23

58K 3.4K 11
                                    

Hope u guys enjoy this story, don't copy my story please. Karena ini murni dari pemikiran Author ya.

Bila ada nama tokoh, latar, tempat, dan hal lain sebagainya itu bukanlah suatu hal yang disengaja.

Author juga meminta maaf untuk banyaknya kesalahan baik pada penulisan, tanda baca, dsb.

Jangan lupa bintang di pojok kiri dan komen di setiap paragraf ygy :)

****

"Mala."

Nirmala menoleh ke sumber suara, ternyata ada Nadya dan juga dokter Ari.

"Gimana keadaan ayah Doni?" Tanya perempuan itu.

"Gue yakin, kalian berdua yang lebih tau keadaannya."

Nadya memandangi sahabatnya itu lamat-lamat. Muka pucat, hidung memerah, mata bengkak. Pasti gadis itu  menangis seharian.

"Udah sarapan?" Nadya bertanya khawatir.

Nirmala menggeleng, "mas Aresh lagi keluar cari sarapan."

Nadya mengangguk mengerti. "Kami kemarin tanda tangan surat persetujuan untuk operasi ayah Nad. Apa langkah yang Gue ambil udah bener?"

"Iya Mal, nggak papa. Bismillah, kita sama-sama berdoa ya." Nadya memeluk sahabatnya erat. "Kepala Lo pusing nggak?"

"Iya, sedikit." Jawab Nirmala lirih.

"Sekarang berenti dulu ya nangisnya, nanti tambah sakit loh. Lo harus jaga kesehatan, kasian suami dan ayah Lo kalo Lo ikutan sakit."

"Iya Nad, makasih ya udah nyempetin nengok bokap Gue."

"Ah Lo mah! Santuy, kayak sama siapa aja. Nggak usah pakek makasih segala lah" ucap Nadya mencoba mencairkan suasana.

***

Tidak terasa, sudah seharian saja Nirmala menemani ayahnya. Wanita itu menghabiskan waktunya dengan bercerita pada ayahnya. Sekalipun Nirmala tau ayahnya tidak akan menanggapi satupun perkataannya.

Tapi Nirmala yakin, sekalipun tidak ditanggapi tapi ayahnya pasti mendengar apa yang Nirmala katakan.

Nirmala sedang mengganti bunga di vas yang ada di meja dekat sofa ruangan itu. Nadya dan dokter Ari memberikan buquet bunga, jadi Nirmala memutuskan untuk mengganti bunga yang mulai layu itu dengan bungan pemberian sahabatnya.

Pintu ruangan itu dibuka, menampilkan sosok Damaresh berserta kedua mertuanya.

Mama Jesica menghampiri Nirmala, memeluk menantunya itu erat menyalurkan kekuatan di sana. Prambudi juga mengelus pucuk kepala Nirmala dengan sayang.

"Kamu malem ini pulang aja ya? Biar Damaresh yang jaga ayah kamu di sini"  Jesica menyentuh kedua bahu menantunya itu.

"Nggak papa ma, mas Aresh pasti capek. Biar Nirmala aja yang jaga ayah." Nirmala cukup mengerti, suaminya itu pasti lelah. Semalam mereka berdua berjaga di ruang inap ayahnya ini. Belum lagi harus bejerja di kantor dan mengurus segala urusan administrasi ayahnya.

Damaresh menggeleng tidak setuju. "Nggak bisa gitu."

"Tapi mas, Nirmala nggak mau ninggalin ayah."

Damaeresh meghembuskan nafas berat, "kita berdua yang akan jaga. Gimana, setuju?" Damaresh menawarkan win-win solution agar menjadi jalan tengah di antara mereka.

"Pokoknya kalian berdua harus jaga kondisi, makannya dijaga, tidurnya juga." Nasihat mama Jesica.

"Katanya ayah kalian akan dioperasi lusa ya?" Prambudi bertanya.

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang