"Vin..." Yang dipanggil mendongak, melihat siapa yang menyambangi ruangannya di saat makan siang rumah sakit baru saja dimulai.
"Izinnya.."
"Apa? Bicara yang jelas"
"Ih kebiasaan, tidak diperbolehkan menaikkan suara terhadap kakak perempuanmu" orang itu hanya menghela nafas lalu kembali membaca buku tebalnya, membuat wanita yang datang ke ruangannya ini lama-lama gemas dengan kelakuannya.
"Izin klinikmu itu loh, sudah terbit. Ayah sudah mengirimkanmu pesan tapi belum dibaca, jadi aku disuruh kemari"
"Baguslah, aku akan mengurus kepindahanku sekarang"
"Tutup laptopmu! Ayah nyuruh kita ke ruangannya sekarang"
.....
"Kenapa nih kita dipanggilin kesini? Lihat bento box itu" celetuk salah satu dokter yang turut dipanggil ke ruangan kepala rumah sakit tempatnya bekerja.
"Davin ulang tahun mungkin?"
"Itu masih seminggu lagi!"
Cklek.
"Siapa yang nyuruh kalian disini?" Orang yang bernama Davin tadi datang bersama kakak perempuannya bernama Lily, dokter spesialis bedah disini.
"Kami diundang Ayahmu, directly from Whassap" Davin melirik ke arah bento box yang tertata di meja sang Ayah, ahh.. perayaan.. itu yang ia duga.
Dan memang benar, untuk merayakan izin klinik Davin yang sudah terbit, Tuan Wijaya mengajak orang-orang yang dikenal anaknya itu untuk makan siang bersama.
"Kampung kakeknya Davin ya? Desa, aku suka. Pasti akan menyenangkan bekerja disana, kudengar kawasannya memang asri dan sejuk" seru pria dengan id card bernama 'Andrea Nuwa'
"Sayangnya kau akan tetap disini—"
"Siapa bilang? Mereka mengajukan diri ikut denganmu jadi Ayah setujui" Davin langsung tersedak karaage nya mendengar ucapan sang Ayah, bukankah ia hanya akan sendiri disana?
"Ayah?"
"Aku yang bilang kalau kau pasti butuh anggota disana, kau harus ingat kalau kampung kakek itu sangat jauh dari kota, ke fasilitas kesehatan saja jaraknya juga lumayan. Jadi Ayah setuju" jelas Lily pada sang adik,
"Sebentar, apa ini termasuk Bang Daniel juga? Keluarganya disini dan anaknya masih bayi" Tuan Wijaya mengangguk cepat sembari melahap makanannya.
"Mereka akan LDR tentu saja"
"Bang Daniel!" Daniel hanya mendongak sebentar lalu kembali melahap makanannya, membuat Davin tak habis pikir dengan isi otaknya yang berani mengambil keputusan untuk berjauhan dengan suami dan anaknya.
"Mereka nanti akan pindah setelah aku memastikan daerahnya bagus, jangan jelek terus isi pikiranmu, Dokter Davin yang terhormat"
"Nah dengarkan kata pengusaha kita ini"
"Aku dokter, Altair"
"Gaji pengusahamu jauh lebih banyak daripada gaji doktermu" satu-satunya perawat yang diundang makan siang itu senyam-senyum melihat dokter yang berusia paling tua diantara mereka menahan emosinya, sudah sangat terlatih sejak memiliki anak.
-----------
"Adek" Davin menoleh, yang memanggilnya seperti itu hanyalah Ibunya seorang jadi ia langsung tersenyum melihat wanita paruh baya itu berdiri di depan kamarnya. "Boleh Ibu masuk?"
"Sini, Bu" Davin menepuk pinggiran kasurnya, ia sedang menyicil barang-barang yang akan ia bawa ke dalam kopernya. Meskipun waktu keberangkatannya masih lama—tepatnya saat ia ulang tahun, tapi Davin ingin tak ada yang tertinggal.
Sang Ibu duduk di pinggir kasur itu, mengusap kepala sang anak tengah lembut. "Kamu melewatkan makan malam"
"Iyakah? Maaf, Davin lupa, Ibu"
"Anak Ibu sudah besar, Kakekmu pasti akan bangga padamu" Davin yang membayangkannya ikut tersenyum, lantas menutup kopernya dan berbalik melihat Ibunya.
"Davin minta maaf, harusnya Ibu mendengar kabar Davin yang mempunyai pasangan, tapi malah klinik praktek Davin yang lebih dulu"
"Ibu tak mempermasalahkannya walaupun Ibu memang ingin kamu punya pendamping segera, kalau jodoh pasti bertemu kan suatu saat nanti?" Davin mengangguk pelan,
"Apa menu makan malamnya?"
"Sup tahu dan semur daging, kesukaanmu"
"Ayo temani Davin makan, Ibu" Nyonya Wijaya menyempatkan untuk menguyel pipi tirus anaknya itu sebelum beranjak keluar dari kamar.
"Timing pas Davin datang, sini, Kakak mau memberitahumu sesuatu!" Davin bergabung di meja makan bersama sang Ibu dan mulai mengambil makanan yang tertata di meja.
"Temanmu Nuwa sedang didekati mahasiswa loh" Davin menatap Lily bingung, Lily menampakkan foto saat Nuwa yang tersenyum malu-malu di hadapan seorang mahasiswa yang memakai almamater.
"Kakak seperti Dispach" Davin mengalihkan perhatiannya memakan semur daging buatan sang Ibu yang tiada duanya,
"Kakak sempat berpikir kok Nuwa mau PDKT sama mahasiswa? Tapi kalau dipikir-pikir Nuwa memang masih semuda itu jadi tak masalah jika dirinya memacari seorang mahasiswa itu"
"Bagaimana kalau mahasiswa itu lebih tua dari Nuwa?" Lily terlihat berpikir, "Iya juga ya, Kakak tak memikirkan sampai sana"
"Sudah, aku mau makan. Kakak masih mau nambah tidak? Aku ingin menghabiskan semuanya" Lily mendelik tajam, "Mentang-mentang paling terakhir makan, jangan dihabisin! Kakak masih mau!"
Sementara Tuan dan Nyonya Wijaya hanya menyimak pembicaraan anak mereka di meja makan malam ini, sudah terlampau biasa dengan kelakuan keduanya.
Tunggu.
"Haris kemana?" Tanya Davin,
"Ke rumah temannya, mau mengerjakan tugas kelompok sekalian menginap disana jadi tadi makan duluan" seru Tuan Wijaya memberitahu keberadaan si bungsu keluarga Wijaya.
TBC.
Haris Mahanta Wijaya
Lily Natasya Wijaya
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Milikku - MinYun
FanfictionKetika dr. Davin bertemu cintanya di perkampungan sang kakek dan Yuan yang kembali melihat dunia setelah 20 tahun. *Sangat halu dan gak masuk akal, pure imajinasi