24

55.7K 3.7K 30
                                    


Hope u guys enjoy this story, don't copy my story please. Karena ini murni dari pemikiran Author ya.

Bila ada nama tokoh, latar, tempat, dan hal lain sebagainya itu bukanlah suatu hal yang disengaja.

Author juga meminta maaf untuk banyaknya kesalahan baik pada penulisan, tanda baca, dsb.

Jangan lupa bintang di pojok kiri dan komen di setiap paragraf ygy :)

****

Malam kembali menyapa, Nirmala kembali ke rumah sakit bersama Damaresh. Ia menitipkan ayahnya pada seorang dokter jaga.

Masker oksigen masih terpasang menutupi hidung ayahnya itu. Nirmala kira ketika ia membuka pintu ruangan ini, dia akan mendapati ayahnya yang setidaknya sudah membuka mata.

Besok jadwal operasi akan dilaksanakan. Tubuh ayahnya terlihat lebih kurus, karena pria itu hanya mendapatkan pasokan makanan dan cairan dari infus yang masuk ke tubuhnya.

Nirmala membenarkan letak selimut ayahnya walau ia tau bahwa posisinya tidak berubah sama sekali.

Nirmala mengajak bicara ayahnya. Sama seperti kemarin-kemarin dan tetap tidak ada tanggapan sedikitpun. Diam hanya dipeluk bisu.

Malam beranjak semakin larut, "mas boleh ya malam ini Nirmala tidur di samping ayah?"

Damaresh tidak setuju sebenarnya, karena kursi tunggu itu terlalu kecil dan hanya ada sandaran tanpa pegangan di kedua sisinya.

"Boleh ya mas? Nirmala pingin banget tidur sambil genggam tangan ayah. Besok Nirmala nggak bisa pegang tangan ayah kayak gini, dokter nggak bakal ngizinin aku buat masuk ke dalam ruang operasi."

Akhirnya Damaresh mengangguki, "yaudah" ucapnya sambil mengelus sayang kepala sang istri.

Nirmala melihat Damaresh sudah tidur di atas sofa itu, dia membiarkan karena ia tau bahwa suaminya pasti lelah.

"Ayah, Nirmala suka genggem tangan ayah gini. Rasanya hangat dan nyaman." Wanita itu tersenyum, masih dengan posisi menggenggam tangan ayahnya.

"Tangan ini yang nimang Nirmala waktu kecil, tangan ini yang bantu Nirmala buat jalan, tangan ini yang peluk Nirmala kalo Nirmala sedih." Air mata begitu saja turun dari pelupuk mata wanita itu.

"Tangan ini juga yang ngusapin air matanya Nirmala kalo lagi nangis, tapi sekarang ayah diem aja. Nirmala nangis nih yah. Air matanya keluar banyak banget sampe nggak mau berenti, tapi ayah malah diem aja."

Nirmala mengusap air matanya, "ya udah deh, Nirmala usap sendiri aja air matanya. Tapi janji ya besok atau lusa ayah bangun. Nirmala tetep bakalan genggam tangan ini sampe besok pagi. Kita berjuang sama-sama, Nirmala sayang ayah." Wanita itu mengecup sayang tangan ayahnya, kemudian pindah ke dahi Doni. Banyak harap yang tersemat di sana, harap tidak jadi luka.

Setelah puas mengajak bicara ayahnya.
Nirmala menggenggam erat-erat tangan kanan ayahnya. Menciumnya kembali, lalu berusaha memejamkan mata berharap bisa tidur nyenyak malam ini.

Ya dia berharap, hari esok akan jadi hari yang lebih baik dari kemarin dan hari ini.

***
Ia terbangun mendapati suara bising yang berasal dari monitor Ekg itu. Nirmala masih terkejut mencoba mencerna situasi yang sedang ia alami saat ini.

Damaresh yang buru-buru menekan tombol merah dekat kepala ranjang, Atau bahkan gambaran zigzag pada monitor itu sudah menunjkan garis lurus.

"Nirmala!" Dua kali panggilan Damaresh yang diabaikan oleh Nirmala. Karena yang wanita itu fokuskan adalah keadaan ayahnya saat ini. Ia tak sadar masih mematung.

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang