PART 21

70 4 5
                                    

"LO nguntit gue? Iya? Lo nyebelin banget! Sumpah! Lo udah kayak stalker! Penguntit! Psikopat!" Josie marah-marah begitu kini ia berada di dalam mobil Haga.

Haga sendiri tidak menggubris ocehan cewek itu. Ia hanya butuh fokus mengemudikan mobilnya, meninggalkan area pelataran Quoss.

"Tau darimana gue di sini? Asli lo nguntit gue? Ish, sumpah! Lebih serem dari Michael Mayers!"

"Bisa diem nggak?" rupanya Haga terganggu juga lama-lama mendengar ocehan Josie yang tidak pendek itu.

"Lo pikir aja sendiri, gue bisa diem nggak? Gue lagi asyik main billiard sama Miro, eh, lo tau-tau dateng mengacau! Lo tau nggak, Miro itu susah banget kalo diajakin main billiard sama gue!"

"Sedeket itu lo sama Miro?" tanya Haga sambil melirik gadis itu.

"Oh, iya! Sedeket itu! Gue deket banget sama Miro! Kenapa lo?" gadis itu menantang Haga.

Tepat saat lampu merah menyala, Haga menoleh. Cowok itu menatap kedua mata Josie yang juga tengah menatapnya dengan sorot menyebalkan.

Menyebalkan, gadis itu memang menyebalkan. Tetapi yang lebih menyebalkannya lagi adalah, kenapa Haga merasa terganggu dengan pernyataan gadis itu yang mengatakan bahwa dirinya dekat dengan Miro? Padahal Miro kan sepupunya sendiri. Satu keturunan Mahameru.

Josie pun segera mendecak saat Haga kembali menatap ruas jalan di depannya tanpa mengatakan apa-apa hingga mereka sampai di kediaman Mahameru.

Haga batal berjalan menjauh dari mobil yang sudah berhenti sekitar 2 menit lalu, tetapi Josie sama sekali tidak bergerak. Gadis itu masih duduk sambil melipat kedua tangan di depan dada di dalam mobil. Terpaksa Haga membuka pintu samping tempat Josie duduk. "Turun." Katanya dengan nada memerintah.

"Nggak. Gue mau balik ke Quoss." Ujar Josie tanpa melirik sedikit pun pada Haga.

Haga menghembuskan nafas kasar. "Jangan bikin gue tambah capek."

Josie tersenyum sinis, "Siapa? Yang nyuruh!"

Cowok itu balas melirik dingin. Lalu tanpa mengatakan apa-apa, ia menarik lengan Josie hingga Josie keluar dari mobil dan berdiri dengan cukup sempoyongan. Tentunya gadis itu marah-marah. Tidak terima dengan perlakuan Haga.

Di saat itulah, Shila datang menghampiri. Perempuan tua itu heran melihat kelakuan 2 remaja itu. "Kalian kenapa?"

"Oma, Haga nih! Dia kasar sama Josie! Dari tadi Haga narik-narik tangan Josie mulu! Kan sakit!" Josie segera mengadukan perbuatan sang cucu pada sang nenek.

"Haga? Kamu jangan begitu sama Josie." Shila segera menegur Haga dengan pelan.

Haga hanya melengos, malas menanggapi. Kemudian cowok itu pun pergi mendului kedua perempuan itu, memasuki rumah.

Shila dan Josie berjalan belakangan. Sambil menuntun Josie dengan lembut, Shila mulai berbicara pada Josie, "Oma dengar kamu ditinggal Mama di rumah ya?"

"Udah biasa sih, Oma. Namanya janda, kudu kerja keras sendiri."

Shila terdiam seketika.

Cepat-cepat Josie meralat perkataannya. Josie benar-benar lupa kalau Shila kan juga termasuk dalam kategori janda. "Eh, maksud Josie nggak gitu, Oma. Oma jangan tersinggung ya? Sungguh, Josie nggak ada—"

Siapa sangka, Shila malah tertawa. "Iya, Oma paham kok. Karena Oma juga ada di dalam posisi yang sama. Sebenernya dilema juga, ketika orang tua, single fighter, atau janda harus membagi waktu antara pekerjaan dan rumah. Oma paham."

"Tapi kan Oma kaya raya, udah nggak perlu kerja keras lagi. Tinggal kipasan uang, menikmati hasil."

Lagi-lagi Shila tertawa. "Makanya, biar kamu nggak kesepian, biar kamu ada yang nemenin, Oma nyuruh Haga ngajakin kamu ke rumah. Sekalian, kamu nginep di sini ya, sampe Mama kamu pulang."

Mahameru is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang