chapter 21 - sakit

2K 213 7
                                    


Cuaca yang dingin membuat Jeno memilih jaket tebal berwarna abu-abu. Sesudah memperhatikan dirinya di cermin ia melangkah keluar kamar.

Ia menuju dapur dan tak mendapati Renjun di sana. Ia sudah berprasangka bahwa Renjun memanfaatkan kebaikannya beberapa hari ini. Namun sampai roti nya sudah matang Renjun belum keluar kamar.

Jeno memutuskan untuk mengecek teman serumahnya itu. Ia mengetuk pelan namun tak ada sahutan. Pelan-pelan ia membuka pintu kamar.

Ia mengintip sedikit ke dalam kamar dan melihat Renjun masih berbaring di atas kasur. "Renjun," panggil Jeno.

Renjun yang dipanggil tak menyahut. Jeno membuka lebar pintu dan mendekati Renjun. Ia menaruh punggung tangannya di kening Renjun yang terasa hangat. Renjun sedang menutupi dirinya dengan selimut tebal.

Pasti demam karena main salju tadi malam, dengus kesal Jeno. Ia sudah melarang Renjun bermain salju karena cuaca yang sangat dingin namun Renjun malah tetap bermain salju. Inilah akibatnya.

Ia menggoyangkan tubuh Renjun dan pria mungil itu membuka matanya.

"Jeno."

"Lo masih hidup?"

Renjun tak menanggapi candaan Jeno.

"Ayo kita ke rumah sakit." Jeno bermaksud mengangkat tubuh Renjun namun ia malah menangkis Jeno.

"Kamu ke sekolah aja," ucap Renjun dengan suara yang nyaris tak dapat didengar Jeno.

"Entar kalo ditinggalin lo malah mati jadi hantu penasaran."

Renjun tak menanggapi candaan Jeno yang mulai habis guyonan untuk mencairkan suasana.

"Renjun! Jeno!" Panggil Jaemin yang sudah masuk ke dalam rumah. Jaemin yang beberapa menit lalu sudah berkali-kali menelpon Jeno terpaksa masuk ke dalam rumah.

"Tunggu bentar, ya," Jeno melangkah keluar menghampiri Jaemin.

"Renjun mana?" Tanya Jaemin yang melihat Jeno keluar dari kamar Renjun.

"Demam," jawab Jeno. "Kelar lo ke sekolah, gue pinjam sopir lo bentar buat anterin Renjun, ya."

"Demam?" Jaemin melewati Jeno menuju ke arah Renjun yang masih menyelimuti dirinya dengan kain tebal.

"Kita anterin langsung aja ke RS."

"Lo masuk sekolah aja Jaem, urusan Renjun biar gue yang urus."

"Kapan lagi gue punya alasan bolos," ucap Jaemin sambil menyeringai tipis. Ia mencoba membangunkan Renjun. Renjun yang lunglai mencoba mendorong Jaemin.
"Bantuin," perintah Jaemin pada Jeno agar membantunya mengangkat tubuh Renjun.

Jaemin membopong Renjun ke luar menuju mobil yang sudah parkir di halaman rumah.

"Ke RS, mang," perintah Jaemin pada sopir pribadinya.

Tanpa banyak kata sopir Jaemin yang berusia empat puluhan itu melajukan mobilnya di jalanan menuju Rumah Sakit.

Sesampainya di RS, Jaemin dengan sigap mengurus administrasi Renjun dan dalam hitungan menit sudah mendapatkan kamar VIP.

Wajar saja mengingat Rumah Sakit ini adalah milik keluarga Jaemin. Jika saja ia menelpon asisten pribadi ayahnya, ia tak perlu repot-repot dengan mengurus administrasinya. Namun Jaemin selalu mencoba tak memakai privilage-nya.

Renjun diperiksa dan diberikan suntikan. "Istirahat saja dulu, tunggu satu dua jam baru boleh pulang," ucap dokter umum yang tak asing bagi Jaemin itu.

"Terima kasih, Dok," ucap Jeno dan Jaemin serentak. Dokter itu pun meninggalkan mereka bertiga di ruang VIP.

Demam Renjun berangsur-angsur mendingan. Napasnya juga tidak terasa panas seperti tadi pagi.

"Padahal sudah dilarang main salju," dengus Jeno yang duduk di kursi memperhatikan Renjun yang terlihat sangat pucat.

