24 - Dia Ivanka

276 34 89
                                    

Usapan jemarinya merosot ke punggung bawah. Lengan panjang gontai tergeletak di samping tubuh.

Yo?

Dia tak menghitung sejak kapan hirupan respiratori pemuda yang membebankan berat tubuh di badannya itu terdengar begitu tenang. Yang pasti, dadanya berdebar satu-satu. Merasakan ada yang tidak beres, Ify merenggangkan kontak tubuh mereka.

Terbelalak, Ify menahan Rio yang terpejam. Rembesan cairan merah kental yang berasal dari balik kaus Rio terjiplak di bajunya.

"RIO!"

🎭🎭🎭

Denging nyaring menaungi rongga telinga. Erangan kecil disisipkan dengan ringisan langsung keluar dari mulutnya ketika merasakan sedikit nyeri di bagian bawah abdomennya. Pemuda itu menekan suara sedemikian rupa agar tidak terlalu terdengar. Dielusnya permukaan di balik baju yang ia kenakan, menemukan balutan perban di perut hingga atas dada.

Hendak menegakkan separuh tubuh, ia kembali berbaring. Telinganya sayup-sayup menyadari dengkuran halus yang berima di sekitar kasur yang ia tumpangi. Seorang gadis membaringkan kepalanya di telungkup tangan, bersisian dengan tangannya di tepi brankar rumah sakit.

Dia di sini.

Dadanya menghangat, mengumpulkan kesadaran bahwa mereka pernah berada dalam skenario yang mirip sekali dengan sekarang. Terbaring persis dengan Ify yang ada di dekatnya. Usapan di batang rambut panjang itu cukup awet. Sayangnya, saat tengah asik-asiknya mengamati wajah Ify yang terlihat begitu tenang, pundak gadis itu meriuk.

"Ah, kamu udah sadar."

Ia menggosok dua kelopak mata. Gerak bangunnya dari separuh membungkuk di atas brankar pasien memancarkan keanggunan. Lain halnya dengan raut yang tiba-tiba berubah. Sepenuhnya menghilangkan mata berkunang sehabis terlelap, sepasang telapak saling menggosok cepat di pahanya.

"Apa ada yang bisa aku bantu? Kamu perlu sesuatu? Minum misalnya? Atau perlu kupanggilkan dokter?" Matanya mengamati tubuh terbujur Rio yang tampak kesulitan menekuk perut. "Ada yang sakit? Apa semua baik-baik saja?"

Pipi Rio menggembung, menahan ledakan tawa dari Ify. Usaha dara cantik itu menutupi sewajarnya rasa peduli darinya tidak terlalu berhasil.

Lontaran tanya yang bertumpuk jadi satu berangsur hilang. Balik bersuara lagi dengan tatapan memincing datar. "Ada apa dengan kamu?"

Setelahnya, kekehan panjang Rio lepaskan tanpa dosa. "Maaf, maaf. Aku baru pertama kali melihat kamu panik yang seperti ini."

"Itu bukan sesuatu yang seharusnya kamu tertawakan. Leluconmu mengerikan."

Ify mendelikkan mata. Decakan sebal seakan menyalakan panas di kulit mukanya. Meski begitu, ia tidak dapat berdalih apa pun. Dirinya juga tidak tahu bagaimana tubuhnya merespon se-berlebihan itu. Ify juga tidak ingin tahu, anggap saja ada syarafnya yang terganggu karena belum sepenuhnya sadar dari tidur.

Telapak hangat Rio menahan perut, lelah tertawa dalam keadaan dibebat. Sedikit beruntung karena suasana awal yang menurutnya relatif baik (setidaknya mereka tidak membahas hal buruk yang terjadi), bahan pembicaraan Rio menyerong. Bertempo lebih berat dari sebelumnya, sambil tetap menjaga dalam garis agar tidak menyinggung lawan bicara itu.

"Kamu yang bawa aku ke sini?"

"Aku rasa kamu tahu jawabannya." Mendeham singkat, sisa kemerahan di pipi terlihat tipis-tipis. "Maaf kalau kamu sebenarnya tidak mengizinkan. Aku hanya melakukan apa yang kuanggap lebih penting. Entah bagaimana caranya, tapi aku akan pastikan ini tidak berdampak dengan identitasmu."

Great PretenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang