7

679 80 0
                                    

"Sampaikan ucapan terimakasihku pada Bu Astrid"

"Tentu" Davin tertular senyum Yuan ketika pria manis itu mengangguk lalu tersenyum cerah setelah memberikan sebuah kotak makanan berisi nasi uduk yang topingnya lengkap,

Ia bertopang dagu di meja menatap Yuan yang hanya diam, senyumnya jadi canggung karna merasakan hening di sekitarnya, "Apa dokter memandangiku?"

"Percaya dirimu boleh juga" Yuan menunduk setelahnya, "A-aku akan pulang"

"Keberatan jika saya memintamu menemani saya sarapan?" Yuan kembali mendongak mendengarnya, "T-tidak, tidak sama sekali"

Terdengar tutup kotak yang dibuka oleh Davin, wangi nasi uduk tersebut cukup membuatnya lapar padahal tadi ia pikir jajanan pasar saja cukup untuknya hingga siang nanti.

"Di hadapanmu ada nasi uduk yang saya sendokkan bersama telur dan tempe kecap, saya suapi"

"Dokter saja, aku akan makan nanti"

"Saya merasa tak enak jika hanya makan sendirian" akhirnya Yuan membuka mulutnya untuk menerima suapan dari Davin, dalam hati ia bersorak senang karna makanan ibunya memang seenak itu dan berharap Davin akan menyukai masakan sang ibu.

"Ini enak, terimakasih" seru Davin usai menyuapkan nasinya ke dalam mulut, Yuan agak tersentak dan merasa begitu canggung akan pikirannya sendiri.

"Ada apa? Wajahmu memerah" Yuan refleks menangkup pipinya dengan tangan untuk menutupi semburat merah yang disebutkan Davin, "T-tidak hanya saja... A-apa dokter makan dengan sendok yang sama dengan yang dokter pakai untuk menyuapiku?"

"Tentu saja, sendoknya hanya satu" Davin yang melihat Yuan langsung menyembunyikan wajahnya di meja bingung, apa yang salah?

Ada apa dengan sendoknya?

Sendok...

Dia pandangin sendoknya...









"Oh? We kissed——"

"Jangan diperjelas dok" gerutu Yuan yang semakin malu mendengarnya,

"Yasudah, terlanjur. Silahkan lupakan insiden ini" dan Davin kembali melanjutkan sarapannya dengan sendok itu, kepalang tanggung jadi yasudahlah.

"Di hadapanmu ada susu kedelai dan risol mayo, makanlah" Davin menyodorkan susu kedelai dan mika berisi risol itu hingga menyentuh lengan Yuan agar sang lawan bicara kembali menegakkan posisi duduknya.

"Terimakasih"

.
.

"Nanti siang hujan, kata berita di TV"

"Betulan hujan" gumam Altair melihat rintikan hujan yang cukup rapat mengguyur bumi, ia ingat Anes bilang siang tapi jam 9 pagi ini sudah turun hujan. Ia jadi ingat bagaimana jika Anes kehujanan saat bekerja? Walaupun pria itu bawa jas hujan tapi bisa saja ia lupa karna terlalu fokus bertani.

"Ish kamu mikir apa Altair" puk puk puk Altair menepuk pipinya sendiri agar tak memikirkan hal itu lagi.

Cklek.

"Hujan" Altair menoleh saat mendengar suara Yuan yang baru saja keluar dari ruangan Davin dengan menenteng bungkusan kotak bekal yang sudah kosong.

"Kau tahu akan hujan?" Yuan menoleh mencari sumber suara dan mengangguk, "Ibu yang bilang, jadi aku disuruh bawa payung"

"Oh begitu..."

"Anes juga bilang sih tadi, terus bilang katanya syukur aku bawa payung" Altair menoleh, "Kau kenal Anes?"

"Dia sahabatku, namanya Yohanes" ada rasa tak rela saat mengetahui orang yang baru ia kenal beberapa hari itu memberikan informasi tentang hujan pada orang lain, tapi buru-buru ditepis oleh Altair dan kembali bersikap biasa.

Kamu Milikku - MinYunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang