Sebisa mungkin, diintipnya Ify tanpa menimbulkan kecurigaan. Pembawaan yang kembali kalem menyita perhatian.
Ini saja pertama kali aku ingin mencoba mempercayai seseorang. Namun sampai sekarang aku belum berhasil. Aku memang yang terpayah.
Bolehkah Rio tanyakan pada sang empunya buana? Di dunia yang dilimitasi tipu daya, terlalu banyak yang bermain peran.
Lantas bagaimana cara untuk menemukan sosok yang pantas dipercaya?
🎭🎭🎭
Aroma tanah kering menguar menjejali rongga hidung. Dalam waktu yang terus bergerak, langkah keduanya tertapak dalam tempo stabil. Yang perlu Ify pertanyakan saat ini sayangnya masih tetap sama.
Dikencangkannya gerak memeras di selempang tebal tas berkelas. Kali ini, ia yakin suaranya sampai ke telinga pemuda yang berpura-pura tak acuh itu. Lagipula persimpangan jalan raya sedang tidak riuh oleh sirine maupun klakson-klakson berisik.
"Hei, kamu belum jawab semenjak tadi, sedang kita sudah berjalan cukup jauh."
Lagi-lagi lapisan bibir Rio enggan menganga lebar. Sekadar gumamam yang tertafsir dari gerakannya, bahkan belum cukup untuk Ify artikan sebagai sebuah jawaban yang sah.
"Jadi kita ke mana sekarang?"
Dihadiahi pertanyaan berbeda yang punya arti sama secara konsisten, tatanan datar Rio akhirnya jengah juga. Ia membuang napas pelan, melanjutkan dengan kalimat tanpa semangat. "Aku punya ide spontan di kepalaku. Sebuah ide yang tidak begitu aku senangi."
"Hm?" Mengapa? Jelas saja Ify tak berniat meloloskan tanya lain pada Rio, setidaknya ditahan dulu untuk saat ini. Dipilihnya menebak-nebak sembari langkah mereka membawa ke tuju yang dimaksud.
Bulu mata lentik Ifiana bergerak turun-naik dengan gemulai. Sontak menyalin sang pemandu jalan, keduanya terhenti. Wajah Rio tampak sedikit tenang, entah dibuat-buat atau memang betulan tenang.
"Kenapa tidak langsung jawab 'iya' saja jika memang aku benar?" Gayanya ingin mencibir, namun tidak ada untungnya saat yang ia hadapi manusia semacam Rio. Alhasil Ify menyimpan raut sebal dan menukarnya dengan kerut di alis rapinya.
"Mengapa pula harus seperti berlindung di balik pot besar ini?"
Itu benar-benar secara tak sadar diucapkan oleh Ify. Pasalnya, bukan memasuki atau setidaknya mendekati pintu masuk Perkasa Abadi yang mereka datangi, Rio memilih menduduki lingkar pot besar dengan pohon pucuk merah yang tumbuh lebat di depan lapangan parkir.
"Aku memang membawamu ke Perkasa Abadi, tapi untuk sekarang, kita urungkan untuk masuk. Tidak terlalu berguna juga masuk ke sana."
Kalimat Rio terdengar seperti keluhan di telinga lawan bicaranya.
Ah, aku rasa karena kenalan yang dia katakan sebelumnya, ya?
Atensi Ify jatuh pada dua tangan Rio yang tiba-tiba mengepal kuat, disertai kepala yang tertunduk hingga ia tidak dapat melihat wajah depan pemuda itu. Sebagian besar terhalangi rambut dan tudung dari jaket yang dikenakan Rio.
Gerak lain dari sang pemuda menangkis waktu berdiam diri. Sempat mengangkat pandangan terakhir kali ke gedung perusahaan keamanan tersebut, dadanya menggebu ringan. Gigi atas dan bawah saling menghantam ketika matanya tak sengaja menangkap tiga siluet yang dengan santai tengah mengangkat tangan ke arahnya. Tersenyum ramah dengan sudut bibir yang terangkat miring.
"Hei, kau lagi!" Sapaan penuh semangat terurai dari orang paling tengah di kejauhan, di tengah perjalanan memangkas jarak darinya dan Ify.
"Sudah cukup melihat di sini?" Diam-diam Rio menyakukan seluruh kulit tangan. "Kita pergi dari sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Great Pretender
Action"Tidak semua orang harus tau apa yang terjadi." Setidaknya itulah yang selalu Larissa Ifiana Tanuarja percaya semasa hidupnya. Siapa sangka? Tidak diakui menjadi hal paling menyakitkan yang terlalu nyata untuk dirasakan. Kehilangan segala impian han...