"Na Jaemin," seru seseorang yang berpakaian Dokter membuka kamar VIP itu.

"Dad!"

Jeno bangkit dari kursinya dan menunduk pada pria yang dipanggil 'Dad' oleh Jaemin.

"Hai Jen, apa kabar?" Sapa Im Siwon pada Jeno.

"Baik Om."

"Bagaimana temanmu?" Tanya Siwon pada Jaemin dan Jeno dan memperhatikan Renjun di atas ranjang.

"Sudah ditangani dr. Kim tadi, Dad," jawab Jaemin.

"Oh ya sudah, Dad masih ada urusan." Siwon menepuk pundak Jaemin dan pergi keluar.

Im Siwon adalah ayah kandung Jaemin seorang duda tampan. Sama seperti ayah Jeno, Lee Donghae, Im Siwon sangat sibuk dengan pekerjaan dan tak punya waktu untuk anak mereka. Itu juga sebabnya Jeno dan Jaemin saling memahami satu sama lain.

Ibu Jaemin, Na Inna meninggal saat Jaemin masih kecil karena kecelakaan. Jaemin memakai marga ibunya karena menurut nenek Jaemin, marga Na sudah hampir punah dan ia berharap Jaemin akan mewarisi nama leluhurnya itu.

Jaemin pernah meminta ayahnya untuk menikah saja daripada ia menghabiskan waktunya seorang diri. Namun ayah Jaemin menolak dan mengatakan selama ia punya Jaemin ia tak akan pernah kesepian.

Sejam kemudian Renjun mulai membaik dan meminta untuk pulang saja. Ia tidak ingin berlama-lama di ruang VIP itu.

"Kamu masih belum pulih, lho."

"Nggak apa-apa Jaem, aku pulang aja," Renjun memaksa.

Tubuhnya yang masih lemah hampir roboh jika tidak Jeno dan Jaemin dengan sigap menangkapnya.

"Istirahat disini dulu," saran Jaemin.

Renjun menggeleng. Ia tak tahu berapa bayaran untuk berada di ruang VIP ini. Mungkin saja untuk satu jam ia berada disini sudah menghabiskan puluhan juta.

"Aku pulang aja, Jaem."

Jeno dan Jaemin yang tak bisa menolak akhirnya membawa Renjun keluar rumah sakit dengan kursi roda. Setelah Jaemin berbicara dengan seorang wanita yang adalah asisten pribadi Im Siwon, mereka pun pulang ke rumah Jeno.

Renjun berbaring di kasurnya meski sudah agak baikan. Kepalanya masih terasa pusing dan badannya yang berkeringat masih terasa lemas.

Ia tertidur pulas di kasur sementara Jeno dan Jaemin duduk di lantai kamar Renjun. Keduanya bermain game dalam keheningan sambil sesekali melirik Renjun yang terlelap.

Renjun sudah lebih baik dengan suntikan tadi pagi meski bokong sebelah kanannya terasa perih. Ia bahkan ikut bermain dengan Jeno dan Jaemin yang sedang memainkan permainan ular tangga milik Renjun yang pernah ia dan Jeno mainkan dulu.

"Renjun!" Suara teriakan Haechan terdengar meskipun ia sedang berada di teras rumah.
"Bagaimana keadaanmu?" Haechan masuk ke dalam kamar Renjun.

"Sudah mendingan," jawab Jaemin mewakili Renjun.

Mata Renjun membulat saat ia menangkap sosok Mark yang masuk ke dalam kamarnya. Sialan Haechan, gerutu Renjun dalam hati. Mengapa Harchan malah mengajak Mark sementara Renjun terlihat sangat lusuh.

Haechan mendekati Renjun dan menaruh tangannya pada dahi Renjun. "Masih hangat," ucap Haechan khawatir.

Mark dan Haechan membawakan buah-buahan serba macam. Mereka bahkan membawa makanan dari luar sesuai pesanan Jeno dan Jaemin. Renjun terpaksa harus menahan diri saat melihat mereka berempat makan dengan lahap sementara dirinya hanya memakan buah-buahan bawaan Haechan.

Tapi satu yang pasti, Renjun berharap Jeno dan Mark akan segera akur.

~~~

Menurut kalian yang paling cemas Renjun sakit siapa ya? 😁

What It Cost For a Love || Renjun Harem || NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang