28 - Tidak Ada Kejahatan yang Sempurna

260 30 98
                                    

Aku?

Rio menegang. Sebuah kenyataan yang baru ia sadari menggertaknya.

Jemala gadis menawan itu tergerak naik turun melihat air muka Rio yang telah tak bergelombang. Ivanka menyatukan ujung jari-jari dalam bisu.

"Mau tidak mau, identitas kamu akan terbuka dan kita sekaligus harus mempersiapkan diri untuk sidang kasus pembunuhan Rio Kilimanjana."

Dua manusia di dekat Ivanka membulatkan mata. Benak keduanya dipenuhi dengan berbagai suara berisik yang enggan sirna.

"Itu ... benar."

Dipegangnya dada yang berdebar kencang tanpa alasan. Seluruh pandangan Ify menyoroti sang pemuda tanpa ekspresi. Menerka apa yang melesat di pikiran Rio hingga betah berdiam setelah kalimat Ivanka sukses menyuntikkan kesunyian.

Punggung bersetelan rapi gadis penuh wibawa itu diluruskan. Begitu pula tatapan yang tidak berpindah dari target tanyanya.

"Maaf jika aku membebankan kalian. Namun, itulah yang pasti akan kita hadapi." Ia tidak berkedip. "Keputusan ada di tangan kalian, terutama kamu, Rio."

Iras tegas bertambah jelas. Gemeretak persendian berulang kali terkuar seiring detak dari jam dinding. Beberapa detik yang lalu, Rio hampir saja melupakan cara untuk bernapas dengan tenang. Ditarik lalu dibuangnya dalam-dalam napas yang tertahan di dada.

Itu adalah kepastian, tapi saking aku berambisi membalas insiden pahit, kami melupakan hal penting tersebut. Bagaimana mungkin, 'kan? Bahkan gak cuma aku, Ify juga?

Gadis-gadis di kitaran Rio memandanginya tak henti-henti menghela napas.

Bibir Rio tidak banyak bergerak, hanya sedikit terangkat atas rasa kagum. Titel yang digadang-gadangkan orang-orang bukan sebatas pajangan. Ketenaran Ivanka bukan isapan jempol belaka. Dari sikap bertutur kata hingga keberanian untuk mencetuskan ide 'napak tilas' ke rumah lamanya, Rio yakin Ivanka punya lebih banyak kejutan yang dapat menjadi celah kecil dalam sekelumit misteri tahunannya.

Jika saja memang dia sehebat itu.

Lima jemari kirinya menutupi kepalan tangan sebelahnya. Ia membalas penilaian mengerucut dari Ivanka.

"Bukankah sudah terlambat untuk berhenti?"

Tiga warna berbeda terpancar dari masing-masing perawakan. Rio dengan kuatnya tekad, Ivanka dengan wajah tenangnya, serta Ify yang berusaha ikut mengembangkan senyum meski sampai saat ini dirinya masih dirundung ketakutan.

"Kamu gak apa?"

"Ah." Ify membuang muka. Apakah baru saja Rio pun menyadari perubahannya?

Segenap keberanian yang Rio bulatkan mengalir hangat dalam genggamannya di atas tangan Ify. Ketakutan yang dirasakan Ify, mungkin Rio tidak sepenuhnya dapat mengatakan bahwa ia tak memiliki perasaan itu. Ia hanya ingin Ify tahu, mereka akan menghadapi ini dengan baik. Mereka akan menghadapi semua bersama-sama.

"Tenanglah, aku yakin semua ini pasti ada jalannya. Kesempatan yang sama tak datang dua kali."

Tautan keduanya merenggang, kembali mengusap tangan masing-masing. Berdiri membayangi insan di ruangan yang sama, suara lembut yang tak terbantahkan Ivanka memberi kekuatan dan harapan baru.

"Kita akan pergi ke rumah itu."

🎭🎭🎭

Lingkungan yang mengelilingi mobil sedan itu nyaris bisu. Aura rumah-rumah yang tidak lagi dihuni mengirim sedikit peringatan meski telah datang saat pemimpin langit masih menyala. Jarang ada yang tahu, tempat ini pernah menjadi tempat yang menyenangkan, salah satu kluster hunian sederhana lumayan bergengsi yang diisi beberapa keluarga kecil yang bahagia.

Great PretenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang