Langit || 28

5.3K 260 9
                                    


HI HAPPY READING! AND HAPPY SATNIGHT!!!

JANGAN LUPA RAMEINNN!!!
***

Kepala Rainy rasanya ingin pecah setelah menerima kabar dari putranya. Selama membuat bubur, pikirannya tidak tenang. Bukan mengkhawatirkan keadaan Langit, akan tetapi putranya yang kini tengah bersama dengan seseorang yang harus mereka hindari.

Ini tidak boleh terus-menerus terjadi. Ia memejamkan kedua matanya. Rasanya jahat, tapi ini yang lebih baik. "I'm sorry Lang. But it's deserve for me."

Ia segera memasukkan bubur ke dalam wadah lalu ia bergegas menuju apartemen Langit. Ia berjanji akan membenci Langit kalau sampai menyakiti Kai.

Perjalanan dari rumahnya menuju apartemen Langit menghabiskan waktu setengah jam. Ia melangkah dengan tergesa. Sudah diberi tahu pin apartemen Langit, ia langsung saja masuk. Bisa-bisanya Langit menggunakan pin tanggal lahirnya. Andai saja semuanya sama, mungkin ia ... "Mikir apa sih aku ini?!" Gumamnya pelan mencoba membuang isi kepalanya. Ia harus fokus terhadap keluarga dan hubungannya dengan Alex!

"Kai? Ini mama nak!" Panggilnya namun tidak ada sahutan. Instingnya membawanya ke kamar Langit. Setelah pintu kamar terbuka, ia sedikit terenyuh dengan pemandangan dua seorang lelaki tengah tidur di satu kasur yang sama. Posisi Langit yang terlentang, sedangkan Kai sudah tengkurap tak karuan.

They really have a similar things.

Tiba-tiba hatinya sakit saat mengingat satu fakta yang seharusnya ia lupakan ini. Apakah ia tokoh antagonis sebenarnya? Tapi ia tidak ingin mengambil resiko yang besar lagi. Sudah cukup ia yang tersakiti, tidak dengan putranya.

Air matanya menetes. Seharusnya tidak seperti ini. Seharusnya ... Semuanya baik-baik saja. Kehadiran Kai adalah anugerah, bukan boomerang untuknya. Tapi, kenapa harus seperti ini situasinya?

"Rainy?" Panggilan itu membuatnya tersentak dan tersadar dari lamunannya. Langit sudah duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Ia dapat melihat wajah pucat Langit. Pantas saja putranya itu tidak tega meninggalkan Langit.

Ia melanjutkan langkahnya mendekati Langit. Diletakkan paper bag yang ia bawa di atas nakas. "Aku ke sini cuma disuruh Kai. Jangan mikir kemana-mana," peringatnya sedikit datar.

Langit memekik dalam hatinya. Ternyata ia menemukan titik lemah seorang Rainy. Kai benar-benar memiliki pengaruh besar untuk Rainy. Ia mengangguk pelan. "Bisa kita pindah dari sini? Aku takut ganggu anak kamu. Dia kayaknya kecapekan."

Anak kamu. Dua kata yang membuat Rainy hampir goyah. Ia mengatur nafasnya dan segera membuang isi pikirannya. "Ya udah. Ada kamar lain kan?"

Langit mengganguk pelan. Setelahnya, Rainy menuntunnya untuk berdiri dengan penuh hati-hati. Ah rasanya ia ingin terus-menerus sakit. Hahahaha.

Ia dapat melihat wajah Rainy dengan dekat. Bahkan ia mengambil kesempatan untuk menghirup aroma Rainy yang selalu menjadi candunya. "I miss you so bad Rain," lirihnya membuat tubuh Rainy menegang. Namun Rainy berusaha mengontrol dirinya sampai mereka tiba di kamar tamu. Rainy membiarkan Langit untuk duduk di ranjang. Tanpa berkata apa-apa, Rainy kembali keluar untuk mengambil bubur yang sudah ia bawa tadi.

Setiba di kamar tamu, ia membukakan bubur untuk Langit. "Ini kamu makan sendiri aja bu—"

Tiba-tiba Langit meletakkan kembali bubur itu di atas nakas lalu  menarik pelan tubuhnya hingga ia terjatuh diatas tubuh Langit. Ia melotot lebar dan hendak menjauhkan tubuhnya dari Langit.

"Gini bentar Rain. I need you soo," lirih Langit bersamaan dengannya yang merasakan suhu tubuh Langit. Ia meneguk ludahnya. Lelaki ini benar-benar sakit. Ia masih ingat kalau Langit itu jarang sakit, tapi sekali sakit menakutkan.

Langit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang