Langit || 16

7.9K 316 65
                                    


HAPPY READING! CONLFICT IS HERE!

JANGAN LUPA RAMEIN SKUYYY!!!

***

"Kak, aku harus gimana? Aku enggak tau kalau ternyata selama ini ..."

Rainy langsung menangkup kedua pipi Pelangi yang basah karena air matanya. "Pelangi, hear me up please! Ini bukan salah kamu ataupun orang lain. Ini udah takdir. Seburuk atau semenyakitkan takdirnya, mau gak mau kita harus terima. Enggak mungkin kita ngembaliin itu semua. Gak bisa, Ngi. Gak bisa," tuturnya seraya membersihkan air mata Pelangi.

Ini memang tidak mudah.

"Sekarang, kamu fokus sama diri kamu dulu ya? Semuanya udah terlanjur. Langit juga perlu tamparan supaya dia bisa lebih baik lagi, dan bisa terima takdirnya."

Pelangi dibuat haru oleh sosok Rainy yang wajahnya tidak jauh berbeda dari ... Lily.

"Kakak sayang banget ya sama Bang Langit?" Pertanyaan Pelangi membuat Rainy menegakkan tubuhnya lalu berdeham pelan.

"Apaan sih kamu. Kakak hanya temen Langit."

"Kak. Aku juga cewek. Aku bisa liat ketulusan di mata kakak. I know it well. Jangan lupa, aku liat obrolan terakhir kakak sama Bang Langit. Kakak sejak kapan dekat sama Bang Langit? Or I mean, udah sedekat apa hubungan kakak?— eh duh, maaf ya kak kalau aku kurang sopan. Kalau enggak mau dijawab, gak papa kok kak," ucap Pelangi tidak enak hati. Apalagi melihat raut wajah Rainy yang sedikit ... Berubah.

Rainy tersenyum lebar. "Gak masalah. Intinya, kakak temen deket Langit. Itu aja."

Pelangi memicingkan kedua matanya, belum puas dengan jawaban Rainy. "Kakak yakin? Bang Langit enggak nyakitin kakak selama ini kan?"

Setiap detiknya Langit nyakitin aku, Pelangi. Kalau dia enggak nyakitin aku, itu dia lagi melihat aku sebagai Lily. Bukan Rainy.

"Enggak. Mungkin cuma ngeselin aja," jawabnya kontras dengan apa yang ia ucapkan dalam hatinya. Entah kenapa rasanya kalimat itu berhenti di tenggorokannya.

Pelangi mengangguk pelan, tidak memaksa Rainy lebih jauh lagi. "Yang penting, aku berdoa yang terbaik buat kakak sama Bang Langit. Aku tau kalau kak Rainy itu baik banget. Aku mohon sama kakak, kalau ada masalah apapun, atau butuh temen curhat, ada aku ya kak?"

"Iya siap. Terimakasih banyak, ya! Semoga semuanya lekas membaik."

***

Rainy memutuskan untuk menempati rumah minimalis milik keluarganya di komplek Grayana. Disini, ia hanya tinggal bertiga. Satu satpam dan pembantu yang biasanya membersihkan sepekan sekali.

"Pagi Bi Ningsih!" sapanya pada wanita yang berusia kepala empat yang tengah membersihkan ruang keluarga.

"Pagi non! Mau makan apa pagi ini?"

"Enggak perlu bi. Biar aku yang masak ya?"

"Oh baik non. Kalau begitu, izinkan saya bantu ya, Non."

"Boleh bi!" Rencana pagi ini, Rainy memasak Macaron schotel. Bukan untuk dirinya, melainkan Langit. Ya ... Langit. Entah kenapa ia memilih bertahan sampai saat ini.

Setelah memasukkan masakannya ke dalam bekal, ia bergegas untuk mengganti piyamanya dengan dress kuning pastel sebatas lutut tanpa lengan, lalu ia padukan dengan outer rajut warna putih. Memoleskan sedikit lipbalm, serta parfum pada tubuhnya. Dirasa cukup lebih baik, ia bergegas keluar.

"Bi! Aku pamit dulu ya!"

"Baik non." Rainy pergi dengan taxi online yang sudah ia pesan. Semoga saja pertemuan pertamanya dengan Langit ... Lebih baik lagi.

Langit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang