PART 35

62 6 0
                                    

SETELAH menyerahkan selembar kertas undangan berwarna hitam pada Miro, Davis pun segera pergi dengan menggunakan mobil BMW-nya, meninggalkan area SMA Prapanca.

"Barusan Davis?"

Miro segera membalikkan badan. Ternyata di belakangnya ada Josie. Entah sejak kapan cewek itu berada di sana.

"Apaan, Mir?" tanya Josie lagi sambil menunjuk kertas undangan berwarna hitam di tangan Miro.

"Bukan ap—hey?" Miro kurang cepat. Karena Josie dengan kecepatan kilat mengambil benda itu dari tangan Miro.

"Undangan party one night s—eh?" belum selesai Josie membaca, Miro merebut kembali undangan itu dari tangan Josie. Josie yang masih penasaran itu segera mencoba mengambilnya kembali dari tangan Miro.

Namun karena kalah tinggi, Josie jadi gagal dan harus puas dengan kekecewaannya serta rasa penasarannya.

"Party apaan, Mir? Kasih tau gue dong! Mir, Mir!"

"Bukan apa-apa." jawab cowok itu sambil berjalan.

Tentu saja Josie mengekor. Tidak menyerah. "Acaranya kapan, Mir? Hari apa? Jam berapa? Dresscode-nya apa?"

Miro melirik gadis itu, "Ngapain lo tanya-tanya?"

"Barangkali lo butuh pasa—ehm, partner, gue pasti ada waktu kok." Gadis itu memasang senyum lebar.

Miro berdecak, "Nggak." Lalu kembali Miro berjalan kali ini dengan langkah yang lebih cepat.

Senyum lebar di wajah Josie segera lenyap, berganti dengan decakan sebal dan kesal. "Miro, nyebelin banget sih lo lama-lama!"

Miro tidak menghiraukan. Ia terus saja berjalan tanpa memperlambat tempo langkah kakinya.

"Mir, jangan cepet-cepet jalannya! Mir! Ih!" sampai-sampai Josie kesusahan menyeimbangkan diri dengan Miro. "Mir, tungguin! Lo masih utang penjelasan ke gue! Lo bilang waktu itu mau nyeritain semuanya. Tapi ap—aduh!" Josie segera mengaduh dan berhenti mengejar Miro saat wajahnya menubruk punggung Miro yang tiba-tiba berhenti. Sambil mengelus-elus hidungnya, ia pun memunculkan diri dari balik tubuh Miro.

Rupanya di depan Miro berdiri seorang Haga. Mengetahui keberadaan Josie, mata tunangannya itu segera tertuju padanya.

Lalu tangan Haga yang tanpa aba-aba itu segera berusaha meraih pergelangan tangan Josie. "Kita harus bicara."

Belum sempat tangan Haga menyentuh tangan Josie, tangan Miro ikut bergerak menepis tangan Haga sehingga niat Haga meraih pergelangan tangan Josie terpaksa gagal.

Mata Haga pun segera beralih pada saudaranya yang seterang-terangan itu meski saat ini mereka sedang berada di koridor utama, dengan banyak anak yang bersliweran dan menaruh perhatian yang amat pada mereka bertiga. Haga, Miro dan Josie. "Lo nggak usah bertingkah, Mir." Desis Haga.

"Keperluan lo sama dia cuma mau ngomong, kan? Ya udah, tinggal ngomong aja." Kata Miro santai sambil mengedikkan dagu saat menyebut kata 'dia' ke arah Josie.

"Gue butuh privasi ketika ngomong sama tunangan gue." Haga sengaja menekankan kata tunangan saat berbicara dengan Miro. Tujuannya sudah pasti agar Miro sadar posisi. Siapa dirinya di depan Haga yang merupakan tunangan sah dari Josie.

"Maksud lo tunangan abal-abal?"

Kening Haga mengerut. Melihat Miro berbicara seperti itu, itu artinya Josie sudah membeberkan padanya kalau pertunangannya dengan Josie adalah sebuah perjodohan yang diawali dengan paksaan. Bukan hal yang mustahil jika Josie juga membeberkan soal kesepakatan yang Haga dan Josie buat terkait menggugurkan kesepakatan kakek mereka dulu.

Mahameru is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang