PART 4 (The start)

30 3 0
                                    

Farel kemudian terdiam beberapa saat. Ia memikirkan harus membahas apalagi setelahnya. Menurutnya, wanita yang kini sedang bersama dirinya tersebut memang cuek, akan tetapi tak seberapa cuek. Setidaknya ia masih bisa mengobrol sedikit meskipun itu adalah pertemuan pertama mereka. Tiba-tiba, wanita itu membuka pembicaraan.

"Kamu kerja? Atau kuliah?"

"Kuliah Alhamdulillah udah selesai kak, ini tinggal nunggu wisuda sama nyari-nyari kerjaan," jelas Farel.

"Oh, ngambil jurusan apa?"

"Hukum kak," jawab Farel singkat.

"Oh berarti kamu lebih tua dari aku dong. Kalau gitu jangan panggil kak lah. Panggil Ara aja," ujar wanita tersebut.

"Gapapa kak, masa baru kenal langsung panggil nama. Gak enak aku," jelas Farel kemudian.

"Justru aku yang gak enak, aku masih kecil tau. Tau gak aku kelahiran tahun berapa? Coba tebak?" tanya wanita tersebut.

"2002?"

"Kok kamu tau?" tanya wanita tersebut dengan ekspresi sedikit terkejut.

"Kan konten kakak yang lewat di FYP tiktok aku tuh ada tahun lahir kakak," jelas Farel.

"Eh iya, lupa aku. Sebenernya aku juga udah ngeliat waktu kamu ngirim DM itu. Tapi gak langsung aku balas"

"Terus, kok tiba-tiba dibalas?" tanya Farel kemudian.

"Gak tau juga sih, hahaha"

"Eh iya kak, sebenernya waktu ketemu kakak di foursides itu, aku mau langsung minta IG kakak. Tapi gak pede. Sepupu aku ngejekin aku terus tuh gara-gara aku gak berani" ungkap Farel.

"Loh, kenapa gak PD? Kita jadi orang tuh harus PD," ujar wanita tersebut.

Farel hanya terdiam. Dalam hati ia berkata "gimana mau PD, gak goodlooking".

Untuk sesaat, mereka kembali terdiam. Tak ada lagi hal yang harus dibahas. Farel memang orang yang begitu hati-hati dalam mencari pembahasan dengan orang yang baru saja dikenalnya. Sebisa mungkin ia menghindari pembahasan yang menyentuh privasi lawan bicaranya. Tiba-tiba lagu berjudul "Heat Waves" menyala dimobilnya.

"Lagu favorit aku nih bang," ujar wanita tersebut.

"Oh iya? Emang suka sama lagunya aja atau karna suka sama arti liriknya?" tanya Farel kemudian.

"Iya, suka arti liriknya. Aku tuh suka denger lagu yang memang cocok sama yang lagi aku rasain sekarang," lanjutnya.

Farel memang beberapa kali melihat konten tiktok dari Ara yang memang belum sepenuhnya bisa lepas dari masa lalunya. Akan tetapi, belum saatnya Farel membahas hal tersebut karena hal tersebut merupakan privasi dari lawan bicaranya. Untuk mencari pembahasan, Farel pun bercerita mengapa ia bisa datang ke Padang, mulai dari kronologi betapa sulitnya ia mengurus persyaratan untuk mengikuti wisuda, hingga peristiwa meninggalnya Om Putra yang menyambut dirinya dan sang ibu yang tak sampai 24 jam berada di Padang. Tujuan mereka berdua pun sudah dekat, Farel berhenti sebentar di sebuah minimarket dan membeli rokok untuk dirinya dan wanita tersebut. Setelah membeli rokok, mereka langsung melanjutkan ke tempat tujuan.

***

Sesampainya di tempat tujuan, hanya sedikit perbincangan yang terjadi diantara mereka berdua. Bukan karena tak ada topik pembahasan, melainkan mereka berdua lebih sibuk menikmati live music yang sedang berlangsung di coffeshop tersebut.

"Eh iya, nama kakak kan Nadia Zhafira, kok dipanggil Ara?" tanya Farel kemudian.

"Iya, aku dari kecil udah dipanggil Ara. Dari SD, makanya kebawa sampai sekarang," ujar wanita tersebut menjelaskan.

Meskipun wanita tersebut telah menyuruhnya untuk memanggil dengan nama, Farel masih saja merasa tidak enak. Bukankah dapat dikatakan sok akrab jika kita baru saja kenal dengan seseorang, dan langsung memanggil orang tersebut dengan namanya? Begitulah yang ada di dalam pikiran Farel.

"Eh, aku gapapa kan ngajak kawan aku? Dia gabut katanya," ujar Ara secara tiba-tiba.

"Iya gapapa, suruh kesini aja"

Setelah itu mereka kembali menikmati lagu yang dibawakan oleh vokalis yang sedang bernyanyi di coffeshop tersebut. Melihat Farel yang cukup menikmati live music, Ara pun menawarkan Farel untuk request lagu favoritnya.

"Eh, kamu mau request lagu gak?"

"Boleh tuh, Sheila On 7 yang Hari Bersamanya," jawab Farel kepada Ara.

Tanpa pikir panjang, Ara pun langsung mengirimkan pesan lewat instagram untuk menyampaikan request lagu dari Farel. Tak berapa lama kemudian, teman Ara pun datang.

"Kenalin nih kawan aku," ujar Ara kepada mereka berdua.

"Farel bang," ujar Farel sembari mengulurkan tangan.

"Ardi," ujar pria tersebut sembari tersenyum.

Melihat Ardi yang mengeluarkan rokoknya. Ara pun langsung berbicara kepada Farel. Memang, saat membeli rokok tadi, rokok yang biasanya Farel hisap sedang kosong, sehingga Farel memilih rokok yang lain.

"Ini kan rokok kamu? Ambil aja kalo mau. Punya kawan aku," ujar Ara menawarkan.

"Ya bang, isap lah," tambah Ardi.

"Oke, aman bang," ujar Farel yang merasa sedikit tak enak.

Beberapa saat kemudian, Ara pun pergi ke toilet. Hal tersebut mengharuskan Farel untuk segera mencari topik pembicaraan dengan Ardi agar suasana tak begitu kaku.

"Kuliah bang?" tanya Farel.

"Iya bang, abang kuliah?" Ardi balas bertanya.

"Kuliah Alhamdulillah udah selesai bang," jawab Farel kemudian.

"Oh, ambil jurusan apa tu bang?"

"Hukum aku bang, kalo abang?" tanya Farel yang sedikit penasaran.

"Aku psikologi bang"

"Semester berapa sekarang bang?" tanya Farel kemudian.

"Semester lima bang"

"Oh, bentar lagi lah tu bang," ujar Farel sembari tersenyum.

"Ya, semoga lah bang. Berarti abang di sini kerja?" tanya Ardi kemudian.

"Nggak bang, di sini ke tempat nenek. Rencana sambil cari-cari kerja. Tapi belum ada lowongan bang," jelas Farel.

"Semoga dapat lah bang. Selain di Padang mau di mana rencana bang?" tanya Ardi kemudian.

"Mungkin di Lampung bang. Orang tua tinggal di Lampung soalnya. Tapi pengen juga sih di luar Sumatera"

Ardi hanya mengangguk mendengar penjelasan dari Farel. Tak berapa lama Ara pun kembali ke kursinya. Berbagai pembahasan pun mereka bicarakan pada malam itu. Akan tetapi, dibandingkan dengan Ara, Farel lebih sering berbincang dengan Ardi, mulai dari band favorit, dunia kampus, dan sebagainya.

Ambisi (The Wrong Part Of Town)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang