16. Ulang Tahun

5.5K 443 51
                                    

Sebuah tepukan cukup keras mendarat di pantat pria tampan yang masih terlelap dalam tidurnya.

Merasakan rasa panas di bekas tabokannya, yang diganggu waktu tidurnya langsung mengerang dan meraih sebuah bantal untuk menutupi wajahnya.

"Ma. Pagi-pagi jangan mancing aku buat berantem deh."

Kikikan geli langsung terdengar.

"Kok tahu kalau ini Mama?"

"Ya soalnya pedesnya udah langsung kerasa."

Maka tentu saja, tepukan kembali Danu terima. Dari tangan kanan Nyonya Hesti yang kini jadi ikut tertelungkup di atas tempat tidur besar singgasana nyaman milik putra tunggalnya.

"Bangun, Dan."

Danu semakin menutupi bagian wajahnya. Dan mencoba untuk bisa segera menyingkirkan Nyonya Hesti dari sisinya.

"Jangan ganggu aku, Ma. Please. Aku masih mau tidur sekarang. Ngantuk."

"Mama pelintir ya putingmu kalau nggak mau bangun juga."

Maka itu ancaman yang membuat Danu segera membuka kedua matanya.

"Ancamannya nggak usah gitu terus deh, Ma. Mama kira dipelintir kaya gitu nggak sakit apa?"

Mendengus setelah duduk di atas tempat tidurnya, Danu segera menutupi bagian dada telanjangnya. Menghalau serangan tiba-tiba yang bisa saja Nyonya Hesti berikan dengan jari-jemari lentiknya.

Sang Nyonya Besar juga segera ikut duduk supaya bisa berhadapan dengan putra tampannya. Kemudian memberikan tepukan pelan pada dada bidang Danu yang mempunyai kebiasaan tak mengenakan pakaian atas dalam tidur malamnya.

"Ya kamu si. Kebiasaan banget deh. Kalau tidur, pakai baju dong, Dan. Jangan telanjang terus kaya gitu."

"Aku nggak telanjang ya, Ma. Ini kan aku masih pakai celana."

Nyonya Hesti kembali melayangkan tepukan pelannya. "Ya ini. Tapi tetep aja disebut nggak pakai baju. Sok banget mau pamer body bagus ih."

"Yang penting, yang dipamerin kan memang bagus, Ma."

"Halah. Pokoknya pakai baju. Nggak usah pamer terus kaya gitu. Yang lihat juga belum ada. Kan kamu masih tidur sendirian. Belum ada istri yang bisa dipeluk atau diajak goyang."

Mendengar ledekan menyebalkan dari Mamanya, Danu kembali mengeluarkan dengusan sengitnya.

"Mama kalau ngomong pakai filter coba. Dan nggak usah pakai istilah goyang mulu. Telingaku bisa iritasi kalau denger soal itu terus."

Tawa bahagia langsung menggema di kamar Danu yang tak pernah mau dinyalakan lampu tidurnya. Gelap gulita. Seperti empunya yang masih saja menyimpan banyak sekali macam luka dan beban berat di bahunya. Yang sejak lama, Nyonya Hesti sudah selalu berusaha keras untuk mengaburkan semua bayang kelam itu dari diri putra tunggalnya. Tapi belum kunjung bisa, walau sang Ibu Tunggal Luar Biasa telah berusaha sekuat tenaga.

"Ayo bangun. Soalnya hari ini, putrimu ulang tahun."

Danu lekas mendesah dengan sangat malas.

"Nggak usah bikin aku repot deh, Ma. Ini masih pagi. Aku mau tidur. Jadi sana keluar. Cari kegiatan lain yang bisa buat Mama senang. Soalnya nanti aku masih harus berangkat kerja."

Baru saja ingin kembali memeluk guling besarnya, Danu sudah menggeram karena tepukan dari Mamanya. Yang rasanya, tetap saja cukup perih di bagian punggung Danu yang tak tertutupi apa-apa.

"Mama ih. Nggak usah nabok terus deh. Awas aja kalau sampai ada bekasnya. Kulaporin Mama sama Komnas Perlindungan Anak."

Nyonya Hesti tertawa. Dan jadi jahil sekali memeluk erat tubuh tegap putra tunggalnya.

Serigala Berhati Domba ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang