Aku kasitau dulu, disini pembicaraannya cukup frontal. Maklum pengantin baru
"D-Davin, nggak bisa jalan loh" Rengek Yuan atas akibat yang dibuat Davin terhadapnya, bagian bawahnya perih luar biasa. Sejenak ia memperhatikan kondisi kasur yang berantakan dengan bercak darah disana, buru-buru ia tutupi dengan selimut begitu Davin berbalik menghampirinya usai mengenakan kemeja.
"Sakit banget?" Yuan mengangguk cepat, "Kamu semangat banget, akunya kewalahan"
"Biar kamu bisa nyusul Nuwa, bukankah menggemaskan jika kamu, Nuwa dan Kak Irish jalan bersama dengan perut bulat?" Yuan mendelik ke arah Davin tapi kembali meringis begitu ia menggerakkan kakinya sedikit,
"Nggak usah pergi? Aku bakal bilang Ibu dan Ibu Astrid kalau kita nggak bisa ikut"
"Ih jangan, saudaraku ada yang datang dari daerah yang jauh. Harus aku hargai kedatangannya" Yuan segera berdiri, mencoba untuk berjalan keliling kamar agar jalannya tidak terlalu kaku,
"Aku gendong saja kalau kamu nggak sanggup jalan"
"Macam-macam! Badanku besar, nggak lucu kalau aku digendong kamu ke restoran"
"Bagiku kamu kecil, pas aku peluk, aku cium, bahkan kamu terlihat lucu ketika kita memadu kasih--"
"STOP! Jangan disebut lagi yang terakhir itu" Yuan bersemu parah mendengarnya, ia kembali membayangkan betapa liarnya Davin dan betapa pasrah dirinya yang menikmati setiap sentuhan dari sang suami.
Davin memang bermain lembut dengannya, tapi lain cerita ketika mereka berdua menyatu. Yuan sampai kaget ketika tatapan penuh nafsu yang dilayangkan Davin saat menggempurnya begitu berbeda dari tatapan yang biasa ia dapatkan, dan ya.. Yuan terpikat dan pada akhirnya ikut liar bersama Davin. Selain karna nafsu, juga karna mereka dikejar waktu untuk acara keluarga.
"Usai kumpul keluarga ini, kita lanjutkan lagi" Yuan yang masih berjalan langsung diam dan menoleh ke arah Davin yang setia memperhatikannya sembari duduk di pinggir ranjang,
"Kamu nggak kasihan sama aku, Vin?"
"Ucap seseorang yang tadi terus meminta lebih ketika pelepasannya tiba, siapakah itu?" Davin tertawa puas saat Yuan menghampirinya lalu mencubit pinggangnya, "Kamu mesum banget. Davin"
"Wajar, karena aku begini hanya di hadapan suami menggemaskanku ini. Sudah baikan? Bisa kita berangkat sekarang?" Yuan akhirnya mengiyakan dan keluar dari kamar dituntun okeh Davin.
"Pengantin baru kita datang--Oh! Sudah di unboxing sepertinya" Yuan menciut di belakang Davin sebab dari cara jalannya pun memang sangat kentara walaupun sudah tidak seperih sebelumnya,
"Sepertinya kita akan segera memiliki anggota baru, sini cepat duduk. Makanannya baru saja sampai"
Acara makan malam berlangsung lancar, Yuan sudah diberi petuah oleh saudara-saudaranya termasuk dalam hal memiliki momongan. Namun di sela-sela itu, terdapat pembicaraan mengenai Imanuel yang ingin dinikahi Haris secepatnya. Sebagai dokter yang turut andil dalam pengobatan sekaligus kekasihnya Haris, Imanuel melihat bahwa mungkin Haris bisa pergi kapan saja. Pembahasannya hanya sampai situ, pembicaraan lebih detail terjadi ketika keluarga Yuan sudah diantarkan kembali ke penginapan.
Pembicaraan lebih dalam dilakukan di kediaman Wijaya, dimana Haris menceritakan semua yang Imanuel katakan padanya.
"Dia itu dalam fase kalut, Bu. Dia ingin aku menikahinya segera dan bahkan ingin mengandung anak kami, sehingga ketika aku pergi maka ia hanya akan berdua dengan anak kami. Aku nggak mau jika skenarionya seperti itu, aku sudah memberikan opsi untuk melepasku tetapi ia bersikeras untuk rencananya"
"Kamu mencintainya?" Tanya Tuan Wijaya pada anak bungsunya itu,
"Sangat, aku sangat mencintai Imanuel, Yah. Sampai-sampai aku merasa bahwa duniaku hanya dirinya, cintanya tulus padaku dan akupun tulus padanya"
"Nikahi dia" keputusan sang Kepala Keluarga Wijaya tersebut mengejutkan semua orang, "Ketika kamu memutuskan suatu hal besar, kamu nggak bilang sama Ayah dan Ibu bahkan Kakakmu. Ayah mendengar kabar kamu menjadi donor organ saja dari pegawai rumah sakit, jadi jangan terkejut ketika Ayah memutuskan sesuatu untukmu. Ayah yakin, Imanuel akan benar-benar menjalankan rencananya. Ayah ingin kamu bahagia, jangan lepaskan apa yang menjadi sumber kekuatanmu untuk bertahan hidup selain keluarga. Lamar dia, jika kamu tak ingin acara besar seperti Kakakmu, maka lakukan secara sederhana namun sah secara tertulis. Bahagiakan dirimu lewat membahagiakan dirinya"
Yuan menumpukan tangannya di atas tangan Haris, mengangguk sebagai tanda bahwa ia menyetujuinya. Nyonya Wijaya, Davin dan Lily juga memberikan persetujuannya. Ini membuat Haris tak menyerah atas Imanuel, ia akan mewujudkan keinginan sang kekasih walaupun tak bisa dipastikan ketika dirinya sudah berbeda dimensi dengan Imanuel bahwa dokter muda itu akan menemukan jodoh yang lain, at least dirinya sudah hadir untuk memberikan kebahagiaan.
________________________________________________
Apa yang dikatakan ART kemarin benar adanya, salah satu ART yang datang membawakan sarapan sudah senyum-senyum melihat Davin membuka pintu menampilkan wajahnya yang baru bangun.
"Nak Yuan mana?" Davin menoleh sebentar ke arah Yuan yang masih lelap dengan selimut menutupi tubuh polosnya hingga leher,
"Kata Nyonya, keluarganya akan pulang siang nanti. Jangan Nak Davin apa-apakan dia pagi ini, biarkan dia istirahat"
"Memang apa yang akan saya lakukan, bi?" Tanya Davin seraya menerima nampan sarapan tersebut,
"Bibi pernah muda, masa-masa pengantin baru itu pasti akan menggebu-gebu. Berikan pasanganmu kenyamanan, jangan hanya ingin dituruti kemauan hasratnya"
"Daya tariknya memang luar biasa, bi" sang ART tersenyum mendengarnya,
"Sudah, bibi akan kembali bekerja. Ajaklah sarapan dulu baru lanjut istirahat lagi"
"Terimakasih banyak, bi. Tolong bilang Ibu kami akan keluar sekitar pukul 9"
Davin tak bohong mengatakan daya tarik Yuan itu luar biasa, yang semalam usai pembahasan penting, Davin membiarkan Yuan memimpin. Dengan segala kepolosannya Davin dibuat melayang oleh suami lucunya ini, itulah kenapa Yuan nampak tak terganggu oleh ketukan pintu barusan. Dirinya terlalu lelah usai melayani Davin.
"Sayang, sarapan dulu" Yuan menggeliat pelan begitu usapan di kepala ia rasakan dan mendengar suara berat Davin,
"Jam berapa ini?"
"Jam 7"
"Masih mau tidur~" Yuan memeluk lengan Davin dan hendak kembali menjelajah mimpinya,
"Tahu tidak? Pembantuku tadi datang kesini membawa sarapan" Yuan membuka matanya perlahan lalu mengecek posisi selimutnya, "Apa bibi tadi melihatku tanpa pakaian?"
"Tidak, posisi selimutmu masih seperti ini ketika ia melihatmu" Yuan menghela nafss lega, "Mau mandi dulu, baru sarapan"
"Mandi bersama?" Ucap Davin sekaligus mencuri kecupan di bibir sang terkasih,
"NGGAK! Nanti lanjut lagi--IH TURUNIN AKU!"
Yaaa.... Davin pada akhirnya tak menurut, kegiatan memadu kasih itu kembali terjadi di kamar mandi. Cukup untuk membuat Yuan seperti jelly dan hanya bisa pasrah dengan Davin yang memandikannya setelah kegiatan tersebut. Kalau seperti ini terus, Yuan pikir ia bisa betulan menyusul Nuwa dan Irish dalam waktu dekat. Apalagi jika mereka kembali ke kampung, bisa-bisa setiap Davin pulang kerja mereka akan melakukannya.
"Aku beneran nggak sanggup jalan ya, Dokter Davin"
"Aku akan dengan senang hati menggendongmu kemana saja"
"Aku akan bilang ke Ibu"
"Beritahukan saja, paling Ibu akan tetap memihakku karna ia ingin segera menimang cucu"
Iya juga, orangtuanya juga inginnya seperti itu. Ingin agar dirinya dan Davin segera memberi mereka cucu yang lucu-lucu.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Milikku - MinYun
FanfictionKetika dr. Davin bertemu cintanya di perkampungan sang kakek dan Yuan yang kembali melihat dunia setelah 20 tahun. *Sangat halu dan gak masuk akal, pure imajinasi