Putri hanya terdiam melihat Farel melakukan tindakan tersebut. Ia tak mengerti, apa yang ada dipikiran Farel sampai-sampai berani melakukan tindakan yang begitu nekat. Beruntung, laki-laki tadi menarik tangan Ara sehingga Ara tak tertabrak mobil.
"Rell, kamu gak...." belum selesai Putri berbicara, perkataannya dipotong oleh Farel.
"Harus begini kah hari terakhir kita di Padang? Dia mengacaukan semuanya"
Putri tersenyum. Ia merasa Farel sudah sedikit tenang. Ia pun mengelus kepala Farel dengan lembut.
"Gak usah kamu pikirin Rell. Aku seneng kok selama disini. Kita udah ke tempat wisata manapun yang kita mau. Memang gak semuanya, tapi kan udah waktunya kita pulang," ucap Putri yang berusaha menenangkan Farel.
"Duduk pinggir pantai dulu yok," ajak Farel.
"Ayok. Tapi Rell, kamu gak boleh kayak gitu lagi ya. Kalau tadi dia ketabrak gimana? Kamu gak mikirin diri kamu? Kamu gak mikirin aku? Lain kali kamu harus lebih bisa ngontrol emosi kamu. Aku yakin kamu bisa," ucap Putri sambil menepuk pundak Farel.
Mereka berdua mulai menyusuri jalanan di tepi pantai malam itu. Setelah menemukan tempat tujuan, Farel pun berhenti. Mereka berdua turun dari mobil dan langsung memesan minuman. Setelah duduk di tempat yang telah di sediakan, Farel masih saja terdiam. Putri beranggapan, dari raut wajah Farel, ada sesuatu yang mengganjal dalam diri Farel, ada sesuatu yang dipikirkan olehnya, ada sesuatu yang membebaninya. Ia pun menilai, Farel melakukan tindakan nekat tadi karena suasana dalam dirinya sedang kurang baik.
"Kamu kenapa? Apa yang kamu pikirin Rel? Aku yakin ada sesuatu. Ceritain semuanya sama aku Rell," pinta Putri sambil menatap ke arah Farel.
Farel belum bereaksi. Ia menyalakan sebatang rokok, lalu kembali diam sejenak. Akhirnya, ia pun bercerita kepada Putri.
"Maaf Put, aku sebenernya berat ngajak kamu ke Padang ini. Tapi aku gak enak sama mama kamu kalau aku tolak permintaan kamu. Tapi, liat sendiri kan? Aku udah pusing mikirin itu, ditambah lagi ada kejadian yang kayak anjing di malam ini. Bangsat!" caci Farel yang kesal terhadap keadaan dan dirinya sendiri.
"Kenapa Rell? Kalau aku boleh tau kenapa kamu keberatan?" tanya Putri kepada Farel.
Farel hanya terdiam dan menggelengkan kepalanya. Kemudian ia tertunduk. Ia tak siap mengutarakan alasannya kepada Putri.
"Walaupun kita gak pacaran, tapi mama percaya sama kamu Rell," ujar Putri.
"Nah, itu dia yang bikin aku keberatan," jawab Farel kemudian.
"Kenapa harus keberatan Rell?" tanya Putri yang bingung dengan jawaban tersebut.
Farel pun menghela nafasnya sebelum menjelaskan lebih jauh. Setelah ia cukup tenang, ini lah saatnya ia mengeluarkan semua isi pikirannya. Ya, isi pikiran yang membuatnya terbebani selama melakukan perjalanan jauh ini.
"Sekarang gini Put. Aku tau mama kamu udah percaya sama aku, sampai-sampai ngizinin kamu jalan sejauh ini sama aku. Tapi Put, hari pertama lebaran ini, aku ngabisin waktu sama keluarga besar kamu yang bikin mereka semua kenal sama aku. Selain itu, selama kamu disini kamu udah ketemu sama keluarga besar aku yang membuat mereka semua jadi kenal sama kamu," Farel pun menghentikan sejenak penjelasannya.
"Menurut aku, kita udah selangkah lebih maju Put. Kamu ngerti lah maksud aku," lanjut Farel kemudian.
Putri pun tersenyum. Ia sangat mengerti maksud dari Farel tersebut. Ia menggenggam tangan Farel, akan tetapi Farel melepaskannya.
"Tapi Put, aku gak bisa dalam waktu dekat. Maafin aku. Aku punya alasan tersendiri," ujar Farel yang kemudian tertunduk.
"Gapapa Rell. Tapi, boleh gak aku tau alasan kamu?" tanya Putri kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambisi (The Wrong Part Of Town)
Teen Fiction"Kamu gak masalah ya ngeliat cewek ngerokok?" tanya Ara kepada Farel. *** "Rell, aku lagi buntu banget. Udah 3 hari ni aku dikos temen aku karna lagi ribut sama mama" *** "Aku boleh make uang kamu lagi gak?..." *** "Mungkin ada yang mau dibilang nya...