"Dek, dek bangun dek. Dokter!" Tante Farel memanggil dokter dengan setenang mungkin, akan tetapi, tentu saja ada kepanikan di dalam hatinya melihat sang adik tidak sadarkan diri.
Lain halnya dengan Farel. Logikanya mengatakan bahwa om nya tersebut telah meninggal dunia. Ingin rasanya Farel bangkit dari tempat duduknya untuk merasakan denyut nadi di leher om nya tersebut, yang sudah terbaring tidak sadarkan diri. Akan tetapi, ia memilih untuk menyerahkan semuanya kepada dokter yang bertugas. Tak berapa lama dokter pun datang. Farel bersama sang ibu dan tantenya menyerahkan semuanya kepada dokter. Pada akhirnya, Farel hanya tersenyum. Ya, tersenyum dengan paksaan.
"Dengan berat hati, kami nyatakan bahwa pak Putra telah meninggal dunia pada pukul 19.00. Kami dari pihak rumah sakit turut berduka cita" ucap dokter setelah menghela nafas.
Air mata Ibu dan tante Farel pun jatuh. Akan tetapi, lain hal nya dengan Farel. Ia berusaha tetap tenang dan perlahan berjalan keluar ruangan. Ia pun berjalan keluar melewati pintu rumah sakit. Sesampainya di depan rumah sakit, ia pun mengeluarkan sebatang rokok yang ia simpan dikantongnya dan perlahan mulai menghisapnya. Setelah selesai dengan sebatang rokok tersebut, ia pun kembali ke ruangan. Dilihatnya jasad om nya yang sudah tak bernyawa. Sekeras apapun Farel menahan kesedihan, air matanya pun mulai jatuh. Ia teringat, waktu kecil dulu ia sering sekali pergi bersama om Putra untuk sekedar jajan ke warung maupun berjalan sebentar disekitar lingkungan rumah neneknya. Tak banyak memang kenangan dirinya bersama om nya tersebut, akan tetapi hal itu tetap saja berputar dikepalanya. Tak lama kemudian, abang sepupunya pun datang.
"Ayo Rel, kita bereskan barang-barang" ujar Ebil
Tak ada respon apapun dari Farel. Ia segera membereskan barang-barang lalu memasukannya ke dalam mobil. Tanpa pikir panjang, ia pun langsung memacu mobilnya kerumah nenek. Sepanjang perjalanan ia hanya berpikir. Baru kemarin ia sampai disini karena sang ibu ingin merawat om nya yang sedang sakit. Pagi tadi, sang ibu sengaja mempersiapkan baju beserta barang-barang untuk menginap dirumah sakit. Akan tetapi, hal tersebut pun batal karena om Putra telah dipanggil oleh yang maha kuasa. Seketika emosinya memuncak, dalam keadaan seperti ini, kemana anak dari om Putra? Ia bahkan tak melihatnya saat ia sampai di rumah sakit pada pagi hari.
"Bodoh!" ujar Farel sambil memukul stir mobil sembari menambah kecepatan mobilnya.
***
Sesampainya di rumah nenek, telah ramai orang berdatangan, termasuk beberapa orang sepupu Farel yang berlokasi dekat dengan Kota Padang. Suasana duka menyelimuti lingkungan sekitar rumah nenek Farel. Malam itu Farel hanya berbincang dengan Fathan, keponakannya yang sudah cukup lama tak bertemu dengannya. Terakhir ia bertemu dengan keponakannya tersebut adalah saat lebaran Idul Fitri.
"Gimana sekolah tan? Aman?" tanya Farel kepada keponakannya tersebut.
"Aman aja sih om, tapi disini lagi panas-panasnya. Minggu kemarin tuh sekolah Fathan sempat diserang sama anak STM lain" jawab Fathan.
"Fathan gak ikut-ikutan kan?" tanya Farel kemudian.
"Mana lahh berani dia om, badan pun kurus kayak gitu nya. Kalo nyali boleh lah dia nii, tapi ya jelas kalah hahahaa" ujar kak Lia yang tak lain dan tak bukan adalah kakak sepupu Farel sekaligus umi Fathan.
"Ehh, kak Lia. Bagus lahh kak kalau Fathan gak ikut-ikutan" jawab Farel.
"Iyalahh om, ga ada gunanya pun" jawab Fathan singkat yang kemudian kembali fokus ke permainan yang sedang ia mainkan di HP nya.
"Kok kurus kali kau dek? Gak ganteng jadinya" ujar kak Lia kepada Farel.
"Alah kak, mau cemana pun tetap gini-gini aja nya hahaha" balas Farel sambil menyalakan sebatang rokok. Kemudian ia pun berpamitan, "Kak, Farel ke depan dulu ya".
"Iya dek, nanti kakak nyusul" ujar kak Lia kepada Farel.
Farel pun duduk di kursi tamu yang telah dipersiapkan di halaman rumah neneknya. Tak terasa olehnya, ternyata ia sudah terlalu banyak merokok malam itu. Ia berusaha menenangkan diri. Bukan dari kesedihan, melainkan karena ia melihat anak om Putra yang baru saja tiba pukul 22.30 di rumah neneknya. Tiba-tiba, ibunya keluar dari dalam rumah neneknya dan menghampiri Farel yang masih berada di luar.
"Nak, jangan begadang ya malam ini. Besok pagi kamu jemput Deo di bandara. Pesawat dari Jakarta jam 8, kemungkinan sampai di bandara jam 9. Pastiin kamu udah siap dari jam 7" ujar mama Farel kepada dirinya.
"Iya maa" ujar Farel sembari melempar rokoknya yang telah habis dihisap.
***
Alarm Farel berbunyi bertepatan dengan Azan Subuh Kota Padang. Ia segera bangun dan mengambil air Wudhu untuk melaksanakan Sholat Subuh. Setelah Sholat Subuh, ia pun segera mandi untuk persiapan ke bandara. Selesai bersiap-siap, jam masih menunjukan pukul 06.15. Ia pun segera sarapan dan menghisap sebatang rokok setelahnya. Begitu waktu menunjukkan pukul 7, ia segera menyalakan mobilnya dan berangkat ke bandara.
Beberapa saat ia menunggu di bandara, sampai akhirnya orang yang ditunggu pun tiba. Terlihat om Deo dan tante Nindra membawa 1 koper berukuran besar dan tas sandang om Deo yang sudah bisa dipastikan berisi laptop untuk melakukan meeting online selama om Deo berada di Kota Padang. Farel pun segera menyalami keduanya.
"Om, tante. Sini Farel aja yang bawa kopernya" ujar Farel yang kemudian ditolak oleh om Deo.
"Ahh kamu, badan udah kurus makin kurus nanti. Kok kurus kali kamu sekarang? Terakhir om ketemu kamu gak sekurus ini?" tanya om Deo yang sedikit heran dengan perubahan fisik Farel.
"Iya om, kemarin pusing skripsian. Jadi banyak pikiran hahaha" ujar Farel sambil tertawa.
"Alah, alasan aja kamu itu. Bukan pusing skripsian kamu itu, tapi banyak merokok sama begadang hahaha" lanjut tante Nindra bertepatan dengan sampainya mereka bertiga di depan mobil Farel. Farel segera memasukkan koper besar tersebut ke bagasi dan segera memacu mobilnya untuk kembali kerumah nenek.
"Kira-kira kapan wisuda Farel?" tanya om Deo yang membuka pembicaraan.
"Kemungkinan bulan Oktober om kalau gak ada penundaan" jawab Farel.
"Di tempat om, posisi untuk lulusan hukum sementara ini masih penuh Farel. Nanti kalau ada yang kosong pasti om kabari" ujar om Deo kepada Farel.
Farel mengucapkan terima kasih kemudian hanya terdiam. Ada satu ambisi yang sangat ingin dikejarnya. Akan tetapi, ia harus mengakui bahwa jalan untuk mengejar ambisinya tersebut tak hanya satu, dan tentu saja tak harus sesuai dengan apa yang dia inginkan. Karena sesungguhnya, dunia tak selalu berjalan sesuai dengan keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambisi (The Wrong Part Of Town)
Teen Fiction"Kamu gak masalah ya ngeliat cewek ngerokok?" tanya Ara kepada Farel. *** "Rell, aku lagi buntu banget. Udah 3 hari ni aku dikos temen aku karna lagi ribut sama mama" *** "Aku boleh make uang kamu lagi gak?..." *** "Mungkin ada yang mau dibilang nya...