Chapter 14 - dunk shot

2.6K 306 2
                                    

Pertandingan itu berlangsung seru. Tim basket SM unggul dibanding tim lawan. 74-56 skor sementara. Riuh suara teriakan dan tepukan semangat menggema di ruangan olahraga tersebut. Yel-yel tiap tim terdengar membahana.

Haechan menggiring bola ke sisi lawan, mengover bola pada Jeno yang sudah menunggu. Bola ditangkap dan sesaat Jeno hampir menembakkan bola ke ring lawan, seorang pemain tim lawan berlari kencang ke arahnya. Jeno menghindar, bola lepas dari tangannya.

Skor di menit akhir berjalan lambat. 80-56. Suasana semakin menegangkan. Pemain tim lawan menjadi lebih agresif tidak membiarkan bola masuk, tapi tampaknya mereka juga tidak berusaha memasukkan bola ke ring basket SM.

"Mereka menghadang bagaimanapun, kita akan tetap menang," sungut Renjun, menatap kesal pada pemain tim lawan yang terus menghadang Jeno dkk memasukkan bola.

"Mereka udah nggak niat menang," Mark yang duduk di tribun menonton serius pertandingan itu.

"Kenapa?" tanya Renjun bingung. Ia tidak terlalu mengerti taktik basket.

Bola dengan mudah direbut Jeno yang kemudian berlari kencang melintasi lapangan. Sebelum sempat di hadang pemain lawan, Jeno menembakkan bola.

Dua poin.

"Tim lawan tidak menyerang ataupun bertahan, mereka cuman pengen lukain pemain kita," jawab Hendery yang juga mengamati pertandingan dari tribun dengan gelisah.

"Lukain?"

Sebagai jawaban, pemain tim lawan berbadan besar sudah menabrak Haechan yang hampir saja merebut bola darinya. Tubuh Haechan yang lebih kecil terpelanting. Bola di rebut oleh Jaemin yang kemudian berlari kencang menembak bola dan mendapatkan poin.

Wajah Haechan merah padam. Tangannya mengepal. Ia melotot pada pemain berbadan besar yang tak mempedulikannya. Jika bukan karena Jeno, Haechan mungkin akan menyerang pemain itu.

Pertandingan semakin agresif. Tim lawan sepertinya sudah tidak perduli pada skor. Benar kata Hendery, mereka hanya ingin melukai pemain tim SM. Mereka bahkan mendorong pemain yang sedang tidak memegang bola.

Lima menit terakhir. Jaemin yang menggiring bola fokus dengan badan besar pemain tim lawan, berusaha menghindarinya. Tidak menyadari seorang yang lain menjulurkan kakinya dengan sengaja. Alhasil Jaemin yang sedang berlari, jatuh dan tersungkur ke depan. Lututnya cedera.

Wasit meniup peluit, mengeluarkan kartu merah pada pemain yang menjegal kaki Jaemin. Haechan sudah tak bisa mengontrol emosinya dan menyerang pemain lawan, diikuti pemain dalam timnya. Keributan tak terelakkan.

Mark dan Hendery bergegas turun ke lapangan ikut melerai. Pertandingan menjadi ricuh karena teriakan penonton yang saling menghina. Wasit harus menghentikan permainan dan memutuskan Tim SM masuk final.

~~~

Hendery dan Mark sudah tertidur lelap. Tapi Renjun tidak. Ia masih belum mengantuk. Renjun keluar kamar menuju dapur. Air minum di kamar mereka habis. Saat ia melewati ruang tamu ia mendapati Haechan sedang menonton TV tanpa suara.

"Belum tidur?" tanya Renjun. Haechan tak menjawab hanya menengok ke arahnya.

Renjun tak ingin mengganggu maka bergegas ke dapur.

Itu pertama kalinya Renjun melihat Haechan marah. Wajah usil dan cerianya berubah menjadi wajah garang. Bahkan saat makan malam tadi Haechan tak berkata sepatah kata apapun.

Cedera Jaemin tidak memungkinkannya mengikuti pertandingan final besok. Itu membuat Haechan semakin marah pada tim yang sudah melukai Jaemin.

Renjun terkejut bukan main saat gelas yang dipegangnya direbut. Ia menoleh. Haechan meneguk habis minumannya, ia tak masalah sebenarnya.

"Kenapa ambil punya aku sih?" sungut Renjun yang masih terkejut karena gelasnya di ambil paksa.

"Haus," jawab Haechan singkat.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Renjun cemas.

"Yang cedera bukan gue."

Renjun ingin membantah tapi terlalu malas untuk berdebat. Tentu maksud Renjun bukan kondisi fisiknya Haechan, karena selain kelelahan fisik, ia tak mengapa.

"Temanin gue nonton." Haechan menarik tangan Renjun.

Renjun yang memang tak mengantuk akhirnya menemani Haechan menonton. Mereka menonton dokumentasi national geographic yang membosankan.

Mending nonton kartun, batin Renjun.

Haechan tiduran di bahu Renjun. Sepertinya itu spot paling nyaman buat Haechan tidur.

Haechan lebih dulu tertidur. Renjun ingin pergi tapi mengurungkan niatnya. Menakutkan bila Haechan marah padanya.

Meski terasa sakit karena kepala Haechan yang berat, Renjun mengalah sampai ia pun tertidur dengan kepalanya menindih kepala Haechan.

Pagi-pagi saat ia terbangun, ia dan Haechan masih di depan televisi. Bahkan televisi masih menyala.

Renjun mendorong kepala Haechan, mematikan televisi dan bersiap pergi. Tangan Haechan menarik Renjun kembali.

Ia memeluk Renjun. "Masih ngantuk."

"Udah siang Echan." Renjun mendorong Haechan. Lalu menyelamatkan diri ke kamar.

Dasar Haechan, lagi marah pun ngeselin.






~~~

What It Cost For a Love || Renjun Harem || NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang