9

643 82 3
                                    

"Yuan"

"Ibu... Hiks Ibu..." Bu Astrid memeluk Yuan hati-hati, "Maaf nggak bisa jaga diri, Bu"

"Itu kecelakaan, kamu nggak salah nak. Yang penting kamu selamat lalu minggu depan akan jadi hari bersejarah untuk kita semua, makasih karna nggak mau nyerah" Bu Astrid menghapus jejak air mata Yuan, mengusap bahu sang anak dan langsung diajak ke kamar sebab ia baru tiba dari kota sore ini.

"Dokter Davin, terimakasih banyak. Untuk administrasi pengobatan Davin sudah saya selesaikan di klinik dokter"

"Sudah menjadi tugas saya, Pak. Kalau begitu saya akan kembali---"

"Tidak tidak, makan dulu disini. Apalagi ada orangtua dokter, biarkan kami menjamu kalian" Tuan Wijaya dan Nyonya sedang melihat pohon buah di pekarangan rumah, melihat cangkokan jambu merah membuat Nyonya Wijaya tertarik untuk memilikinya dan menanamnya di rumah.

"Ayah, Ibu. Diajak makan sama keluarga Pak Yovan" seru Davin menghampiri orangtuanya,

"Boleh, nanti Ibu mau tanya juga boleh dibeli nggak cangkokan jambunya"










Sesi makan malam berjalan cukup ramai dengan Pak Yovan dan Tuan Wijaya yang saling berbincang, pun dengan Nyonya Wijaya yang betulan bertanya. Davin hanya makan sedikit, ia memperhatikan gerak-gerik adik Yuan yang sedang memilah duri ikan dan ditaruh pada satu wadah.

"Kak, sudah aku pisahin. Sambalnya ada di sebelah kanan Kakak" Yuan menepuk kepala sang Adik pelan, "Terimakasih ya, perhatian banget deh"

"Dokter hanya makan sedikit?" Davin tersentak begitu Pak Yovan bersuara, "A-ah tidak, saya memperhatikannya yang memisahkan tulang ikan untuk kakaknya"

"Maya memang begitu setiap makan, jika menunya ikan maka ia akan mengeluarkan duri dan tulangnya terlebih dahulu untuk Yuan" Davin mengangguk paham atas penjelasan Pak Yovan, sementara Yuan berusaha fokus untuk makan karna ia menahan rasa salah tingkahnya karna ia dan adiknya begitu diperhatikan.

Usai makan malam, keluarga Wijaya pamit menuju kediaman Davin. Tuan Wijaya akan menginap semalam lalu kembali esok hari, Nyonya Wijaya pun sangat puas rasanya sebab mendapat cangkok tanaman buah sebagai hadiah dari Bu Astrid. Ia berjanji jika nanti berbuah dia akan membagikannya ke keluarga Yuan terlebih dulu.

"Kamu suka Yuan, nak?"

"Tidak tahu, Bu" gumam Davin yang memejamkan matanya berbaring di atas paha Nyonya Wijaya, usapan lembut di dahinya membuat Davin nyaman dan mengantuk. Ia sangat rindu momen ini.

"Tatapanmu berbeda saat memandangi Yuan, seperti tatapan mendamba orang yang dicinta. Persis Ayahmu"

"Entahlah, Davin belum yakin Bu. Davin tak ingin salah mencintai orang"

Nyonya Wijaya maklum, anak tengahnya ini belum pernah berpacaran seperti kakak dan adiknya. Davin pun belum pernah terlihat berusaha mendekati siapapun atas dasar suka dan cinta, tapi hari ini ia melihat sang anak yang menaruh perhatian pada seseorang yang merupakan pasien saudaranya dan juga seperti berusaha membangun hubungan yang entah larinya ke pertemanan atau lebih dari itu.

Ibu 3 anak ini sangat paham karakter anak-anaknya dan sangat peka akan gerak minimal yang ada di sekitarnya, ia ingat saat Davin protes pada Yuan untuk memanggilnya dengan nama, reaksi setelahnya adalah ia menangkap Davin yang menahan senyum.

"Ayah akan sangat bersyukur jika Yuan itu menjadi jodohmu" Davin membuka matanya dan menoleh ke arah Tuan Wijaya yang menyesap kopinya, "Ayah merasa Yuan akan jadi pasangan yang cocok untukmu, tapi bukan berarti harus dia. Semua pilihan kembali padamu"

______________________________

"Altair belum pintar memasak, jadi cuma bisa buat ini" Altair menyajikan ikan goreng dan sayur bayam untuk makan malam bersama Mbah Ina.

Kamu Milikku - MinYunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang