chapter 17

1.8K 198 2
                                    

Renjun setengah ragu mengetuk pintu Jeno dengan pelan. Tak ada sahutan dari dalam. Renjun mulai berprasangka buruk lantaran tak ada suara dari dalam.
Renjun mengetuk pintu Jeno dengan keras. "Jeno!" panggilnya. "Jen... "

Pintu mendadak terbuka.

"Kenapa?" tanya Jeno dengan nada angkuh khasnya. Ia mengusap rambut basahnya dengan handuk kecil sambil terus menatap Renjun yg kikuk.

Hidung Renjun menangkap bau samar sabun mandi yg segar dari Jeno. Ia alihkan pikiran yg aneh itu.

"Mau makan ramyeon? Atau jjajangmyun? Atau Chicken?"

"Ramyeon, kau yang masak." Jeno menutup pintu dibelakangnya dan mendahului Renjun menuju dapur.

Selagi Renjun sibuk memasak, ia sesekali melirik Jeno yang duduk memakan cemilan sembari menonton hp nya dengan tawa. Siklus patah hati Jeno seperti itu, ya?

Jeno yang duduk di meja makan disana tak tampak seperti orang yg patah hati padahal ia baru saja putus dengan kekasihnya. Semua yg berada di tempat kejadian tak ada yg membuka percakapan tentang itu. Renjun pun tak berani.

Sibuk dengan pikiran patah hatinya Jeno membuat ia tak sadar menyentuh wajan panas. "Aduh!" ia berseru.

"Kau tak apa?" tanya Jeno bangkit dari tempat duduknya menuju Renjun.

"Gak apa-apa." Tangannya terasa sedikit lebih baik dengan aliran air kran. "Biar aku aja!" Renjun meraih wajan dari Jeno, dan lagi tangannya kena panas.

Jeno menghela napas. "Awas!" Perintah Jeno pada Renjun. Ia kemudian menyelesaikan sajian ramyeon itu.

"Kamu lihat apa?" Tanya Jeno karena memergoki Renjun sedang menatapnya.

"Enggak. Cuman... Ini pertama kalinya Nono masakkin aku," ucap Renjun sambil tersenyum yang hanya dilirik oleh Jeno.

Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan sajian ramyeon itu. Mereka masih duduk disana dalam diam sambil sibuk dengan handphone masing-masing.

Renjun terus melirik kearah Jeno. Dengan sedikit keberanian, Renjun memulai percakapan tabu. "Jen."

"Huh?"

"Kemaren itu memang gak ada apa-apa kok. Hye cuman terlalu khawatir aja sama Jaemin, makanya sampe meluk gitu. Trus... "

"Ren," Jeno memotong Renjun. "Tahu apa yg Hye bilang ke aku malam itu? "

Renjun menggeleng.

Jeno menyeringai. "Dia bilang, dia nyerah berusaha cinta sama aku".

Renjun tak bisa mengucapkan kata apapun. Hye sungguh keterlaluan.

"Menurutmu gimana?" Tanya Jeno sambil tersenyum.

Jeno benar-benar pria bermental kuat pikir Renjun. Saat seperti ini pun ia masih bisa tersenyum. Renjun harus belajar banyak dari Jeno.

"Masih banyak kok cewek di dunia ini Jen. Aku yakin kalau kamu suka sama seseorang pasti mereka langsung klepek-klepek. Atau enggak, kamu kaya Jaem..." Renjun menutup mulutnya. Ia hampir saja menyebut nama Jaemin di depan Jeno.

Untungnya Jeno tidak menampakkan wajah marah atau kesal. "Karena aku yg udah masak, kamu yg cuci piring."

"Eh?"

~~~~

Hari Senin memang tak menyenangkan. Mengapa tidak ada ekstra jam untuk hari minggu, keluh Renjun. Ia masih butuh waktu untuk healing, meskipun ia tak kenapa-kenapa.

"Cepetan kita telat!" Teriak Jeno dari bawah. Ia dan Jeno harus naik bus mulai dari sekarang. Biasanya, Jaemin akan menjemput mereka dengan mobilnya lengkap dengan sopir.

Jeno punya tiga mobil di rumah milik ayah dan ibunya. Ia tidak bisa mengendarainya tidak sampai ia punya SIM.

"Melelahkan," ucap Renjun sesampainya mereka di sekolah. Ia terpaksa harus berdiri sambil berdempet-dempetan dengan sesak sepanjang perjalanan.

"Tunggu aku punya udah boleh bikin SIM," kata Jeno.

Jujur, Renjun tidak menyangka Jeno bisa se-selow ini. Dengan kejadian kemaren, rasanya aneh bahwa ia bersikap tenang. Paling tidak mengurung diri di kamar, pikir Renjun.

"Injunnieee!"

Renjun menoleh.

Haechan berlari kearahnya. Ia bahkan merangkul tubuh mungil Renjun. "Jaemin sialan, dia nggak masuk ..."

Renjun panik dan membungkam mulut Haechan. Ia melirik sebentar ke arah Jeno yang tidak memberikan reaksi apapun.

"Apaan sih Njun, aku nggak bisa napas loh." Haechan melepas bungkaman Renjun. "Eh, by the way , kamu pas banget di pelukan."

Renjun yang baru menyadari bahwa mereka berdua dalam posisi berpelukan melepaskan diri. Wajahnya memerah akibat salah tingkah.

"Rese!" Renjun melangkah pergi.

Haechan yang berhasil membuat Renjun tersipu malu hanya tertawa kecil di belakang. "Duluan bro," ucap Haechan pada Jeno sambil menepuk pundaknya. Ia berlari kecil mengejar Renjun.

Haechan nampaknya tidak berhenti menggoda Renjun. Selama di kelas, ia terus menatap Renjun yang membuatnya risih. Haechan hanya berhenti setelah Renjun mengancam akan mencongkel bola mata Haechan jika ia terus menatapnya seperti itu.

"Buruan ke kantin," Jeno menghampiri Renjun dan Haechan.

"Ayo," ucap Haechan sambil menarik tangan Renjun.

Mereka bertiga menyantap makan siang dengan tenang sampai Jeno mengatakan hal yang tak Renjun duga.

"Ayo ke tempat Jaemin pulang sekolah."

"Ayo," jawab Haechan. "Kamu kenapa Njun?" Tanya Haechan yang melihat Renjun sedang terbelalak tak percaya.

Apa yang sedang terjadi? Apakah kejadian kemaren adalah mimpi?

*********

Makasih to all readers yang mau baca cerita ini. Maaf baru update karena ada hal lain dan sebagainya. Author akan mencoba tetap mengupdate ceritanya kedepan.

Kamsahamnida 🙏

What It Cost For a Love || Renjun Harem || NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang