Epilogue

8K 226 21
                                    

Langit Hartigan

***

Gue tau, kalau gue adalah pendosa besar yang seharusnya pantas mendapatkan balasan yang setimpal dari dosa-dosa gue. Sifat gue yang buruk ini juga pantas dihindari bahkan dibenci oleh semua orang. Gue ... Manusia bodoh yang Tuhan ciptakan di dunia ini. Gue ... Buruk. Bahkan gue enggak pantas disebut manusia.

Pelangi, satu sosok yang selama ini gue sayangi yang selalu gue jaga kebahagiaannya, malah gue sendiri yang ngerusak dan buat dia sehancur itu. Gue ... Bejat. Bahkan saat dunia benci gue, hanya Rainy yang selalu ada di sebelah gue. Hanya dia yang enggak pernah menyerah sama sikap egois, temperamen, dan kebejatan gue. Gue benci banget sama sikap dia yang enggak pernah lelah ngadepin gue. Gue benci sama senyuman tulus dia buat gue yang bahkan enggak pantas dapat ketulusan itu.

Sikap gue selama ini cuma mau buat dia berhenti tulus ke gue. Gue mau sendiri, gue enggak mau punya seseorang lagi kalau pada akhirnya gue kehilangan lagi. Kalau pada akhirnya takdir enggak pernah berpihak ke gue. Buat apa Tuhan kirim orang-orang yang sayang ke gue kalau akhirnya pergi ninggalin gue?

Gue takut itu terjadi lagi nantinya. Apalagi, Rainy sedarah dengan sosok yang selama ini menjadi salah satu alasan gue begini. Kalau gue bisa kontrol diri gue, mungkin gue bakalan hapus air mata Rainy yang terus nangis karena sikap gue, yang terus keluar karena keluarganya, dan dia selalu nangis karena dunia enggak pernah anggap dia ada.

Padahal ... Kebaikan dan ketulusan dia membuat dunia tertuju padanya. Rainy itu bidadari yang susah buat dideskripsikan. Intinya, dia setulus itu. Gue beruntung pernah menjadi salah satu sosok yang selalu ia dambakan dan ia sayangi di saat lelaki lain berusaha meraihnya. Tapi karena gue bejat, gue malah sebaliknya. Menolak mentah-mentah perasaan dan kehadirannya.

"I always love you Langit."

Kalimat yang selalu melekat di benak gue. Bahkan tenggorokan gue rasanya tercekat buat mengatakan bahwa gue juga ingin mencintainya. Karena gue merasa udah terlanjur nyakitin dia, dan buat dia menderita.

Sampai pada akhirnya, semuanya terjadi. Kebejatan gue terbongkar dan membuat gue terjerumus dalam penjara untuk belasan tahun. Gue pikir, dengan itu Rainy bakalan nyerah dan pergi dari gue. Gue berat buat terima dugaan itu, tapi ternyata dugaan gue salah. Rainy ... Dia bahkan selalu datang hanya untuk memberikan sarapan pagi yang selalu berujung di tempat sampah. Gue ngelakuin itu ya karena ... Gue udah sehancur ini, gue napi yang patut orang hindari karena kasus pelecehan seksual terhadap ponakan gue sendiri. Gue merasa semakin buruk buat dapat perhatian tulus Rainy.

Dan ya ... Dia benar-benar pergi di tahun kedua gue di penjara. Rainy lenyap bahkan tidak pernah muncul lagi. Apa yang terjadi? Kenapa saat semua keinginan gue terjadi, gue malah gelisah, gue malah terus menyesal, dan gue enggak rela dia nyerah.

Gue pikir, semuanya sudah terlambat selama dua belas tahun ini. Gue udah hancur dan mencoba untuk merelakan Rainy karena gue yakin, kalau dia udah bahagia dengan kehidupan barunya tanpa gue. Meskipun gue udah berusaha ngelepasin dia, gue tetap ingin mencari keberadaannya saat gue keluar dari penjara, dan akhirnya gue ngeliat dia.

Dia memiliki seorang anak laki-laki? Apa gue udah hilang di hatinya? Apa gue ... Udah benar-benar enggak punya kesempatan?

Gue enggak tau takdir yang Tuhan berikan ke gue kenapa benar-benar diluar dugaan. Setelah perjuangan gue yang enggak sepadan dengan perjuangan Rainy terhadap gue di masalalu, gue masih ada di hati Rainy. Bahkan ... Selama ini dia merawat putra kandung gue dengan baik. Hal yang paling buat gue sesak itu saat gue tau fakta kalau dia hamil anak gue. Gue enggak pernah nyangka kalau ternyata Rainy hamil tanpa sepengetahuan gue dengan alasan takut gue nolak kehadiran janin itu.

Langit [END ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang