Langit || 17

8.9K 398 15
                                    

Happy reading!

Maaf kalo ngeselin 🙏🏻 jangan lupa ramein. Biar smngt

***

Seminggu. Seminggu ini juga Langit seperti merasakan sesuatu yang membuat dirinya gelisah setiap detiknya. Apalagi setiap pagi, tidak ada henti-hentinya ia memperhatikan putaran detik jam dinding.

"Sialan! Gue kenapa sih anjing!" geramnya pelan.

"Kamu kenapa sih? Masih pagi. Olahraga!" seru Bapak yang bernama Arman itu.

"Gakpapa. Lanjutin aja olahraganya."

"Dulu saya seperti kamu."

Alis Langit terangkat satu. "Kenapa? Melecehkan seseorang?" tanyanya to the point.

"Bukan. Tapi saya melakukan kesalahan besar hanya karena dibalut rasa dendam. Waktu umur saya tiga puluh lima, istri saya meninggal karena melahirkan, dan saat itu saya membenci anak saya yang lahir sampai dia kelas SD. Saya benar-benar belum siap atas kepergian istri saya, yang membuat saya harus jadi ibu dari tiga anak saya. Saya selalu marah, dan menyiksa putra bungsu saya."

"Hingga suatu hari, dia nyaris kehilangan nyawanya karena menyelamatkan saya. Dan kejadian itu membuatnya harua dioperasi. Dan biaya kami kurang. Jadi terpaksa saya mencuri dan hasilnya begini. Tapi kejadian ini membuat saya bersyukur, setidaknya saya berkorban untuk anak yang selama ini saya sia-siakan hanya karena takdir yang tidak pernah saya terima." Cerita singkat Bapak Arman itu membuat Langit membuang wajahnya yang kini terasa panas, seolah ada air mata yang ingin keluar dari pelupuk matanya.

Sialan.

"Semoga bapak sehat selalu." Hanya itu yang Langit ucapkan. Karena ia merasa telah ditampar oleh kalimat akhir Bapak Arman.

"Langit! Kunjungan!"

Langit tersentak. Kunjungan? Entahlah, tiba-tiba hatinya merasa lebih baik dari sebelumnya. Tanpa babibu lagi, ia segera bangkit dan menuju tempat kunjung.

"Bang Langit!"

"Pelangi?" Panggilnya pelan. Lalu netranya menyapu sekitar. Pelangi benar-benar sendiri. Emang siapa yang dia cari sebenarnya?

Langit menggeleng cepat lalu duduk di hadapan Pelangi. Ini pertemuan keduanya dengan Pelangi. "Kamu ... Sendiri?"

"Enggak. Aku sama mama. Mama diluar," jawabnya. Langit tau kenapa Kakak Iparnya itu tidak menemuinya; emang siapa yang mau bertemu dengan bajingan seperti dirinya?

Kecuali ... Rainy ternyata. Sialan, Rainy lagi!

"Oh. Ada apa?" Tanya Langit.

"Bang ... aku ..."

"Kenapa Ngi? Kamu kenapa masih temuin gue sih?! Gue yang ngehancurin lo. Plis, hati lo terbuat dari apa sih?" geram Langit tidak habis pikir pada Pelangi. Ia hanya tidak ingin membuat gadis kecilnya itu semakin hancur setiap bersamanya.

Pelangi meraih kedua tangan Langit, lalu ia elus pelan. "Bang ... Aku emang hancur, tapi semua itu kalah sama rasa sayang aku ke abang yang dari kecil selalu ada buat aku. Gak bisa bang buat benci sama Abang."

"Tapi gue gak mau lo semakin hancur setiap liat gue, Ngi."

"Enggak kok. Pelangi yakin, abang udah berubah. Untuk masalah Kak Lily ..."

"Stop it!" potong Langit yang langsung membuang wajahnya. Sedangkan Pelangi menatap nanar Langit.

"Bang ... Aku tau itu kehilangan terparah yang abang rasain. Tapi aku juga gak bisa buat semuanya kembali. Gak bisa Bang. Karena itu takdir."

Langit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang