30. Hal tak terduga

1.2K 90 23
                                    

Tak terasa 3 tahun berlalu, Rani menjalani kehidupannya di sebuah pedalaman dengan cukup tenang. Meski seringkali ia kewalahan menghadapi kemampuan spesial serta kejeniusan sang anak, tapi hal itu lebih baik daripada anaknya hidup di lingkungan penuh konflik.

"Penzi Neema JDaudi anakku tersayang, kamu sedang apa disana?"

"Mama, Penzi sedang membuat perahu untuk bermain."

"Wah bagus sekali sayang. Tapi lain kali kalau bermain di daerah dekat sungai harus didampingi Granpha, Papa Bonan atau Mama ya."

Penzi mengangguk paham. Meski baru berusia 3 gahun namun ia sudah tumbuh menjadi anak yang sangat luar biasa serta sedikit lebih dewasa dari anak seusianya. "Penzi ditemani tante cantik dan juga nenek. Mereka selalu menemani Penzi. Tapi jika Mama tetap khawatir Penzi akan menjadi anak penurut."

Rani mengelus rambut berwarna perak itu dengan lembut. Sesekali ia menciumi mata anaknya yang berwarna hazel dengan gemas. Meski wajah itu seperti replika dari orang yang membuatnya pernah terluka, Rani sama sekali tidak mempermasalahkannya. "Nice sayang. Kamu ingin bertemu Papa Bonan atau melanjutkan bermain perahu dulu?"

Mata hazel itu seketika berbinar. Ia segera berdiri dari posisi berjongkoknya lalu menarik tangan sang Mama agar lebih cepat berdiri. Bahkan samapai terlalu senangnya ia sampai mengucapkan  kalimat yang menohok hari Rani. "Ayo Mama, Penzi tidak sabar bertemu Papa. Apakah dia juga membawa hadiah dari kota kelahiran Daddy?"

"Penzi sayang, apa maksud kamu dengan kota kelahiran Daddy?" Sontak keduanya terdiam.

"Ah, Mama ini kenapa? Memang Penzi memiliki banyak Papa? Mama salah mendengar mungkin."

"Ah ya, Papa Bonan adalah ayah dari kamu sayang. Jadi mari kita temui dia. Mungkin dia datang bersama Mama baru?" Goda Rani meski dalam hatinya memohon ampunan pada tuhan atas semua kebohongannya.

"Penzi mau Mama baru asal dia tidak membenci Mama."

"Ah kamu memang anak yang sangat luar biasa baik."

***

Ditengah asiknya memperhatikan anaknya yang tengah bermain dengan Bonan di halaman samping rumahnya, Rani dikejutkan dengan kehadiran Maria yang menghampirinya dengan berlari kencang.

"Rani gawat!" Ujarnya sambil menaruh sebuah gelas di atas meja dan menarik tanganku ke luar rumah sangat lancang.

"Ada apa ini? Kenapa bibi sangat panik seperti ini?"

"Penzi Rani! David dia--

Racauan penuh kepanikan itu terpotong oleh suara yang Rani cukup kenal. "Jadi selama ini kau bersembunyi disini sayang?"

Melihat Andrew yang tiba-tiba ada dihadapanku dengan ekspresi datar penuh intimidasi membuat Rani tak bisa berkata-kata. "Tuan--

"Wah lihat, ada pengkhianat juga yang sedang menikmati masa dengan merebut kebahagiaan orang lain. Tikus tidak tahu diri."

Penzi memandang polos Andrew dan banyakhya pengawal yang ia tak kenali disana. Sontak amarah yang memuncak itu seketika mereda setelah pria itu memandang replika dirinya sewakth masih kecil.

"Anakku." Lirih Andrew dengan mata berkaca-kaca. Tidak ingin terbawa euforia lebih lama, Andrew segera menarik Rani dan membiusnya sampai tak sadarkan diri. Sedangkan para bodyguard lain melumpuhkan Bonan yang mencoba membawa Penzi pergi.

"Daddy? Jangan sakiti Mama dan Papa!"

Hati Andew seketika menghangat. "Ah son, kau memang pintar membujuk Daddy. Ikuti Daddy atau Mamamu tidak selamat."

Tanpa menangis ataupun ketakutan Penzi mengangguk dan mengikuti langkah Andrew sampai masuk ke dalam mobil. "Anak yang pintar. Rani merawat dan mendidikmu sangat baik."

Obsession's Second Husband (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang