Chapter 8

3.2K 372 0
                                    

Renjun perlahan mulai sadar. Ia membuka matanya, yang pertama ia lihat adalah Haechan yang menatap ke arahnya tanpa ekspresi. Bau obat-obatan menyeruak dalam ruangan serba putih itu. Rasa perih di kepalanya mengingatkannya akan perkelahian antara Jeno dan Mark.

"Jeno?" Renjun menatap Haechan. Haechan melirik ke arah kiri. Renjun menoleh pelan-pelan ke arah kiri dimana Jeno berbaring dengan wajah babak belur. Jaemin duduk di dipannya.

"Mark Sunbaenim?" tanya Renjun melirik ke arah Haechan. Kali ini Haechan menoleh ke arah kanan.

Mark dan Jihyun berada di dipan sebelah kanan. Mark tidak terlihat lebih baik dari Jeno. Tidak terlihat seperti Mark yang berkharisma dengan wajah lebam seperti itu. Disampingnya ada Jihyun dengan mata yang bengkak kebanyakan menangis.

"Yg berantem siapa, yg K.O. siapa," celetuk Haechan.

"Nekat banget jadi orang," sambung Jaemin.

Selang beberapa waktu, guru BK yang memanggil mereka tadi masuk ke ruang UKS. Wajahnya garang. Ia menatap tajam pada mereka.

Ia beralih pada Mark. "Ibu tidak percaya kau membuat masalah padahal ibu sangat mengagumimu. Sebagai hukuman, kau membersihkan toilet selama seminggu."

Apa-apaan itu.

Setahu Renjun, Mark adalah korbannya, lalu mengapa guru BK itu menghukumnya. Jika masalah ia meladeni Jeno yang memulai pertengkaran, tetap saja itu karena ia membela diri.

Mark tidak memberikan protes apa-apa.

Guru BK itu menatap tajam Haechan dan Jaemin yang tak terlalu memedulikannya. "Kalian dihukum untuk membersihkan toilet selama dua minggu."

"Dan kau Lee Jeno," ia menghela napas."Kau di skors selama tiga hari."

Renjun terkejut bukan main. Meskipun itu wajar mengingat Jeno sudah melakukan dua kesalahan. Bagaimanapun ia tidak tega pada apa yang terjadi pada Jeno.



"Bikin masalah terus," kata Hyekyo di ujung telepon. Kabar hukuman Jeno membuatnya kesal.

"Jen, lo nggak berubah sama sekali. Lo bilang ga bakalan ngelakuin kesalahan yang sama lagi. Ini apa?"

"Oke, oke, gue yang salah. Puas? Ga usah marah-marah."

"See, lo emang ga pernah mau berubah." Hyekyo menutup panggilan. Jeno membanting handphonenya di kasur.

Saat terpuruk seperti ini, ia membutuhkan Hyekyo untuk menyemangatinya. Tapi apa, ia malah menyalahkan Jeno.

Ketukan di pintu membuyarkan lamunan Jeno. Ia membukanya dan mendapati Renjun membawa semangkuk sup hangat untuknya.

"Buat nambah tenaga," ucapnya lalu menyodorkannya pada Jeno.

Wajah Renjun masih lebam karena pukulan yang entah darinya atau Mark. Jeno memperhatikan Renjun yg kembali ke dapur dengan perasaan sendu.

Seharian dalam rumah terasa menyedihkan. Ia tidak bisa pergi jalan-jalan tanpa Jaemin dan Haechan dan ia tak ingin pergi bersama Renjun. Apalagi kepalanya masih terluka. Ibu dan ayah Jeno sudah menelpon dan marah besar.

"NoNo!" Itu Renjun lagi. Kalau tidak ada gangguan dari bocah penyuka moomin itu, mungkin Jeno akan merasa sangat kesepian dalam rumah sendirian sepanjang hari.

Jeno membuka pintunya. "Kenapa lagi?" tanya Jenu ketus.

"Aku bosan! Main game bareng aku, yuks."

Jeno menolak dan mencoba menutup pintunya tapi Renjun menahannya. "Main aja sendiri," hardik Jeno.

"Tapi main sendiri ga bisa. Aku bosan main hape."

"Ga peduli."

Renjun tetap memaksa jadilah Jeno mengikuti Renjun ke ruang tamu. Perkiraan Jeno tentang game itu berbeda jauh. Di atas meja hanya ada papan permainan ular tangga.

"Ayo kita main ini," ajak Renjun.

Dengan sangat terpaksa Jeno menuruti keinginan Renjun. Ia sebenarnya memang sangat-sangat bosan berada di kamar.

~~~

What It Cost For a Love || Renjun Harem || NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang