PART 10 (Kembali Dengan Tujuan Tertentu)

13 3 0
                                    

Dalam cerita tersebut, Farel tak menyebutkan masalah keluarga yang pernah diceritakan oleh Ara kepada dirinya, karena menurut Farel itu adalah hal yang sensitif sekaligus merupakan privasi dari Ara. Akan tetapi, ada satu hal dari cerita Farel yang membuat teman-temannya sedikit tersenyum. Farel belum memutuskan apakah ia kembali ke Kota Padang, atau pulang ke rumahnya di Lampung. Teman-temannya pun akhirnya memberikan tanggapan.

"Kata lu tadi Rel, dia belum kerja dan masih nganggur kan? Kalau emang lu mau balik ke Padang ya gapapa sih. Wisuda kan juga masih agak lama," ujar Hendra.

"Ya terus apa hubungannya?" tanya Farel kemudian.

"Ya tadi kan lu bilang lu ada niat ngasih semangat ke dia biar dia kerja. Seenggaknya ada kesibukan lah gitu. Kalau gua ya Rell, gua sekarang nyari cewek yang bisa ngehasilin uang. Berapapun itu terserah lah, bukan niat jelek mau manfaatin cewek itu, tapi misalkan nih, nanti abis gua lulus kuliah, gua kerja, dan cewek yang gua cari itu kerja juga. Kayak sama-sama enak aja gitu, ya nggak sih? Gua kalau nyari cewek gak perlu banget gelar sarjana dari dia sih, yang penting tuh dia mau berusaha nyari duit, kalau gua sih gitu," jelas Hendra panjang lebar yang tentu saja pendapat tersebut disetujui oleh kedua teman yang lain.

"Percuma sih Hen, gua juga bukan siapa-siapa dia. Jadi gua gak ngurusin banget masalah itu," ujar Farel sambil menyalakan rokoknya.

"Ya dicoba aja dulu Rel, siapa tau karena lu semangatin dia, dia jadi ngerasa kayak ada dukungan gitu. Tadi kan lu yang bilang, kalau lu balik lagi ke Padang, lu ada rencana ngasih semangat ke dia biar dia kerja," ujar Hendra kemudian.

"Iya tadi, tapi setelah gua pikir-pikir kayaknya percuma sih, tapi liat ntar aja lah," jawab Farel.

"Siapa tau aja lu bisa nikah sama dia kan nanti Rell kalau lu dapat kerja di Padang hahaha," ujar Pras sambil tertawa.

"Persetan sama pernikahan, persetan sama pacaran. Tai anjing sama influencer-influencer yang menyerukan nikah muda.  Gua cuma mau ngejar ambisi gua dulu sekarang. Kalau pun gua udah kerja, gak mungkin gua nikah dalam waktu dekat. Diri sendiri lebih penting daripada orang lain, dan gua belum siap membagi gaji gua untuk orang lain," jawab Farel kemudian. Teman-temannya pun lumayan setuju dengan pendapat tersebut. Mereka beranggapan, kalau sudah bisa menghasilkan uang sendiri, harus diri sendiri lah yang menikmati uang tersebut.

"Lu liat tuh salah satu influencer yang nikah muda. Cerai kan sekarang? Itu lah tolol. Terlalu naif kalau mereka beralasan menghindari zina. Emang pada dasarnya aja mereka gak bisa nahan nafsu. Nikah bukan sekedar menghindari zina, bukan sekedar kesiapan materi. Kesiapan mental yang lebih penting. Siap gak kita membagi uang kita dengan istri, siap gak kita menghadapi sifat buruk istri nantinya, dan yang paling penting, siap gak kita nerima masa lalu istri kita yang ternyata buruk. Itu aja sih," jelas Farel panjang lebar.

"Seandainya nih, lu dapat istri dan ternyata abis nikah lu baru tau kalau masa lalunya buruk. Reaksi lu gimana?" tanya Sandi kemudian.

"Gak peduli gua. Selagi dia mau berubah jadi lebih baik ya gapapa. Kalau pun dia males Sholat, tapi dia masih bisa bilang kalau Sholat itu kewajiban ya gua terima. Berarti dia masih ada iman. Tugas gua lah bantu dia untuk berubah. Itu ujian yang dikasih ALLAH ke gua berarti, sanggup gak kira-kira gua nerima ujian itu. Ya semoga aja sanggup," jelas Farel kepada Sandi sambil mematikan puntung rokok yang telah habis ia hisap.

"Wah, ustad kita ceramah hahaha," ujar Pras mengejek Farel.

"Hahahaa, bangsat lu Pras," ujar Farel sambil tertawa sembari menyalakan sebatang rokok yang baru.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 23.45. Besok pagi Farel akan berangkat penyuluhan hukum dengan dosennya. Mereka pun segera pulang kerumah masing-masing. Setelah sampai dirumah, Farel pun membereskan keperluan yang akan ia bawa besok. Setelah selesai membereskan barang-barangnya, Farel berniat menghisap sebatang rokok. Sembari merokok, ia memikirkan keputusannya, apakah ia harus kembali ke Padang atau ia akan pulang ke Lampung.

"Ah entahlah, yang penting urusan ini dulu," ujarnya dalam hati. Setelah menghabiskan sebatang rokoknya, ia pun segera tidur karena besok ia harus berangkat pagi.

***

Alarm Farel berbunyi pukul 04.45. Ia segera mandi dan bersiap-siap. Setelah bersiap-siap dan memastikan tak ada barang yang tertinggal, ia segera memesan taxi online untuk menuju titik kumpul yang telah ditentukan. Farel lah yang membawa mobil dosen tersebut sampai ke lokasi tujuan. Sepanjang perjalanan ia tak ada memikirkan Ara sedikitpun, karena ia harus fokus dengan jalannya acara nanti. Penyuluhan hukum dilakukan sehari setelah mereka sampai di lokasi tujuan. Acara penyuluhan tersebut pun berjalan lancar dan akhirnya Farel beserta dosen dan tim yang lain harus segera kembali ke Kota Jambi. 

***

Sesampainya di Kota Jambi, waktu menunjukkan pukul 16.15. Ia belum menentukan apakah ia akan kembali ke Kota Padang atau pulang ke rumahnya, dan ia pun belum menentukan waktu keberangkatannya. Ia menghisap sebatang rokok sembari memikirkan hal tersebut. Tak lupa ia meminta saran dari mama dan papanya. Pada akhirnya, mama dan papanya mengarahkan Farel untuk kembali ke Kota Padang sembari menunggu jadwal wisuda yang akan dilaksanakan oleh Farel dalam tahun ini. Papa Farel menyuruh Farel menemani ibunya untuk menjaga sang nenek yang sudah sangat tua. Farel pun segera mengemasi barang-barangnya dan berniat untuk berangkat besok pagi pada pukul 03.00. Setelah Sholat Maghrib, Farel berniat untuk mengisi penuh bensin mobilnya agar esok hari ia tak kesulitan mencari bahan bakar, karena akhir-akhir ini antrian panjang sering memenuhi POM bensin. Setelah Sholat Isya, Farel pun segera mencoba untuk tidur agar besok ia tak mengantuk di perjalanan, mengingat ia akan menyusuri jalan yang begitu panjang sendirian.

Ambisi (The Wrong Part Of Town)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang