunjukan keberadaannya.

"Mereka yang mau ketemu kamu. Aku si cuma nganter aja."

Melihat siapa yang kini sudah tersenyum dan melambaikan kedua tangan mereka, Mentari langsung mengembangkan senyum bahagianya.

"Mama. Lala."

"Halo, sayang." Nyonya Hesti yang terlebih dahulu memberikan sapaan.

"Mama!" juga teriakan begitu melengking dari Lala yang kini sudah menubruk kedua kaki Mentari dengan pelukan eratnya.

"Mama sama Lala datang ke sini, kok nggak kasih kabar dulu sama Tari?"

Nyonya Hesti dan Lala belum sampai mengutarakan jawaban mereka. Tapi Danu sudah terlebih dahulu membuka suara.

"Tuh, Ma. Nggak boleh datang pagi-pagi. Jadi ayo, balik dulu aja. Pulang. Nanti siang atau sore, baru kita balik lagi ke sini."

Mentari lekas mendelikan kedua matanya. Sebagai tanda tak terima dengan tuduhan yang baru saja Danu layangkan untuknya.

"Nggak ada yang bilang kaya gitu ya, Kak. Nggak usah ngaco deh. Bukannya nggak boleh atau aku nggak mau" protes Mentari pada Danu.

Melihat Danu yang ingin kembali menggoda Mentari, Nyonya Hesti lekas bergerak cepat untuk memberikan cubitan gemasnya pada putra tampannya yang memang terkadang bisa jahil sekali.

"Kamu tuh emang gitu deh. Kalau ketemu Tari, ada aja ledekannya. Pancing terus. Debat terus. Padahal sebenarnya kangen, tapi malah mancing keributan terus."

"Iya tuh, Ma. Marahin aja. Soalnya jahilnya Kakak emang nggak ilang-ilang." Dukung Mentari begitu senang, karena merasa sedang mendapat pembelaan.

"Udah lah. Kalian emang sukanya sekongkol kalau mau lawan aku. Curang. Mainnya keroyokan," dengus Danu diiringi kekehan.

Nyonya Hesti mengabaikan Danu dan semua kalimat godaannya. Lalu lebih memilih untuk tersenyum pada Mentari dan memberikan pelukan hangatnya.

"Udah. Nggak usah pusingin ocehannya Danu. Dia emang suka banget kaya gitu. Sebenarnya sayang banget. Sering kangen. Tapi gengsinya juga gedenya nggak ketulungan. Jadi maklumin aja ya, sayang. Orang ganteng emang suka songong."

Memberikan balasan pelukan erat yang serupa, Mentari juga menunjukan anggukan kepalanya.

"Iya, Ma. Tari emang harus sabar banget pokoknya. Kaya lagi latihan militer kalau berhadapan sama Kakak. Soalnya nggak boleh lengah."

Terkekeh bersama, akhirnya Mentari menundukan kepalanya, dan menggandeng tangan kecil Lala.

"Ayo, sayang. Masuk dulu. Barusan, Mama habis buat bubur mutiara. Lala mau nggak?"

Serigala Berhati Domba ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang