35 - From Zero to Hero

231 17 124
                                    

Tautan dua gadis semakin erat. Ify membiarkan dirinya runtuh di depan Vanka. Memperlakukan sisi emosinya seperti anak kecil yang menangis di pelukan orang tuanya yang penuh kasih sayang.

Sedikit lagi, sedikit lagi dan kebahagiaan itu akan datang untuk kita yang telah lelah berpura-pura.

Hingga saat itu tiba di peluk mata, Ify terus berharap mimpinya tak terenggut habis untuk kedua kalinya.

🎭🎭🎭

Kita akan berhasil.

Sebelumnya ia dapat dengan mudah percaya, tapi di detik yang tiba ini, sebagian diri kembali menyangkal.

Persidangan praperadilan kasus pidana pembunuhan yang mengaitkan nama Rio Kilimanjana sudah dimulai semenjak beberapa waktu lalu. Rasanya, mencekam. Mendengarkan setiap bacaan tuntutan hakim serasa mimpi buruk yang enggan hilang setelah membuka mata. Sendirinya menghitung waktu paling lambat dalam hidupnya.

Satu.

Kecemasan terpancar dari wajah gadis terdepan kursi saksi. Pembacaan butir terakhir dari lembar-lembar tebal itu menakutinya, bahkan ketika sang hakim belum menyebut isi setiap kata.

Dua.

"Oleh karena itu, Pengadilan Negeri memutuskan penahanan terhadap terdakwa RK adalah sah dan nihil kekeliruan dalam penangkapannya."

Hakim membalikkan halaman terakhir. "Menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana yang merugikan berbagai pihak. Menjatuhkan putusan kepada terdakwa … "

Tiga.

Kelopak mata Ify mengatup lebih kuat diiringi debar tak wajar.

" … seberat-beratnya pidana mati."

Detik itu juga, jantung Ify berhenti berdetak.

Mengapa? Mengapa takdir tetap tidak berubah setelah pengorbanan dan usaha terbaik mereka? Mengapa kebahagiaan yang sedekat itu bisa pergi begitu saja?

Bagian pinggang setelan formal Ify kusut, dicengkram terlalu erat oleh lingkar sang dara. Manik Ify bergerak tak pasti ketika ia gemetaran menatap punggung kaku Rio. Entah apa yang laki-laki itu pikirkan saat ini. Namun dibalik tubuh tanpa reaksi itu, Rio sama kacaunya dengan dia.

Bukan hanya Ifiana, seluruh kepala yang ada di sana serta-merta menghadap pusat ruangan. Tuntutan panjang yang akhirnya berakhir membisukan mereka dalam sekali sebut. Hingga disusul bisikan dari balik garis hadirin.

"Hadirin dimohon tenang."

Sang hakim menyurutkan protes yang sempat dilayangkan setelah bunyi tiga kali ketukannya.

Pandangan seorang perempuan tak terlepas dari Ify. Dikepalnya kedua telapak tangan sembari mengambil angin kemudian mengembuskannya dalam.

Sebuah tangan yang berasal dari deretan kursi hadirin teracung tinggi ke udara. Diikuti tubuh semampai yang tegak bertumpu pada kakinya.

"Interupsi, Yang Mulia."

Sontak suara itu berhasil menarik atensi.

"Mohon maaf atas kelancangan saya. Namun, sekiranya apabila diperkenankan, saya ingin Yang Mulia mempertimbangkan beberapa kesaksian terakhir yang saya ajukan."

"Ivan-ka?" Cicitan Ify tak luput dari keterkejutan.

Lewat lirikan mata yang menyabit, ia berusaha menyalurkan kekuatan.

"Aku tidak akan membiarkan semua berakhir begitu saja, Fy."

Kacamata sang hakim kembali terpasang. Menunjukkan raut serius pada Ivanka.

Great PretenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang