12

62.3K 4.4K 72
                                    


Hope u guys enjoy this story, don't copy my story please. Karena ini murni dari pemikiran Author ya.

Bila ada nama tokoh, latar, tempat, dan hal lain sebagainya itu bukanlah suatu hal yang disengaja.

Author juga meminta maaf untuk banyaknya kesalahan baik pada penulisan, tanda baca, dsb.

Jangan lupa bintang di pojok kiri dan komen dan komennya ygy :)

****

Hari ini adalah H-7 menjelang hari besar bagi Damaresh dan Nirmala.

Hari ini Nirmala akan datang ke kafe hanya untuk membagikan undangan dan juga izin untuk menjalankan adat prosesi, di mana biasanya calon pengantin tidak boleh meninggalkan rumah ketika mendekati hari pernikahan mereka.

Galendra berlagak menjadi kakek yang perhatian untuknya, jadi semalaman pria tua itu memberikan petuah pada Nirmala.

Nirmala membawakan udangan untuk teman-teman di kafenya, karena ia tidak begitu banyak memiliki teman maka ia hanya membawa undangan yang sudah lengkap dengan nama saja.

"Nih" Nirmala meletakan undangan itu di atas meja Kasir.

"Apaan tuh Mal?" Riko bertanya penasaran. Ia meletakan lap yang sedari tadi ia pakai untuk membersihkan mesin peracik kopi.

"Wah undangan!" Kamila berteriak sedikit heboh. "Mbak Mala mau nikah?... mas Riko gimana sih noh kalah start sama mbak Mala haha." Gadis itu tertawa mengejek.

"Kapan Lo pacarannya Mal? Udah main nikah aja ni anak. Lagian nikah sama siapa sih?" Riko membolak-balikan undangan itu.

"Iya nih mbak Mala, deket sama cowok aja nggak pernah deh perasaan."

"Ishh! Kalian tu ya, jangan gitu dong! Mentang Gue suhunya jomblo bukan berarti nggak punya jodoh ya." Sewot Nirmala. Enak saja teman-temannya itu seolah-olah sekali. Mereka berfikir kalo jomblo dari lahir bakalan jadi jomblo terus gitu? Hell No ya!

"Ishh, mana undangannya cakep banget lagi." Kamila berseru heboh.

Jelas, selera keluarga sultan merata elegan. Untuk urusan pernikahan Nirmala memang menyerahkannya kepada Galendra dan juga keluarga Damaresh.

Undangan itu berbentuk amplop dengan warna broken white. Lalu ketika di buka akan muncul selembar kartu undangan yang diberi lagi seutas pita dengan warna yang sama dengan amplopnya.

Lalu di belakang pita itu terdapat bunga edelwais yang tertempel sempurna karena di cap ala-ala kerajaan.

Dan bila tali itu di buka, maka kartu undangan itu akan melebar ke samping berisikan nama Nirmala dan Damaresh yang di cetak besar dan cantik dengan tinta emas di dalamnya.

Jujur saja Nirmala agak capek, Galendra selalu saja memprotes pilihan Nirmala.

Alasan pria tua itu terdiri dari berbagai macam. Mulai dari terlalu simpel lah, terlalu sederhana lah, tidak mewah sama sekali lah.

Nirmala sebenernya heran juga, sebenarnya yang menikah itu dirinya atau Galendra sih. Pria tua itu selalu saja ikut campur.

Masih ingat salah satu perkataan Galendra itu. Bahwa dia menikahkan Nirmala dengan anak dari keluarga Baswara itu sekalian bersedekah pada Nirmala. Tajam sekali dan menusuk memang, mungkin selama di dalam kandungan kakeknya itu dikasih makan pisau, makanya lidahnya jadi tajam dan menyakiti orang.

"Wah, seminggu dari sekarang dong ini acaranya?" Riko berseru heboh kembali ketika melihat tanggal yang terdapat dalam undangan itu.

"Mbak Mala, seriusan Lo nikah sama anaknya pak Prambudi Baswara?... atau ini salah cetak nggak sih? Jangan-jangan Lo halu mbak?" Ucap Kamila, gadis itu hanya merasa tidak percaya.

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang