33

448 55 5
                                    

Play lagunya pas mau baca bagian Davin, biar di sesi pendeknya Yohanes nggak sedih^^


"Akhirnya kamu mau nikah, nak. Papa senang sekali mendengarnya, mana calon kamu? Suruhlah ke rumah"

Pak Reza sampai sujud syukur pas denger Yohanes bilang mau melamar pacarnya, "Mah, anak kita mau nikah Mah"

"Lebay deh, cepetan ini Anes harus gimana mau ngelamar Altair. Yang bisa langsung diterima gitu, Pa"

"Kamu tinggal berlutut aja kasih liat cincin ke dia, terus bilang mau nggak nikah sama kamu"

"Gitu doang?"

"Ya poin pentingnya itu doang, nak. Mau kamu bikin acara nyeleneh kayak gimanapun tetap saja ujungnya akan seperti itu"

Yohanes menunjukkan cincin yang sudah ia siapkan, "Kamu kapan belinya?" Tanya sang Mama,

"Waktu beli bibit kedelai, Ma"

"Itu sudah lama sekali, kamu baru bilang sekarang. Mau dilamar kapan, nak?"

"Besok, Ma. Anes mau nikahin Altair secepatnya"




______________________________________________________



Acara pernikahan Haris dan Imanuel berlangsung khidmat dan tertutup, Davin yang turut ikut menghadiri proses acaranya sebelum kembali ke kampung merasa merasa sesak dan segera keluar dari ruangan diikuti Yuan yang khawatir. Sang suami tak mengeluhkan apapun pagi tadi mengenai kesehatannya,

"Davin, aku minta tolong Ayah ya?"

"T-tidak perlu, aku hanya butuh mengontrol nafasku" Yuan beralih mengusap dada Davin supaya pria itu tidak berinisiatif untuk memukul dadanya sendiri.

"Dek, duduk disini" Lily datang dengan alat medisnya, menuntun sang adik untuk duduk dan bersandar di sofa.

"Kamu kayaknya kecapekan makanya sampai begini, semangat banget mau bikin anak?"

"Kak.." Lily menoleh ke arah Yuan yang sudah bersemu, jadinya ketawa lah wanita usia kepala tiga itu.

"Anyway, kamu harus hati-hati sama sesakmu ini, Vin. Kalau misal udah makin parah mendingan kamu cukup ngurus klinik aja jangan ikut praktek dulu"

Usai memeriksakan kondisi sang adik, Lily izin ke kamar mandi yang ada di rumah Imanuel tempat pernikahan Haris serta pacarnya itu berlangsung.

Ia luruh berjongkok di balik pintu kamar mandi tersebut, ia menangis disana. Bukan, bukan menangis haru. Tetapi menangis akan kondisi kedua adiknya.

Diantara mereka bertiga, hanya Lily yang benar-benar sehat. Davin dan Haris sama-sama memiliki penyakit bawaan, namun yang paling sering kambuh adalah yang ada di Haris.

Keduanya sama-sama lemah jantung.

Davin pernah sekali kritis seperti Haris, dan itu ketika Lily berusia 15 tahun. Itulah yang menjadi alasan kenapa Lily ingin menjadi dokter mengikuti sang Ayah, walaupun akhirnya ia jadi spesialis bedah. Ia ingin menjadi orang yanng paling depan menyelamatkan kedua adiknya.

Apakah Yuan ia beritahu tentang ini? Tentu saja.

Lily sadar bahwa seiring berjalannya waktu, ia mungkin takkan jadi orang yang setiap saat ada bersama adik-adiknya. Seperti saat ini mereka telah memiliki pasangan masing-masing, sementara dirinya masih sendiri. Meskipun ia pernah beberapa kali berpacaran, namun Lily tak pernah serius. Fokus utamanya masih ada pada Davin dan Haris.

Ketika Lily tahu bahwa ada penyakit lain yang hinggap di tubuh adik bungsunya, ia sampai tidak makan selama 3 hari. Hanya air mineral yang masuk pencernaannya. Ia sangat takut kasus ini ikut terjadi pada Davin, makanya begitu Davin tadi sesak nafas mendadak ia langsung meraih alat medisnya di mobil. Ia akan memastikan bahwa Davin menjalani check up medis secara full sebelum kembali ke desa bersama Yuan.

"Kakek, jangan jemput mereka dulu. Lily mohon"





Yuan paham kekhawatiran kakak iparnya, dan sore ini ia sedang menunggu Davin yang diperiksa oleh beberapa dokter di rumah sakit termasuk oleh Tuan Wijaya yang memimpin pemeriksaan. Genggaman tangannya semakin erat begitu merasa tangan Lily sedikit gemetar,

"Kak, semua akan baik-baik saja" ucapnya memberi kekuatan pada Lily,

"Ya, aku harap akan baik-baik saja. Aku tak ingin kecolongan lagi" Lily berusaha untuk tetap diam namun matanya berkaca-kaca begitu ada prasangka buruk hinggap di pikirannya.

"Ibu,"

"Iya, Yuan?"

"Aku mau ajak Kak Lily jalan-jalan sebentar" Nyonya Wijaya menatap putri sulungnya sebentar, lalu mengiyakan ucapan Yuan.

Mereka berdua duduk di tanah pinggiran danau buatan yang jauh dari keramaian, tangis Lily pecah begitu Yuan menyodorkan sapu tangan bersih padanya.

"Kakak takut sekali, Yuan. Kakak benar-benar takut, maaf jika Kakak terkesan overprotektif pada suamimu" Yuan membiarkan kakak iparnya menangis sekencang mungkin disana,

"Itu wajar, Kak. Kak Lily kakak kandungnya Davin, akupun pasti akan seperti Kakak jika Maya seperti ini.." Yuan kembali meraih tangan Lily, "Semua akan baik-baik saja, aku mungkin tak begitu mengerti akan hal ini namun aku akan membantu Kakak mengawasi Davin layaknya Imanuel pada Haris. Kakak bisa percaya padaku dan Imanuel, dan Kakak tentunya jadi orang pertama yang kami kabari sebelum Ayah dan Ibu"

Imanuel datang menyusul usai bertemu Nyonya Wijaya bersama dengan Haris, ia turut merangkul Lily yang kini menjadi kakak iparnya sejak hari ini. "Jika dengan menangis bisa meringankan beban Kakak, menangislah. Jika butuh berbagi pada kami, maka berbagilah. Kita keluarga" ucap Imanuel,

"Terimakasih Yuan, Imanuel. Kakak senang kalian jadi adiknya Kakak"

...

...

...


"Hasilnya akan keluar dalam 2 hari, tapi Ayah yakin Davin sehat. Ia hanya kelelahan" seru Tuan Wijaya usai melaksanakan serangkaian pemeriksaan pada putranya, "para dokter tak menemukan kejanggalan saat prosesnya, Ayah bisa jamin itu"

Semua orang yang menunggu menghela nafas lega, "Kamu dicari Davin, nak. Temuilah" ucap Tuan Wijaya pada putrinya.

"Kakak cengeng"

"Pedas sekali kalimatmu" Davin tertawa pelan lalu memijat wajah Lily sedikit begitu sang kakak sudah duduk di hadapannya,

"Mungkin Kakak bosan dengan apa yang aku atau orang lain ucapkan, tapi aku baik-baik saja. Takkan ada sesuatu yang buruk terjadi padaku" Davin mengusap pipi Lily begitu dilihat sang kakak hendak kembali menangis, "Kakak nggak bakal bisa melihat jalan dengan jelas kalau menangis lagi, sudah terlalu sembab"

"Kakak merinding dengan tutur bahasamu yang mudah digapai seperti sekarang" Davin tertawa lagi mendengarnya, "aku tak menggunakan bahasa yang bermakna tinggi, hanya kuubah sedikit supaya lebih ringan. Thanks to Yuan"

"Bucin" seru Lily sambil tertawa pelan,

"Tak perlu menangis banyak seperti ini lagi, Kak. Aku dan Haris akan lebih sedih, kami ingin menjadi warna terang untuk Kakak. Haris pernah bilang dulu kan?" Lily mengangguk, "Kalau Kakak bahagia, kami pun begitu. Kakak sehat, kami juga begitu. Walau Haris saat ini sangat rawan kondisinya, tapi pikirannya tetap positif karna ada Kakak yang memberi semangat. Sudah ya, adik-adik ipar Kakak bisa ikutan nangis nanti"


Haris tak banyak bicara, dilihat dari berapa lama Lily di dalam ruangan bersama Davin meyakinkannya bahwa Kakak keduanya itu sedang menenangkan suasana hati Lily. Hingga mereka memutuskan untuk makan malam pun mereka berdua datang terlambat.

"Harus cepat-cepat dikompres teh, jadi jelek gini---Kak pedes ih!" Adu Davin ketika lengannya dicubit keras oleh Lily,

"Sini makan dulu, ini makan malam pertama kita bersama Imanuel yang jadi pasangannya Haris secara sah" sahut Nyonya Wijaya agar kedua anaknya itu tidak lanjut bertengkar karna hal sepele.

"Duduk, Kak, Bang. Atau sotonya aku habisin sendiri"

"GAK BOLEH! / JANGAN!"


TBC.

Sambil denger Mama Nur nyanyi Aku juga Manusia, alhasil ngetik bagian Davin sampai kebawahnya sambil nangis bombay. Semoga typonya gak banyak ya 😭🫂

Kamu Milikku - MinYunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang