Api dalam ruang yang cukup kedap sudah tergolong tidak biasa. Belum lagi reaksi ganda antara lilin aromaterapi dan bau sangit yang menyengat. Sekarang asap yang bisa sekali menjadi masalah besar. Modal nekat saja tidak cocok disandingkan dengan aksi Ify.
Sebesar apa kepercayaan diri Ify saat ini? Dengan hal-hal yang terjadi, apa jangan-jangan gadis itu memikirkan kemungkinan itu? Rio tidak menahan diri untuk terkekeh.
"Tentu saja!"
Seringai di wajah sang rupawan bertransformasi menjadi senyum lebar. Rio tahu apa yang harus ia lakukan.
🎭🎭🎭
Siur angin membungkam bumantara. Menyingsing fajar, rambut-rambut halus di badan menangkap reka sensorik. Menggigil tak terelakkan. Gemeretak gigi atas dan bawahnya saling bergesekan, bersamaan dua telapak yang merengkuh tubuh yang dingin.
"Kalau yang aku pahami empat hari lalu benar, maka yang harus aku lakukan tinggal menunggu waktu."
Jaket andalan Rio tersingkap semilir kencang, membuat Rio sedikit kerepotan menahan sisi pinggang yang terbuka. Dia menghela napas, berangkat ekstra pagi ini memang perlu perjuangan ekstra pula.
"Gak kusangka di belakang gedung ini dinginnya makin berasa."
Telinga Rio dipasang sebaik mungkin. Sorot tajam berkeliaran hampir tak berkedip, bersiap dalam mode siaga demi mengantisipasi hadirnya seorang lain di tempat persembunyiannya. Dirinya berhenti bergerak. Perubahan suhu di sekitar yang sedikit lebih naik memancing bibirnya untuk ikut tertarik ke atas.
Kumpulan asap dari dalam ventilasi menyebar ke sana kemari. Baru kali ini, penciuman Rio menghirup asap itu bak sedang menghidu udara segar. Nyala terang yang memancar semakin jelas juga mengirimkan kehangatan dan kabar baik bagi Rio, meski mungkin seharusnya terlihat mengkhawatirkan bagi sebagian besar khalayak umum.
Ditariknya resleting jaket hingga tersangkut di pangkal leher. Ia mencium punggung tangan. Meredakan suara terbatuk di kerongkongan ketika ulah Ify memasuki paru-parunya.
"Asapnya jauh-jauh lebih gila dari kemarin. Gak hanya itu, ada asap hitamnya juga kali ini?" Ditiupnya asap yang mulai turun menutupi pandangan sepanjang lorong. Terbatuk pelan karena bau gosong yang melekat di asap gelap itu. "Berapa banyak benda yang ia bakar hari ini? Semoga tidak satu rumah."
Kepulan kelabu tipis-tipis rata mengisi ruang belakang. Tubuhnya yang ia tempelkan ke permukaan bata di seberang dinding rumah menjauh. Masker dari kantung jaket terkait di daun telinga, menyisakan mata sebagai satu-satunya fitur yang dapat diamati.
Baiklah!
"Kebakaran! Siapa pun tolong! Sepertinya ada ruang yang terbakar!"
Teriakan Rio mengacaukan atmosfer penuh ketenangan pagi itu. Salah satu pekerja dengan jahitan nama di bajunya datang. Rautnya terganggu, sepertinya tidak mendengar jelas apa yang Rio utarakan. "Apa, sih? Lagian siapa kau?!"
Berlari mendekat, Rio mendistorsi arah pembicaraan. Tangannya teracung tinggi. Tak lupa ia sengaja mengeluarkan suara seakan tersedak. Mengelabuhi pemuda yang kini menatapnya khawatir.
"Kau gak apa?"
Gestur Rio berulang kali mengarah ke titik yang sama. "Sesuatu terbakar di sana!"
Segerombol orang menyusul pemuda tersebut hingga belakang. Serentak turut berteriak panik melihat api yang sungguhan berasal dari rumah.
"Gawat, beneran! "
Beberapa dari mereka dengan sigap membuka ponsel. Mengetikkan beberapa digit serta melakukan panggilan berulang-ulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Great Pretender
Action"Tidak semua orang harus tau apa yang terjadi." Setidaknya itulah yang selalu Larissa Ifiana Tanuarja percaya semasa hidupnya. Siapa sangka? Tidak diakui menjadi hal paling menyakitkan yang terlalu nyata untuk dirasakan. Kehilangan segala impian han...