PART 26 (Farel Tak Pernah Ada Disana, Saat Itu)

14 1 0
                                    

Pemasangan lampu kolong di mobil Puma pun telah selesai. Puma dan Farel segera beranjak dari kafe tersebut. Akan tetapi, ternyata Puma tak berniat untuk langsung pulang kerumah. Ia pun mengajak Farel untuk minum teh telur terlebih dahulu.

"Teh telur kita? Suka teh telur gak lu?" tanya Puma kepada Farel.

"Dimana?" tanya Farel.

"Daerah Sawahan"

"Gas lah, apalagi"

Mereka pun bergerak menuju tempat tujuan. Begitu sampai di tempat tujuan, cukup ramai pengunjung. Beruntunglah ada dua kursi kosong yang dapat mereka jadikan sebagai tempat untuk duduk. Puma pun memesan dua teh telur untuk dirinya dan Farel.

"Jangan kaget ya lu kalau disini rame. Enak teh telur disini. Gua biasanya kalau abis badminton ya kesini," cetus Puma kepada Farel sambil menghisap vape nya.

"Jadi gimana? Abis cerita sama Fasha tadi?" tanya Puma kemudian.

"Yah, perlahan sakit hati gua ilang sih. Untung aja gua pernah main PUBG sama Rama, untung lu ikut. Bisa kita ketemu disini. Yah, bersyukur lah gua bisa kenal sama lu, walaupun lu mainnya bego hahaha," canda Farel sambil tertawa terbahak-bahak.

"Bangsat, lu tuh hobi banget maju-maju sendiri njing," umpat Puma.

"Ngomong-ngomong soal Rama. Gua kadang kesel anjir sama dia. Agak lemot orangnya. Kalau ngomong tuhh kayak gak ada semangat hidup anjir. Gua kasih julukan slow boy dia tuhh hahaha," ujar Puma melanjutkan.

"Ya emang gitu dia dari SMA Maa hahaha," jawab Farel yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat Rama saat di SMA dulu. 

Rama dan Farel memiliki hobi yang sama, yaitu bermain game. Beberapa kali mereka dan teman-teman satu SMA yang lain, pernah ikut kejuaraan game Point Blank kecil-kecilan saat SMA. Puncaknya adalah, ketika mereka mencoba mengikuti kualifikasi PBNC. Sangat disayangkan, mereka harus gugur di babak delapan besar, sekaligus mengubur mimpi mereka mewakili Provinsi Lampung untuk berkompetisi di Jakarta. Setelah kegagalan itu, mereka kembali fokus ke urusan sekolah, mengingat saat itu mereka sudah kelas 12.

"Jadi gimana keputusan lu? Soal Ara?" tanya Puma kepada Farel.

Farel terdiam, ia pun mulai membakar rokoknya untuk berpikir. Setelah dipikir-pikir, ia juga belum memberi kabar kepada Ara hari itu. Sedangkan, ia berkata kepada Ara bahwa ia akan pulang esok hari.

"Menurut lu gimana Maa? Gua butuh saran," jawab Farel yang memang masih belum menemukan keputusan terbaiknya.

"Berat Rell menurut gua. Kalau memang dia udah bener-bener nyaman sama lu, apapun keputusan lu ya lu tetap jahat. Lu abisin waktu sama dia, terus lu pulang. Ya lu jahat, ninggalin dia disini, sedangkan dia udah nyaman sama lu. Gua gak tau ya Rell, tapi menurut penilaian gua, rata-rata cewek disini kalau pacaran tuh harus sering ketemu gitu. Kayak gua sama cewek gua contohnya. Dulu, waktu dia kuliah disini, dan gua kuliah di Bandung, tiap nganterin gua ke bandara, dia pasti nangis, dan gua waktu udah di dalam pesawat nangis juga. Suasana di Padang enak Rell. Lu ada problem sama cewek lu. Tinggal ajak aja jalan keliling-keliling, ujung-ujungnya ya ke pantai, ngobrol bareng terus ya di selesaiin. Suasana pantai yang tenang, bikin kalian berdua juga tenang nantinya waktu nyelesaiin masalah," ujar Puma menjelaskan panjang lebar kepada Farel.

"Terus, lu sekarang gak ngabarin dia, dan besok lu main langsung pulang aja. Ya lu jahat juga Rell. Sorry Rell, gua gak bisa ngasih solusi untuk masalah ini," lanjut Puma. Pernyataan Puma tersebut membuat Farel tak bisa memberikan reaksi apapun selain hanya diam dan berpikir.

"Jujur sama gua Rell, lu ada niat serius sama dia kan? Kalau lu gak ada niat serius sama dia, gak mungkin lu mikirin hal ini terus menerus," tanya Puma kepada Farel.

Farel hanya menggelengkan kepalanya. Barulah Farel dapat berbicara.

"Gua sekedar respect aja sama dia Maa. Respect parah gua sama dia. Di kehidupan dia yang berat gitu, lu liat sendiri lah dia masih mau cari kerja. Itu menandakan kalau dia tuh gak sekedar meratapi kehidupannya yang berat. Tapi, dalam diri dia ada jiwa mau bertahan dalam kehidupan dia yang berat itu. Gua yakin, kalau dia bisa bertahan di kehidupan dia yang sekarang, nanti dia bakalan keluar dari kehidupan dia yang berat," ujar Farel. Ia berhenti sejenak, untuk membakar rokok lagi.

"Tapi menurut gua, sekarang dia ada di bagian kota yang salah. Lingkungan dia begitu Maa. Kalaupun dia udah kerja, gua takutnya dia tetap gak bisa keluar dari lingkungan dia itu. Lingkungannya salah Maa menurut gua. Dan mungkin, gua gak akan pernah bisa bawa dia keluar dari lingkungan dia itu," lanjut Farel.

"Lu gak bisa nyalahin dia Rell. Lu gak ngerasain apa yang dia rasain Rell. Lu gak pernah ada disamping dia waktu dia masuk ke lingkungan itu. Waktu dia masuk ke bagian kota yang salah itu, lu gak pernah ada di sana. Lu gak pernah ada untuk nahan ataupun narik dia, sebelum dia masuk terlalu dalam. Lu gak pernah ada Rell," ujar Puma menjelaskan.

"Weh anjing, gua gak pernah nyalahin dia Maa. Yang gua salahin sekarang lingkungannya. Yah, walaupun bagi dia mungkin lingkungan dia bener, tapi ya bagi gua salah. Setiap orang punya sudut pandang masing-masing"

"Itu maksud gua Rell. Yang menurut lu salah, belum tentu salah bagi dia. Dan yang menurut lu bener, belum tentu bener bagi dia. Sama kayak lu, lu juga pernah ada di bagian kota yang salah kan? Lu juga pernah ngerasain lingkungan kayak dia kan? Ada gak yang narik lu dari lingkungan itu? Atau ada gak, yang nahan lu biar lu gak masuk lebih dalam sampai-sampai lu terjebak nantinya?" tanya Puma sungguh-sungguh.

"Gak ada si Maa, gua bisa ngontrol diri gua, dan gua cuma inget sama orang tua gua. Itu aja sih," jawab Farel sambil menggelengkan kepalanya.

"Nah itu dia Rell. Lu bisa ngontrol diri lu sendiri. Dan juga lu inget sama orang tua lu. Sedangkan dia, lu kan dah tau sendiri cerita dia kan? Dan sekarang menurut penilaian lu? Dia bisa ngontrol diri dia sendiri gak?" tanya Puma kemudian.

"Gua gak tau Maa. Gua gak bisa nilai diri dia sepihak. Gua belum tau lebih dalam lagi tentang dia. Yang gua tau cuma, dia beda banget waktu jaman SMA dengan dia yang sekarang," jawab Farel.

"Lu sampai-sampai mikirin ini terlalu dalam. Sekali lagi gua tanya ke lu, lu ada niat untuk serius kan sama dia?" tanya Puma sekali lagi.

Farel pun mengangguk.

"Tapi Maa, untuk sekarang nggak. Karena gua gak bisa toleransi lingkungan dia. Tapi, meskipun sekarang dia ada di bagian kota yang salah, itu sama sekali gak ngurangin rasa respect gua ke dia. Gua sama sekali gak pernah mandang dia buruk," jawab Farel.

"Kalau gua boleh tau, kenapa lu ada niat untuk serius sama dia? Dan kapan niat lu itu mulai muncul?" tanya Puma kemudian.

"Waktu yang gua ngajak lu nongkrong itu juga, yang kita bertiga. Waktu dijalan gua disuruh jemput dia kerumah. Gua kaget, ternyata dia udah pulang. Terus gua tanya tuh ke dia, mama dia ada minta maaf gak udah ngomong kasar gitu ke dia. Terus dia jawab ga ada Maa, justru dia bilang itu semua salah dia karna menurut dia juga pakaian dia udah terlalu terbuka, udah terlalu vulgar. Dari situ gua nilai, dalam hati kecil dia, dia punya keinginan untuk berubah. Disitulah timbul niat kecil dari gua untuk serius sama dia," ujar Farel menjelaskan.

Puma tersenyum. Kali ini, ia benar-benar berhasil menjebak Farel dengan pertanyaan tersebut. Pada akhirnya Puma memberikan saran kepada Farel.

"Saran gua, lu bisa pulang tanpa harus ngabarin dia. Gak usah kasih dia kabar sama sekali!" ujar Puma dengan tegas.

Farel terkejut dengan saran Puma tersebut. Ia tak menyangka, pada akhirnya Puma dapat memberikan saran baginya, yang ia sendiri pun benar-benar membutuhkannya. Akan tetapi, Farel bingung, mengapa tiba-tiba Puma memberikan saran seperti itu. Tadi Puma mengatakan bahwa, jika Farel meninggalkan Ara sendirian, maka Farel jahat. Sekarang Puma memberikan saran kepada Farel untuk segera pulang tanpa memberikan kabar apapun kepada Ara. Puma merasa saran tersebut benar. Puma menganggap, tidak masalah jika Farel jahat terhadap Ara. Sedangkan Farel, ia benar-benar bingung kali ini. Apa sebenarnya yang ada di dalam pikiran Puma? Hanya Puma sendiri yang tau.

Ambisi (The Wrong Part Of Town)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang