PART 23

72 5 2
                                    

MIRO tidak bisa tidur malam ini. Cowok itu gelisah. Kepalanya terus memikirkan perkataan Josie tadi siang. Tentang perjodohan antara Josie dan Haga yang baru Miro tau. Sebelumnya Miro sama sekali tidak pernah menyangka kalau ternyata Shila memiliki sebuah wacana dari suaminya tentang masa depan keluarga Mahameru.

Jika saat itu Miro tidak kabur dari rumah, akankah dirinya yang akan dijodohkan dengan Josie? Atau hal itu tidak mengubah apa pun? Sepertinya opsi yang kedua yang lebih mendekati kebenaran. Bukan apa-apa, biasanya yang lebih tua yang diutamakan lebih dulu kan?

"Gimana gue bisa seneng kalo gue nggak suka sama dia?"

Ucapan Josie lagi-lagi menggema di kepalanya. Jadi Josie tidak menyukai Haga? Josie tidak menginginkan pertunangan itu? Tidak menginginkan Haga? Lalu bagaimana agar Josie bisa senang?

"I am happy. Maybe."

Josie bilang, ia mungkin akan senang jika yang bertunangan dengannya adalah Miro. Benarkah? Kenapa? Apa dirinya yang mampu menyenangkan Josie? Kenapa dirinya? Kenapa bukan Haga?

Kenapa Miro merasa punya kesempatan?

Miro segera mengambil posisi duduk di atas ranjangnya. Semakin ia memikirkan hal itu, semakin ia menyadari kalau ia mulai gila. Bagaimana tidak, Miro merasa punya kesempatan. Kesempatan untuk apa? Untuk menyenangkan Josie. Kenapa Miro merasa seperti itu? Akankah itu sebuah keinginan atau keharusan?

"Argh! Damn you, Josie!" cowok itu mengerang sambil mengacak rambutnya. Lalu dengan sewot, ia beranjak dari ranjang. Ia juga beranjak dari kamar, berjalan menuju ke dapur untuk mengambil air minum dingin. Barangkali dengan mendinginkan perut, kepalanya ikut dingin.

"Eh, Mir. Lo kebangun? Apa volume TV kekencengan?" Silas rupanya masih ada di depan televisi, sedang menonton tayangan Netflix. Ia cukup terkejut sekaligus merasa bersalah karena tindakannya.

Miro juga cukup terkejut. Biasanya Silas itu kalau tidur selalu di bawah jam 1 malam. Sekarang sudah jam 2 dini hari lewat, cowok itu masih duduk di depan TV dengan lampu yang masih menyala. "Nggak kok." Kata cowok itu berjalan ke arah dapur yang letaknya dekat dengan ruang TV. Ia membuka kulkas, mengambil sebotol air mineral dingin serta dua gelas dalam 2 tangannya dan membawanya ke meja di depan tempat Silas duduk. Ia pun meletakkan apa yang ia bawa tadi di atas meja.

"Thanks, Mir." Kata Silas segera menuang air mineral dingin ke dalam gelas setelah Miro melakukannya lebih dulu.

"Ada masalah?" tanya Miro sambil melirik cowok di sampingnya.

Silas tidak segera menjawab. Cowok itu malah menghembuskan nafasnya panjang seraya menyandarkan punggung ke sandaran. "Dia minta nikah."

Mata Miro melebar. Tau pasti siapa yang sedang Silas bicarakan meski tanpa menyebut nama sebab Miro sudah mengenal orang itu. "Lo hamilin dia?"

Langsung tangan Silas menabok kepala Miro. "Orang tuanya udah nuntut dia buat cepetan nikah. Ya lo tau, di Indonesia, umur 20 tahunan udah dituntut buat nikah."

"Luna Maya, Pevita Pearce, Raline Shah kalo gue liat kayak masih asyik ngelajang."

"Mir, jangan samain artis!"

"Tapi tadi kata lo Indonesia. Mereka orang Indonesia kan?"

Silas geleng-geleng kepala. Tidak salah ia menganggap Miro anak kecil. Memang pikirannya seperti anak kecil. "Udah, Mir. Sana tidur." usirnya pelan. Daripada mendengarkan Miro berbicara yang aneh-aneh, lebih baik Silas sendirian dulu saja malam ini.

"Belum pengen." Kata Miro kembali menengguk minum untuk kedua kali.

Gantian Silas yang melirik anak itu. Memperhatikannya dengan penuh perhatian. "Ada masalah?"

Mahameru is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang