Langit || 24

5.3K 237 44
                                    

Happy reading!!!!!

Jangan lupa voment nya ya!! Ramein!

***

Setelah pintu diketuk beberapa kali oleh sang mama, Kai keluar kamar dengan seragam sekolah yang sudah rapi. Tak lupa dengan bandana tertulis SKY yang mengiasi rambutnya.

"Morning ma!" sapanya pada sang mama yang sudah duduk di kursi makan. Wanita itu tampak mengambilkan sarapan untuknya.

"Morning too. Makin ganteng aja anak mama ini. Itu rambutnya enggak diikat aja?"

"Enggak usah ma. Masih pagi. Lebih keren gini juga. Udah kayak naruto," balasnya sambil menyengir lebar.

"Hm oke oke. Mau berangkat bareng mama enggak? Kebetulan mama berangkat pagi ke kampus."

"Boleh. Tapi nanti dijemput sama siapa?"

Rainy melelatakkan piring yang sudah terisi di hadapan Kai. "Nanti mama kabarin lagi ya. Mama usaian yang jemput kamu. Ayo sarapan sayang."

Kai mengangguk sembari melahap sarapan pagi ini yang menunya ayam rica-rica serta capcay. Mamanya memang selalu handal dalam dunia perdapuran. "Tapi kalau mama enggak bisa, Kai gak maksa kok."

"Udah deh. Mama juga pengen jemput kamu di sekolah."

Kai tersenyum lebar, sejujurnya ia begitu senang mendapat jemputan mamanya nanti. Tapi di sisi lain, ia tak enak hati karena mamanya juga harus banting tulang demi dirinya. "Makasih mama! Btw, get you better than last night, ma?"

Terkadang Rainy tak habis pikir untuk menghadapi sikap putranya yang seperti ini. Tanpa basa-basi namun penuh intimidasi dengan aura tajamnya. " As you see now. Kamu jangan khawatir oke!"

"Hm oke."

Setelah perjalanan tiga puluh menit, Rainy telah tiba di depan gerbang sekolah Kai. Ia segera mengeluarkan selembar uang berwarna hijau dari dompetnya. "Kurang enggak?" Tanyanya.

Kai menggeleng. "Udah pas. Biasanya juga segini kan.  Aku masih SMP kalau mama lupa. Keperluan aku masih enggak banyak," jawabnya sambil mengambil uang jajannya pagi ini. Rainy tersenyum lebar. Ia cukup bangga pada putranya karena memang betul; Kai tidak muluk muluk dalam urusan uang. Anak itu selalu jajan sewajarnya dan membeli suatu hal yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan.

"Pinter banget sih anak mama. Ya udah sana masuk. Mama juga udah mau ke kampus." Kai mengangguk, ia menyalami mamanya dan segera keluar dari mobil.

"Hati-hati ma!" Ucap Kai. Tak lama kemudian ada salah satu teman kelasnya yang bernama Aldi menghampirinya.

"Woy! Dianter nyokap ya Kai?" Tanyanya kepo. Kai mengangguk.

"Kenapa?"

"Gak papa. Mama lo masih cantik aja."

"Iya dong. Bangga gue tuh punya mama," balasnya penuh rasa bangga sehingga senyum lebar menghiasi wajahnya.

"Meskipun lo enggak tau papa lo siapa?" Pertanyaan yang berhasil membuat tubuh Kai mematung. Aldi yang sadar akan kalimatnya langsung menggeleng pelan. "Eh bukan gitu maksud gue. Gue—"

"Udah lah. Santai aja. Emang fakta, dan lagian gue udah gak peduli sih. Punya mama aja rasanya udah lebih dari cukup," jawabnya berusaha menutupi sebuah sayatan yang menancap dalam hatinya. Pertanyaan yang selama ini berusaha ia buang kembali memenuhi benaknya.

Apa ada hubungannya dengan lelaki itu?

"Lo enggak mau cari tau gitu Kai? Walaupun lo udah gak peduli, masa iya lo enggak kepo?"

Langit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang